Lapan6online.com : Kisah pengkhianatan seorang tentara terhadap negaranya kerap menghiasi lembaran hitam sejarah bangsa-bangsa besar di dunia. Salah satunya adalah pembajakan pesawat MiG-29 paling dramatis yang dilakukan pilot di era Soviet bernama Aleksandr Zuev.
Melansir situs Russia Beyond dalam artikel yang ditulis oleh Fauzan Al Rasyid, dikisahkan tiga dekade lalu, jet tempur MiG-29 Soviet berhasil dibawa kabur ke Turki.
Bersimbah darah, Kapten Aleksandr Zuev keluar dari kokpit dan berusaha mencari “pertolongan”. Itulah peristiwa pelarian paling menghebohkan sepanjang sejarah Uni Soviet.
Pada 1982, Alexander Zuev lulus dari Akademi Pilot Militer Bendera Merah Armavir. Zuev adalah seorang pilot yang berbakat. Setelah menerbangkan MiG-23M, Zuev termasuk salah satu pilot pertama yang dipindahkan untuk menerbangkan pesawat MiG-29.
Meski karier profesionalnya terbilang cemerlang, sang pilot dihantui masalah pribadi. Kehidupan rumah tangga Zuev mulai tidak harmonis. Ia sering bertengkar dengan istrinya yang merupakan putri seorang pejabat tinggi angkatan udara. Tak hanya itu, alkohol membuat kehidupannya makin rumit. Namun, otoritas militer enggan memberhentikan sang pilot sekalipun Zuev pernah mengajukan pengunduran diri.
Dalam memoarnya, ia mengungkap bahwa satu-satunya alasan yang membuatnya nekat kabur dari Uni Soviet semata-mata karena kekecewaan terhadap sistem negara itu sendiri, bukan karena beban dan masalah yang ia hadapi.
Rekan-rekan Zuev mengenang bahwa sang pilot sering mengungkapkan ketertarikannya pada kehidupan di Barat. Dia bahkan menyarankan supaya teman-temannya membajak dua pesawat dan melarikan diri, tetapi hal itu tentu tak ditanggapi serius.
Pada 20 Mei 1989, Zuev, yang kala itu berusia 27 tahun, ditugaskan di Pangkalan Udara Senaki, Georgia. Suatu hari, dia memberi tahu rekan-rekannya bahwa anaknya telah lahir. Sebetulnya, ia berbohong: istrinya masih hamil. Zuev menghampiri teman-temannya dengan membawa kue buatan sendiri. Kue itu ternyata mengandung obat tidur. Ketika teman-temannya tertidur, sang pilot mulai menjalankan rencananya.
Pertama, dia memotong kabel alarm dan komunikasi. Kemudian, dia bergegas menuju pesawat. Seorang penjaga wajib memergokinya dan berusaha menghentikannya. Akibatnya, perkelahian pun tak terelakkan. Keduanya bahkan terlibat baku tembak. Zuev melukai sang prajurit dan melompat ke dalam kokpit. Setengah sadar, si penjaga berhasil menembakkan beberapa peluru ke arah Zuev hingga melukai lengan dan kepalanya. Meski terluka, Zuev berhasil menerbangkan MiG-29 ke udara. Ia kabur ke Turki.
Ketika mendarat di Trabzon, Turki, Zuev menyebut dirinya sebagai warga AS dengan harapan dapat bertemu langsung dengan staf Konsulat AS. Amerika segera mengetahui hal ini. Namun, negara itu tak punya waktu untuk mengambil keuntungan dari situasi ini dan mempelajari teknologi baru Soviet. Sementara, Turki tak mau merusak hubungan dengan Uni Soviet dan segera mengirim pesawat itu pulang.
Zuev kemudian menjalani pengadilan di Turki dan dibebaskan. Ia kemudian diberi suaka politik di Amerika Serikat. Di sana, sang pilot menulis memoar pelariannya dan menjadi konsultan militer. Ia bertugas menguji peralatan-peralatan Soviet.
Namun, kehidupan di Barat yang ia idam-idamkan ternyata tak berlangsung lama. Pada usia 39, Zuev tewas dalam kecelakaan pesawat. Saat itu, ia tengah menerbangkan pesawat latih Yak-52 Soviet di Seattle. Kabarnya, ia tewas bukan karena kecelakaan. Meski begitu, desas-desus tersebut tak pernah terkonfirmasi.
(*/RedHuge/Lapan6online)