Jakarta, Lapan6Online.com : Kematian tahanan yang paling banyak dipublikasikan terjadi di “Lubang Garam”, sebuah penjara rahasia CIA, di Afghanistan, di mana Gul Rahman meninggal karena hipotermia setelah ditelanjangi dan dirantai ke dinding dalam suhu yang hampir beku.
Penyalahgunaan tahanan, yang sering diculik dari negara ketiga dalam praktik yang dikenal sebagai “rendisi luar biasa”, merajalela di banyak penjara rahasia AS di seluruh dunia, termasuk Pusat Detensi Hijau di Thailand, yang dijalankan oleh Gina Haspel pada akhir 2002.
Tahanan di penjara rahasia digantung dengan rantai dari langit-langit selama berhari-hari, dimasukkan ke dalam kotak, dilarang tidur, dibelenggu telanjang dalam suhu dingin dan menjadi sasaran eksekusi palsu. Sebelum kedatangan Haspel, para penyiksa CIA di Pusat Detensi Hijau melakukan waterboarding pada seorang pria yang salah, seorang pria kooperatif, 83 kali dalam sebulan. Selain mengawasi Pusat Detensi Hijau, Haspel juga memainkan peran kunci dalam penghancuran rekaman sesi penyiksaan CIA.
Sejumlah negara sekutu AS dan juga beberapa diktator paling terkenal di dunia, termasuk Bashar al-Assad di Suriah, Muammar Gaddafi di Libya dan para Mullah Iran, bekerja sama dengan program rendisi CIA. AS juga menyerahkan penyiksaan dan interogasi dengan mengirim korban penculikan ke negara-negara ini dan negara-negara lain mengetahui bahwa mereka akan disiksa, serta dengan mengizinkan agen dari beberapa negara pelanggar hak asasi manusia terburuk di dunia, termasuk China, Uzbekistan, Arab Saudi dan Libya, untuk menginterogasi dan bahkan ikut menyiksa tahanan di Guantánamo.
Kekebalan Bush Telah Memberi Peluang Bagi Trump
Ada harapan luas bahwa pemilihan Barack Obama, yang berjanji untuk mengakhiri dan menyelidiki penyiksaan, akan mengantarkan AS pada masa keadilan dan transparansi. Namun, Obama, yang menjelaskan bahwa ia ingin “fokus melihat ke depan daripada melihat ke belakang,” telah gagal untuk mengadili atau bahkan menyelidiki kebijakan dan tindakan pejabat Bush yang berwenang dan membenarkan penyiksaan.
Ia juga secara aktif melindungi mereka dari tuntutan penegakan hukum atas kejahatan mereka. Obama juga menolak untuk mempublikasikan laporan Senat pada tahun 2014, yang merinci pelecehan brutal, bahkan mematikan, terhadap para tahanan oleh agen CIA, dan penyiksaan berlanjut di Guantanamo dan tempat lain di bawah pengawasannya meskipun ada perintah eksekutif awal yang melarangnya.
Dalam arti yang sangat nyata, keputusan Obama untuk “melihat ke depan” telah mengatur panggung bagi Presiden Trump untuk melihat dan mencontoh ke belakang, ke kedalaman paling gelap dari masa lalu AS dan secara terbuka menyetujui penggunaan metode siksaan, yang dia lakukan pada masa kampanye tahun 2016, ketika dia bersumpah untuk “membawa kembali hal yang jauh lebih buruk daripada waterboarding”dan selama masa kepresidenannya, dia menominasikan dua orang pendukung penyiksaan untuk mengepalai CIA.
Namun, tidak seperti lonjakan korban sipil akibat janji Trump untuk “membasmi habis-habisan” militan IS dan membunuh keluarga, hari ini belum ada laporan lonjakan dalam penyiksaan di bawah pemerintahan saat ini. Namun demikian, ada tuduhan lanjutan tentang penyiksaan tahanan di Teluk Guatánamo.
Ada juga kasus-kasus pelecehan yang terdokumentasi dengan baik, termasuk kejahatan seks yang tersebar luas, di penjara, banyak dari mereka mencari keuntungan, menahan imigran dan pencari suaka yang sering merana di balik jeruji besi selama bertahun-tahun karena kasus mereka hanya berjalan lambat perlahan-lahan melalui sistem. Sementara itu, kurungan isolasi digunakan untuk menghukum dan menghancurkan mental narapidana, termasuk anak-anak, di penjara dan fasilitas tahanan di seluruh Amerika.
Kembali ke Zaman Kegelapan?
Sampai hari ini, tidak seorang pun pejabat pemerintah, militer, atau intelijen AS yang merancang, mengesahkan, mengawasi, atau menerapkan penyiksaan selama puluhan tahun di Amerika telah dibawa ke pengadilan atau bahkan secara kriminal diselidiki untuk tuduhan pelanggaran hukum domestik dan internasional yang sangat jelas. Orang-orang Amerika tampaknya tidak peduli.
Sebuah survei Palang Merah Internasional pada tahun 2016 menemukan bahwa hampir separuh orang Amerika percaya bahwa menyiksa pejuang musuh untuk mendapatkan informasi penting adalah hal yang bisa diterima. Padahal anggapan tersebut tidak relevan dengan fakta bahwa para veteran militer dan intelijen, serta laporan penyiksaan Senat, setuju bahwa penyiksaan tidak berhasil dan menghasilkan informasi yang tidak dapat diandalkan.
Pejabat pemerintahan tertinggi hingga media arus utama masih enggan atau menolak untuk mengatakan atau mengungkapkan perihal penyiksaan ke hadapan publik yang masih menerima penyiksaan meskipun biadaban dan tidak efisien, di mana penyanggahan adalah perintah mutlak hari ini untuk menghadapi sejarah penyiksaan yang dilakukan Amerika.
Kegagalan AS untuk secara jujur memeriksa perbuatan terjahatnya akan meningkatkan potensi dari pengulangan terus menerus, sebuah kemungkinan mengerikan yang tampaknya lebih mungkin daripada sebelumnya mengingat pilihan Trump terhadap Gina Haspel, seseorang yang dituduh melakukan penyiksaan demi kepuasan menyiksa, dan ia terlihat menikmatinya. (*)
*Penulis: Brett Wilkins adalah editor-at-large untuk berita AS di Digital Journal. Berbasis di San Francisco, karyanya mencakup isu-isu keadilan sosial, hak asasi manusia dan perang dan perdamaian. Sumber Publis counterpunch / saraamedia.org,
Editor : Red/Lapan6online.com.