Lapan6Online | JAKARTA : Banyak tokoh nasional dan ekonom menentang keras masuknya tenaga kerja asing asal China yang bekerja di Indonesia yang disebut-sebut memiliki gaji lebih besar dari tenaga kerja pribumi. Terlebih mereka masuk saat banyaknya PHK massal dan pengangguran di Indonesia.
Terkait dengan upah TKA China itu, Ekonom senior yang juga pengamat politik nasional, Faisal Basri membongkar pendapatan bulanan yang diterima TKA China.
Faisal bahkan memastikan, untuk pekerjaan yang terbilang ringan, gajinya bisa tembus puluhan juta rupiah.
Diketahui, saat pandemi pecah beberapa bulan lalu, pemerintah membuka gerbang untuk TKA China masuk ke Indonesia. Kala itu, banyak masyarakat yang geram dan mengaku tak setuju. Sebab, selain membawa virus dari luar, mereka dikhawatirkan mengambil mata pencaharian penduduk lokal.
Namun, pemerintah beralasan, masuknya TKA China ke Indonesia telah melalui berbagai pertimbangan matang. Lagipula, mereka masuk ke Tanah Air sebagai tenaga ahli, bukan pekerja lapangan dan lainnya.
Meski demikian, pernyataan tersebut langsung ditepis Faisal Basri. Menurutnya, ada banyak TKA China di Indonesia yang mengisi jabatan sebagai koki, sopir truk, dan operator pabrik. Bedanya, mereka mendapat bayaran lebih tinggi, yakni mencapai Rp54 juta atau 12 kali lebih banyak dari UMR Jakarta.
“Apakah mereka tenaga ahli? Ya tidak. Jabatan mereka koki, pengemudi ekskavator, truk derek, forklift, manajer gudang, ahli statistik, montir, dan operator. Gaji mereka itu Rp17 juta sampai Rp54 juta,” ujarnya pada program ‘Waspada Kerugian Negara dalam Investasi Pertambangan’, dikutip dari Hops.id, Jumat 15 Oktober 2021.
“Jadi omong kosong yang dikatakan Pak Luhut (Menko Marves) itu (Mendatangkan) tenaga ahli kita belum sanggup, gak punya. Ada tenaga ahlinya, tapi sebagian besar adalah yang begini-begini,” tambahnya.
Selain itu, Faisal Basri juga mengungkap, jumlah TKA China yang datang sebetulnya lebih banyak dari yang diketahui masyarakat. Bahkan, selama setahun terakhir, sudah ada 19 ribu orang yang masuk ke Indonesia.
“Sebagian besar mereka tidak pakai visa pekerja. Tidak bayar iuran yang 100 dolar dan macam-macam itu. Tentu saja kalau (pakai) visa turis, ya tidak dikenakan pajak atas pendapatannya,” kata Faisal. [*/REDKBB]