Kepala Desa Pusing, Data Bansos Covid-19 “Berantakan”

0
106
Bansos. (Foto ilustrasi)

Jakarta, Lapan6online.com : Bantuan sosial (Bansos) yang dibagikan pemerintah untuk masyarakat yang terdampak wabah corona membuat ‘mumet’ Kepala Desa. Pasalnya data yang diberikan pemerintah berbeda dengan data yang dimilki oleh mereka. Alhasil, para kepala desa ini pun khawatir bakal dapat protes dari warga.

Saking pusingnya, belum lama ini, seorang Kepala Desa bernama Taufik Guntur Romli di sebuah desa di Sukabumi memberikan surat terbuka kepada Presiden Jokowi yang kemudian viral di media sosial.

Tidak lama, menyusul seorang Kepala Desa di Kabupaten Subang juga melakukan hal yang sama dengan video yang viral tentang surat terbukanya kepada Presiden Republik Indonesia.

Seperti dilansir situs politik RMOL.id, carut marutnya data bantuan sosial (Bansos) yang dibagikan pemerintah untuk masyarakat menjadi persoalan baru di tengah pandemik ini.

Mulai dari data ganda dengan DTKS hingga persoalan penerima bantuan yang tidak tepat sasaran, bikin pusing dan geram sejumlah kepala desa di Kabupaten Purwakarta.

Seperti yang dialami Kepala Desa Pasir Munjul, Kecamatan Sukatani, Muhamad Hilman Nurzaman. Dia dibuat pusing dengan data ganda penerima bantuan yang terjadi di wilayahnya.

“Di desa saya hanya 29 KK (kepala keluarga) yang dapat bantuan, tapi pusingnya bikin kepala mau pecah. Beberapa ada data ganda dengan penerima bantuan program PKH. Sementara bantuan tidak bisa dialihkan,” kata Hilman kepada Kantor Berita RMOLJabar, Selasa (28/4/2020).

Menurutnya, pendataan yang selama ini dirapatkan oleh RT, RW berbeda dengan data yang dimiliki Pemerintah Provinsi.

Terpisah, Kepala Desa Cianting Kecamatan Sukatani, Abah Adang lain lagi persoalan. Tak satupun warganya yang mendapatkan bantuan dampak Covid-19 yang digembar-gemborkan Gubernur Ridwan Kamil.

“Di Kecamatan Sukatani hanya lima desa yang terima bantuan dari provinsi, desa Cianting tidak dapat. Warga pada nanyain ke Abah, bikin lieur,” ujarnya.

Menurutnya, Kepala Desa sebagai unit politik paling dasar sedang menghadapi persoalan pelik karena data yang tidak valid dapat menimbulkan kecemburuan sosial di tengah masyarakat.

“Harusnya, data dari desa menjadi acuan dalam proses siapa yang perlu mendapat bantuan atau tidak,” kata Abah Adang.

Sejauh ini, belum ada tanggapan dari pemerintah pusat maupun pemerintah provinsi untuk mengatasi soal data bansos yang dinilai masih “brantakan” ini.

(*/RedHuge/Lapan6online)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini