Lapan6Online | Jakarta : Presiden Joko Widodo dalam berbagai kesempatan menekankan bahwa pembangunan Giant Sea Wall (GSW) sebagai bagian dari Proyek National Capital Integrated Coastal Development (NCICD) bisa segera dilaksanakan oleh PJ Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono.
Sinyal Jokowi itu pun langsung disambut dan didukung Ketua MPR RI sekaligus Wakil Ketua Umum Partai Golkar Bambang Soesatyo alias Bamsoet.
Terakhir kali sebagaimana disampaikan Presiden Joko Widodo saat peresmian sodetan Kali Ciliwung pada akhir Januari 2023 lalu, bahwa ancaman banjir di DKI Jakarta masih ada, karenanya pembangunan Giant Sea Wall harus dilaksanakan secepatnya.
Pembangunan GSW mulai serius dicanangkan pada 2014 saat Joko Widodo menjabat Gubernur DKI Jakarta. Giant Sea Wall direncanakan memiliki kedalaman sekitar 15 meter, serta tinggi sekitar 7 meter, panjangnya mencapai 37,356 Km yang membentang di sepanjang Teluk Jakarta. Tujuan utamanya untuk mencegah penetrasi air laut masuk ke daratan, abrasi laut, dan banjir rob, sehingga bisa mencegah banjir di DKI Jakarta. Mengingat sebagian wilayah DKI Jakarta, sekitar 40 persennya, berada dibawah permukaan laut sehingga berpotensi selalu dilanda banjir besar.
“Selain itu, masifnya penggunaan air tanah baik oleh rumah tangga maupun industri, juga semakin membuat turunnya permukaan tanah rata-rata per tahunnya mencapai 7,5-12 Cm. Bahkan, di beberapa daerah bisa mencapai 20 Cm. Keberadaan Giant Sea Wall nantinya juga dapat menampung air dengan jumlah yang cukup banyak, sehingga bisa diolah untuk memenuhi sumber air bersih untuk kebutuhan rumah tangga dan industri. Sebagaimana juga ditekankan Presiden Joko Widodo, walaupun Ibu Kota Negara akan pindah ke Kalimantan Timur, tetapi pembangunan Giant Sea Wall harus tetap dilaksanakan, sebagai upaya agar Jakarta tidak tenggelam,” ujar Bamsoet usai menerima Direktur Van Oord Mr. Peter van der Hulst, di Jakarta, pada Senin (13/02/2023).
Ketua DPR RI ke-20 dan mantan Ketua Komisi III DPR RI bidang Hukum, HAM, dan Keamanan ini menjelaskan, pada saat DKI Jakarta dipimpin Gubernur Basuki Tjahaja Purnama, beliau sudah melakukan kunjungan kerja ke Belanda untuk mempelajari cara Belanda mengatasi banjir. Selain bertemu berbagai pejabat eksekutif, rombongan Gubernur DKI Jakarta juga bertemu dengan jajaran Van Oord untuk saling sharing ilmu dan pengalaman.
“Sebagai negara dengan kondisi geografis daratan yang berada dibawah permukaan laut, Belanda mempunyai banyak pengalaman mengatasi permasalahan yang berhubungan dengan air, terutama penanganan banjir hingga pengelolaan air bersih. Karenanya, tidak salah jika Pemprov DKI Jakarta membangun kerjasama dengan berbagai pihak dari Belanda,” jelas Bamsoet.
Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila dan Kepala Badan Hubungan Penegakan Hukum, Pertahanan dan Keamanan KADIN Indonesia ini menerangkan, kini di bawah kepemimpinan PJ Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono, proyek Giant Sea Wall sedang dalam tahapan pematangan konsep mencakup aspek teknis, lingkungan, sosial, dan pembiayaan.
Melibatkan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Kementerian PUPR, Kementerian LHK, Kementerian Kelautan dan Perikanan, serta berbagai stakeholders terkait lainnya.
“Investasi yang dibutuhkan dalam pembangunan Giant Sea Wall diperkirakan mencapai USD 45 miliar. Selain menggunakan anggaran pusat dan daerah, pembiayaannya juga bisa menggunakan berbagai sumber investasi dari berbagai pihak. Termasuk melalui hibah yang dilakukan negara sahabat ataupun organisasi filantropis dunia,” pungkas Bamsoet.
