Penunjukan Prof Ilham Oetama Marsis saat masih menjabat Wakil Ketua Umum IDI 2012-2015 tidak dipermasalahkan rangkap jabatan sehingga diangkat oleh Presiden RI menjadi Anggota KKI.
Jakarta, Lapan6online.com : Prof Ilham Oetama Marsis diberhentikan dari keanggotaan Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi). Alasannya, Prof Ilham Oetama Marsis rangkap jabatan dengan Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) 2015-2018.
Pemberhentian Prof Ilham Oetama Marsis lewat Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 8/M Tahun 2018 pada 7 Februari 2018. Prof Ilham Oetama Marsis tidak terima dan menggugat Jokowi ke PTUN Jakarta.
Berikut dalil-dalil hukum Prof Ilham Oetama Marsis yang dikutip dari Detik.com hasil putusan PTUN Jakarta, Selasa (29/10/2019):
1. Prof Ilham Oetama Marsis diangkat menjadi anggota KKI 2014-2019 pada 26 Mei 2014 lewat Keputusan Presiden Nomor 74/M Tahun 2014.
2. Muktamar IDI ke-28 menunjuk Prof Ilham Oetama Marsis selaku Ketua Umum Pengurus Besar IDI 2015-2018 dan menunjuk menjadi anggota KKI.
3. Pada 17 Oktober 2017, Menteri Kesehatan mengeluarkan surat yang menyatakan Prof Ilham Oetama Marsis telah rangkap jabatan dan harus diganti.
4. Tidak ada usulan tertulis dari Pimpinan KKI soal penggantian Prof Ilham Oetama Marsis. Usulan ini tertuag dalam Perkonsil Nomor 1 Tahun 2011.
5. Menkes Nila Farid Moeloek mengirim surat ke PB IDI mengirimkan nama PAW Prof Ilham Oetama Marsis. Menurut Prof Ilham Oetama Marsis, hal itu tidak bisa dilakukan karena sisa masa bakti kurang dari 18 bulan.
6. Pemberhentian anggota KKI diatur secara limitatif dalam Pasal 15 ayat 1 Perpres Nomor 35 Tahun 2018. Prof Ilham Oetama Marsis menilai dirinya tidak masuk kualifikasi yang bisa diberhentikan berdasarkan aturan itu.
7. Prof Ilham Oetama Marsis tidak ada menjabat struktural dan/atau jabatan lainnya di instansi atau lembaga negara, pemerintah, pemda dan/atau swasta. IDI bukan lembaga negara, pemerintah,pemda dan/atau swasta, sehingga tidak ada kualitas rangkap jabatan lain.
8. Prof Ilham Oetama Marsis adalah anggota KKI unsur IDI, sehingga Menkes tidak berhak mengusulkan pemberhentian.
9. Penunjukan Prof Ilham Oetama Marsis saat masih menjabat Wakil Ketua Umum IDI 2012-2015 tidak dipermasalahkan rangkap jabatan sehingga diangkat oleh Presiden RI menjadi Anggota KKI.
10. Ketua Umum PB IDI sudah lazim menjadi anggota KKI, contohnya Ketua Umum IDI 2003-2006 Prof Farid Anfasa jadi anggota KKI 2005-2008. Demikian juga Ketua Umum IDI 2006-2009 Dr Fachmi Idris menjadi anggota KKI 2009-2014.
Atas dalil di atas, Jokowi menugaskan Jaksa Agung HM Prasetyo untuk melawan Prof Ilham Oetama Marsis di PTUN Jakarta. Berikut jawabannya:
1. Pasal 4 ayat 1 UUD 1945 menyatakan Presiden RI memegang kekuasaan pemerintahan menurut UUD.
2. Kemenkes sudah koordinasi dengan Kementerian PAN RB. Presiden menyatakan Prof Ilham Oetama Marsis sudah tidak lagi memenuhi Pasal 18 UU Nomor 29 Tahun 2004. (Melepaskan jabatan struktural dan/atau jabatan lainnya pada saat diangkat dan selama menjadi anggota KKI).
3. Putusan MK Nomor 10/PUU-XV/2017 yang memutuskan Ketua Umum IDI seyogyanya tidak menjadi anggota KKI.
4. Rangkap jabatan (Ketua Umum PBB IDI dengan anggota KKI) menimbulkan potensi benturan kepentingan antara IDI dan KKI.
Pada 22 November 2018, PTUN Jakarta memenangkan Prof Ilham Oetama Marsis dengan membatalkan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 8/M Tahun 2018 itu.
“Putusan MK Nomor 10/PUU-XV/2017, bahwa norma baru tidak boleh berlaku surut, kecuali norma baru pada kejahatan terorisme,” ujar majelis PTUN Jakarta yang diketuai Sutiyono dengan anggota Joko Setiono dan Bagus Darmawan.
Menurut PTUN Jakarta, tindakan Jokowi memberhentikan Prof Ilham Oetama Marsis telah sewenang-wenang. Karena menurut UU Praktik Kedokteran, anggota KKI berhenti atau diberhentikan sebagaimana dalam kasus Prof Ilham Oetama Marsis.
“Maka tidak satu pun alasan pemberhentian Prof Ilham Oetama Marsis masuk kriteria atau klasifikasi pemberhentian sebagimana diatur Pasal 19 UU Praktik Kedokteran, jo Pasal 15 ayat 1 Perpres Nomor 35 Tahun 2008,” ujar majelis PTUN Jakarta dengan bulat.
Namun Jokowi tidak terima dan mengajukan banding. Pada 9 Mei 2019, Pengadilan Tinggu TUN (PT TUN) Jakarta membalik keadaan. Majelis yang diketuai Sugiya dengan anggota Nurnaeni Manurung dan Ketut Rasmen Suta menolak gugatan Prof Ilham Oetama Marsis dan memenangkan Jokowi.
Giliran Prof Ilham Oetama Marsis yang tidak terima dan mengajukan kasasi. Tapi MA menolak gugatan itu. Perkara Nomor 481 K/TUN/2019 itu diketok oleh ketua majelis Yulius dengan anggota Hary Djatmiko dan Yosran. Putusan itu diucapkan dalam sidang tertutup pada 14 Oktober 2019. (*)