Jakarta | Lapan6online : M. Yus Rianto, Ketua Umum Ikatan Mahasiswa Islam Nusantara (IMIN) meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) mempertimbangkan kembali penunjukan Komjen Pol Listyo Sigit Prabowo sebagai Kapolri.
Yus beralasan, Komjen Pol Listyo Sigit Prabowo diduga melanggar etika Perwira Tinggi Polri dalam perkara dugaan suap terkait pengurusan penghapusan nama Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra dari daftar red notice Polri.
Dugaan pelanggaran etika itu dibuktikan Yus dengan lampiran pemberitaan media Online yang menunjukkan adanya pertemuan antara Tommy Sumardi dengan Komjen Listyo Sigit Prabowo. Hal inilah yang disebut Yus sebagai dugaan pelanggaran Etika Perwira Tinggi.
“Sebagaimana diketahui, bahwa kesaksian Tommy Sumardi dalam persidangan selalu mengatakan tidak pernah bertemu dengan Komjen Pol Drs. Listyo Sigit Prabowo MSi, hal ini merupakan kebohongan nyata, karena ternyata dibeberapa media diungkap bahwa pada tanggal 5 Mei 2020 pernah terjadi pertemuan (Photo terlampir). Dengan demikian menurut kami sudah dapat diduga terjadi pelanggaran etika yang dilakukan oleh Oknum Perwira Tinggi Kepolisian Republik Indonesia, yaitu Komjen Pol Drs. Listyo Sigit Prabowo MSi,” ujar Yus Rianto dalam surat Ikatan Mahasiswa Islam Nusantara bernomor B 24/IMIN/I/2021 yang dikirim ke Presiden Jokowi tertanggal 11 Januari 2021.
Terkait dengan hal itu, Yus meminta Presiden Jokowi mempertimbangkan sungguh-sungguh dalam hal menentukan Kapolri yang akan datang.
“Usulan kami kiranya bapak (Presiden Jokowi) memilih Kapolri dengan figur yang menyejukkan dan tegas serta relatif bersih dari persoalan-persoalan yang hanya akan menambah sulit Bapak Presiden dalam membangun dan mensejahterakan Bangsa Indonesia,” tulis Yus dalam surat tersebut.
Divonis 2,5 Tahun Penjara
Diketahui, Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur telah memvonis Djoko Tjandra selama 2,5 tahun penjara.
Djoko dinyatakan terbukti bersalah menyuruh melakukan tindak pidana memalsukan surat secara berlanjut. Dia dinilai terbukti melanggar Pasal 263 ayat 1 dan 2 KUHP jo Pasal 56 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
“Joko Soegiarto Tjandra terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana secara bersama-sama, menjatuhkan pidana terhadp Joko Soegiaeto Tjandra dengan pidana penjara dua tahun dan 6 bulan,” kata Hakim saat membacakan putusan, dikutip dari situs nasional, Selasa (22/12/2020).
Dalam menjatuhkan putusannya hakim mempertimbangkan sejumlah hal. Untuk hal memberatkan hakim menilai Djoko melakukan tindak pidana saat dirinya masih berstatus buron.
Dia juga dinilai membahayakan kesehatan masyarakat lantaran melakukan perjalanan tanpa melakukan tes Covid-19.
Penjelasan Komjen Pol Listyo Sigit Prabowo soal Penunjukkan Kapolri
Sementara itu, melansir Kompas.com disebutkan, Komjen Pol Listyo pun angkat bicara dan menepis isu dirinya ditunjuk jadi Kapolri. Ia enggan menanggapi prediksi yang menyebutnya sebagai calon kapolri, karena mengaku tak tahu asal isu itu.
“Karena memang saya enggak tahu itu muncul dari mana,” kata Listyo ketika dihubungi Kompas.com, Senin (11/1/2021).
Listyo Sigit menilai, berbagai macam pernyataan yang menyebutnya sebagai calon kapolri pilihan Jokowi tidak berdasar. “Jadi hoaks menurut saya,” ucap Listyo Sigit.
Nama Listyo sebagai calon kuat kapolri setidaknya disebut sejumlah anggota Komisi III DPR, pihak yang akan melakukan uji kepatutan dan kelayakan. Salah satunya adalah anggota Komisi III dari Fraksi PKB Jazilul Fawaid.
Jazilul berpendapat, Jokowi hanya mengirim satu nama calon Kapolri ke DPR melalui surat presiden, dan Listyo menjadi kandidat terkuat.
“Prediksi saya, calon terkuat Pak Listyo Sigit Prabowo tanpa menutup peluang pak Gatot Edy Pramono (Wakapolri) dan lainnya. Semuanya kembali pada ketentuan Allah dan Presiden,” kata Jazilul saat dihubungi, Senin (11/1/2021).
Penjelasan Komjen Pol Listyo Sigit Prabowo di Kasus Red Notice Djoko Tjandra
Melansir tribunnews.com Komjen Pol Listyo Sigit Prabowo merespons soal klaim terdakwa Irjen Napoleon Bonaparte yang membawa namanya dalam persidangan kasus dugaan penghapusan Red Notice Djoko Tjandra.
Listyo menyayangkan sekelas Napoleon yang jenderal bintang dua, mudah saja percaya dengan pengakuan oknum-oknum yang menyeret-nyeret seseorang untuk kepentingan pribadinya.
Seharusnya, kata Listyo, Napoleon mengonfirmasi untuk mencari kebenaran terkait dengan klaim oknum tersebut kepada dirinya.
Pernyataan Napoleon sendiri juga tidak dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dirinya ketika itu.
“Kan dia jenderal bintang dua dan pejabat utama seharusnya yang bersangkutan crosscheck apakah betul TS (Tommy Sumardi) memang dapat restu dari saya. Agak aneh kalau ada orang yang membawa nama kita dan orang itu langsung percaya begitu saja kalau mereka dekat dan mewakili orang itu,” ujar Listyo kepada wartawan di Jakarta, Kamis (26/11/2020).
Menurut Sigit, pernyataan Napoleon dinilai hanya menyesatkan kebenaran yang ada.
Seharunya, kata Listyo, yang bersangkutan fokus untuk menjawab substansi fakta-fakta konstruksi hukum yang ditemukan oleh penyidik Bareskrim Polri. Tapi, hal itu tidak dilakukan oleh Napoleon.
“Pihak TS juga sudah membantah pengakuan dari NB. Kami meyakini Majelis Hakim pasti akan melihat fakta yang sesungguhnya, mana yang suatu kebenaran dan mana hal yang mengada-ada,” ucap Listyo.
Selain itu, kata Listyo, soal penghapusan Red Notice juga bukan kewenangan dari Bareskrim Polri, melainkan memang ranah dari Divisi Hubungan Internasional (Div Hubinter) Polri.
(Red/Lapan6online)