Segera Dimulai Proyek GSW
Dalam kesempatan lain, Presiden Jokowi memerintahkan Pj Gubernur DKI Jakarta, Heru Budi Hartono agar segera memulai proyek tanggul laut raksasa atau Giant Sea Wall (GSW) di sepanjang pesisir Utara untuk mengatasi banjir rob yang sering terjadi di wilayah tersebut.
Perintah langsung itu disampaikan Presiden Jokowi kepada Gubernur DKI seuai meninjau proyek sodetan Kali Ciliwung, pada Selasa (24/01/2022).
Seperti diketahui, proyek GSW dikerjakan secara bersama oleh Pemerintah Pusat dan Pemprov DKI Jakarta melalui Kementerian PUPR dan Dinas Sumber Daya Air DKI (Dinas SDA) dengan total yang telah terbangun mencapai 33 kilometer. Untuk Kementerian PUPR mendapatkan tugas untuk menyelesaikan sebanyak 11 kilometer dan sisanya dikerjakan oleh Dinas SDA DKI Jakarta.
Sedangkan untuk progres pembangunan GSW per hingga 8 November 2022 sudah terbangun di sebanyak 12 bidang, dengan rincian sebagai berikut:
Marunda sepanjang 1.650 meter, Kalibaru sepanjang 1.591 meter, Kalibaru sepanjang 35 meter, Muara Baru sepanjang 3.833 meter, Muara Baru sepanjang 2.011 meter, PLTU Muara Karang sepanjang 825 meter, PLTU Muara Karang sepanjang 822 meter, PLTU Muara Karang sepanjang 222 meter, Kamal Muara sepanjang 708 meter dan Kalibaru sepanjang 83 meter.
Sementara itu, alam kesempatan lain, Kepala Dinas Sumber Daya Air (SDA) DKI Jakarta, Yusmada Faizal menambahkan, selain mematangkan konsep pembangunan tanggul laut, Pemprov DKI juga sedang membahas pembiayaan untuk membangun tanggul laut itu. Namun, dia belum memberikan proyeksi jumlah anggaran yang diperlukan untuk pembangunan tanggul laut itu.
“Nanti kami bahas dengan Bappeda DKI dan Bappenas mematangkan konsep dan pembiayaan. Saya belum bisa utarakan lagi (pembiayaan),” kata Yusmada.
Dia menjelaskan, Pemprov DKI Jakarta melanjutkan pembangunan 11 kilometer tanggul pantai di pesisir utara Ibu Kota selama tahun jamak pada 2023-2025. Adapun tanggul pantai sepanjang 11 kilometer itu berada di empat klaster yakni Muara Angke, Pantai Mutiara, Ancol Barat dan Kali Blencong.
Dari empat klaster itu, kata dia, untuk sementara ini disiapkan anggaran pembangunan tanggul pantai sebesar Rp595 miliar untuk klaster Ancol Barat, sebagian wilayah Muara Angke dan Kali Blencong.
Yusmada menambahkan, anggaran itu untuk pembangunan tanggul dan tidak ada untuk pembebasan lahan karena berada di area pantai.
Saat ini, kata dia, masih menyisakan 33 kilometer pembangunan tanggul pantai yang dikerjakan bersama dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
GSW Atasi Banjir Rob 100 Tahun
Menurut keterangan yang dihimpun Teropongnews.com, Pemprov DKI Jakarta kini tengah matangkan konsep pembangunan tanggul laut raksasa (GSW) agar Ibu Kota terbebas dari banjir rob selama 100 tahun.
“Kami tajamkan lagi konsepnya seperti apa, sekali lagi itu kami serahkan kepada Bappenas. Kalau mau aman Jakarta seterusnya sampai 100 tahun kita harus bisa bangun tanggul giant sea wall (dan) tanggul pantai,” kata Penjabat Gubernur DKI Heru Budi Hartono setelah memimpin rapat yang membahas tanggul National Capital Integrated Coastal Development (NCICD) di Balai Kota Jakarta, pada Selasa lalu.
