OPINI | HUKUM | POLITIK
“Sekularisme telah merasuki banyak kebijakan negara, memperkuat gelombang kerusakan yang menghantam martabat manusia,”
Oleh : Selvi Safitri
KASUS pelecehan seksual yang menimpa sejumlah mahasiswa Universitas Negeri Semarang ( Unnes ) kembali menunjukkan lemahnya penanganan kekerasan seksual di institusi pendidikan. Viral dimedia sosial, kasus ini mencuat setelah akun @hannaibana membagikan keluhannya terkait lambannya penanganan oleh kampus, meski telah bergulir sejak November 2024 dan ditangani Satgas PPKS sejak Desember. ( Detik.com 24 -2-2025 )
Merespon kasus pelecehan seksual oleh dosen terhadap sejumlah mahasiswa di PTN, pengamat isu perempuan, keluarga, dan generasi, Dr. Arum Harjanti, menilai kejadian ini sebagai rusaknya moral dalam dunia akademik. “ Sungguh memperihatinkan, kejahatan menjijikkan ini dilakukan oleh seorang dosen, sosok yang seharusnya menjadi teladan dan pelindung bagi mahasiswanya “ ujarnya.
Menurut nya, ini adalah bukti bahwa kecerdasan akademik tak menjamin bersihnya akhlak. Bahkan tak jarang justru posisi dan kuasa disalahgunakan untuk memenuhi hasrat pribadi. ( MNews, Ahad ( 26-2-2023 ) ).
Perilaku seperti ini tidak hanya merusak korban secara mental, tapi juga merusak nama baik lembaga pendidikan tempat mereka bernaung, “ tegasnya. Ia menilai, ketika batas- batas moral diabaikan, dan nilai agama dikesampingkan, maka yang tersisa adalah ruang belajar yang kehilangan rasa aman.
Maka bisa ditekankan bahwa pelecehan seksual adalah buah dari orientasi hidup yang salah, mengutamakan kepuasan jasmani diatas nilai-nilai kemanusiaan dan akhlak “ inilah akibat jika agama tak dijadikan pijakan dalam bertindak. Sekali kuasa disalahgunakan, yang lahir yang lahir adalah luka, trauma, dan hilangnya kepercayaan, “ pungkasnya.
Disisi lain, Dr, Harum Harjanti menyoroti bahwa kasus ini menjadi cerminan rusaknya sistem pendidikan, baik dilembaga formal maupun dilingkungan keluarga. “ Pendidikan seharusnya menjadi proses pembentukan karakter yang panjang dan menyeluruh, melibatkan peran besar dari sekolah dan keluarga “ ujarnya.
Menurutnya, pengaruh sekularisme telah melemahkan pondasi kepribadian generasi muda. Pendidikan dasar dan menengah yang seharusnya membentuk akhlak justru gagal memberi bekal moral yang kokoh. “ kalaupun ada nilai-nilai kebaikan sejak dini, arus kehidupan yang menjauh dari nilai agama lebih kuat dalam merusaknya “ tambahnya.
Ia mengkritisi pendidikan saat ini yang kurang menempatkan agama sebagai inti pembentukan karakter, hingga akhlak mudah tergeser. “ Program revolusi mental pun nyatanya belum mampu melahirkan generasi yang benar-benar berkepribadian mulia, “ tegasnya.
Lebih lanjut, Dr Arum mengatakan bahwa sekularisme telah merasuki banyak kebijakan negara, memperkuat gelombang kerusakan yang menghantam martabat manusia. Sementara itu, media dengan bebas menampilkan konten yang merusak, dan ajaran agama justru sering dianggap sebagai sumber perpecahan.
Ia menegaskan, kondisi ini harus harus jadi peringatan serius. “ kita sedang menghadapi darurat moral generasi muda. Kalau keadaan ini terus dibiarkan, bagaimana nasib Indonesia ke depan ? Impian tentang Indonesia Emas 2045 bisa jadi hanya tinggal wacana “ pungkasnya prihatin.
Dr. Arum menilai, kondisi generasi saat ini jauh berbeda dengan generasi pada masa kejayaan peradaban islam. Dulu, banyak pemuda bertaqwa dan berprestasi seperti Ali bin Abi Thalib, Mushab bin Umair, hingga Muhammad al-Fatih. Tak hanya laki-laki, banyak muslimah hebat juga lahir dari peradaban islam, seperti Fatimah binti Rasulualllah, Rufayda Al- Aslamiyyah, hingga Zaynab binti Ahmad.
Menurutnya, hal ini terjadi karena islam dijadikan sebagai dasar kehidupan, baik oleh individu, masyarakat, maupun negara. Ketakwaan menjadi benteng moral, dan suasana kehidupan yang dibangun pun mendorong generasi tumbuh dalam kebaikan.
Ia menegaskan, hanya penerapan islam secara menyeluruh yang mampu melahirkan generasi tangguh dan bermartabat. “ Khilafah islamiyah adalah sistem yang mampu melahirkan generasi tangguh dan bermartabat. “ Khilafah Islamiyah adalah sistem yang akan menjamin hal ini, karena hanya dengan itulah syariat diterapkan secara utuh,” pungkasnya. (**)
*Penulis Adalah Mahasiswa Sastra Jepang USU
Disclaimer :
Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan Lapan6Online.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi Lapan6Online.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.