Menurut Heru, rencana membangun tanggul laut raksasa mengalami dinamika konsep yang dibahas sejak 2007 hingga 2020. Konsep yang dibahas pada 2020 itu kembali akan dimatangkan antara Pemprov DKI dan pemerintah pusat.
“Tanggul lautnya akan bagaimana konsepnya, mengenai nanti boleh dibangun di belakang tanggul itu, konsep tata ruangnya itu bagaimana, saya serahkan ke pemerintah pusat,” jelas Heru.
“Mengenai tanggul, saya sudah sampaikan ada 22,5 Km; yang 11 Km adalah kewenangan Pemda. Pemda itu baru 0,5 Km plus 2022 ini kan nambah 1,59 Km,” kata Heru Budi di Graha BNPB, Jakarta Timur, Selasav (07/02/2023) pekan lalu.
Pemprov DKI, kata Heru, tengah melakukan pembangunan GSW yang ditargetkan berlangsung hingga 2027. Sehingga, tentunya tadi seperti kebocoran, bukan bocor tapi memang ada posisi-posisi yang rawan memang belum ditanggul. Intinya, pembangunan tanggul laut raksasa tetap berlanjut. Karena itu merupakan proyek jangka panjang penanggulangan banjir Jakarta. Proyek itu dikerjakan bersama Kementerian PUPR dan Pemprov DKI Jakarta hingga tiga tahun ke depan.
“Kami sudah koordinasi dengan Bappenas, Kementerian Perikanan, mungkin dalam tahap proses pematangan perencanaan,” kata Heru.
Pj Gubernur DKI Jakarta, Heru Budi Hartono merespons juga soal anggaran mega proyek GSW, mengingat pemerintah sedang berupaya memindahkan ibu kota negara dari Jakarta ke Kalimantan Timur.
“Mungkin bisa kita cari dari berbagai pihak, termasuk kewajiban-kewajiban para pengembang yang memang ingin melakukan reklamasi dan lain-lain, bersama-sama mungkin dengan pemerintah pusat,” kata dia.
Ada Apa dengan Proyek Reklamasi?
Sementara itu, sejak diresmikan peletakan batu pertama mega proyek Giant Sea Wall (GSW) di pantai Utara Jakarta pada tahun 2014, sempat mendapat reaksi dari aktivis lingkungan hidup.
Konon, proyek GSW ini diklaim mampu mengatasi masalah banjir di Ibukota dan wilayah penyangga. Namun di sisi lain, proyek tersebut dikhawatirkan hanya kamuflase agar pihak swasta mudah mengembangkan proyek reklamasi Pantai Utara (Pantura) Jakarta.
Direktur Eksekutif Komite Penghapusan Bensi Bertimbak (KPBB), Ahmad Safrudin, di tengarai pernah menyoroti perizinan yang belum lengkap pada waktu itu. Bahkan, mensinyalir bahwa mega proyek tersebut hanya akal-akalan pihak swasta yang hendak mengembangkan proyek reklamasi.
Kekhawatiran itu disampaikan apabila proyek bendungan raksasa tersebut selesai dibangun pemerintah, maka pihak swasta akan lebih mudah untuk membangun perluasan reklamasi.
Lebih lanjut diungkapkan Ahmad Safrudin yang akrab disapa Pupu, seperti dilansir dari greeners.co, bahwa di wilayah mega proyek GSW tersebut nantinya akan dibangun Waterfront City lengkap dengan kondominium, kawasan komersial dan pusat hiburan.
Proyek GSW, lanjut Pupu, hanya akan menyelesaikan 8 persen banjir dari DKI Jakarta, terutama saat air pasang pada bulan purnama dan itu pun hanya sebatas wilayah Jakarta Utara saja. Sementara 92 persen kawasan yang terlanda banjir meliputi Jakarta Selatan, Jakarta Barat dan Jakarta Timur.
Sedangkan untuk membangun proyek GSW, diprediksi bisa menyedot biaya Rp 500 triliun. Dan itu pun hanya menyelesaikan masalah banjir rob hanya 8 persen di wilayah Jakarta saja. (*Kop/MasTe/Lpn6).
*Media Partner : teropongnews.com