“Program dilakukan sebagai upaya pencegahan kematian ibu dan anak, pendampingan tumbuh kembang bayi balita serta upaya lain dalam mendukung tercapainya goal SDGs no. 2 dan 3 terkait Nol kelaparan dan hidup sehat sejahtera”
Jakarta, Lapan6online.com : Puluhan nyawa anak melayang sejak September hingga Desember 2017 akibat gizi buruk dan campak di Papua. Bantuan yang digulirkan pemerintah seolah tidak mampu menangani perbaikan kesehatan masyarakat Papua. Peristiwa yang dikategorikan Kejadian Luar Biasa (KLB) ini terus memakan Korban. Bukan tanpa bahasan, jauh-jauh hari dunia internasional telah berkomitmen untuk memberantas kemiskinan, kelaparan, dan pemerataan kesehatan.
Poin tersebut tertuang dalam tujuan pertama dan kedua sustainable Development Goals (SDGS). Kejadian Luar yang melanda Kabupaten Asmat pada akhir tahun 2017 hingga awal tahun 2018 ini seakan membuka wajah yang sebenarnya Bumi Papua, yang menyita perhatian dunia.
Dompet Dhuafa bersama divisi dan organ yang ada di bawahnya terutama kesehatan pun tidak tinggal diam. Bersama-sama, pemerintah pusat dan daerah bersinergi mengurangi dan mencegah dampak KLB tersebut meluas dan terulang di kemudian hari.
Demikian gambaran yang tertera dalam buku yang diluncurkan oleh Dompet Dhuafa dalam tema ‘Duka Asmat Belum Berlalu’, melalui buku karya Dhihram Tenrisau berjudul “Asmat Mutiara Timur yang Tersisih”.
Diketahui, meski status KLB telah dicabut Februari 2018, namun pemerintah masih diperlukan untuk melakukan pendampingan keluarga. Dan untuk membantu pemerintah, tentu dibutuhkan peran serta masyarakat dalam hal ini Dompet Dhuafa untuk melakukan pendampingan Suku Asmat.
“Dompet Dhuafa bersama gerakan kesehatan bertumpu pada pilar pelayanan kesehatan yang berkualitas. Pembelaan dalam bentuk pendampingan terhadap akses jaminan kesehatan nasional dan pemberdayaan kesehatan masyarakat dengan upaya aktivasi UKBM berbasis Pos Sehat,” ujar General Manager Kesehatan Dompet Dhuafa dr. Yeni Purnamasari, MKM di Hotel 88 Tendean, Jakarta Selatan, Jumat (1/11/2019).
Ada juga program yang dinamakan JKIA (Jaring Kesehatan Ibu dan Anak) dan SNGs (Saving Next Generation Institute) dengan memberdayakan kader dan komunitas di masyarakat Asmat. Program-program ini dijalankan bersama Kementerian Kesehatan, Dinas Kesehatan, Puskesmas wilayah porgram dan seluruh stakeholder, PKK, organisasi masyarakat, mitra perusahaan, NGO hingga LSM.
“Program dilakukan sebagai upaya pencegahan kematian ibu dan anak, pendampingan tumbuh kembang bayi balita serta upaya lain dalam mendukung tercapainya goal SDGs no. 2 dan 3 terkait Nol kelaparan dan hidup sehat sejahtera”, tutur dr. Yeni.
Meski status KLB Gizi Buruk di Asmat telah dicabut, ini harus menjadi pembelajaran penting, karena saat ini menurut dr. Yeni Indonesia masih mengalami beban ganda malnutrisi pada anak.
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan 2018 menunjukkan 17,7 persen bayi usia di bawah 5 tahun (balita) masih mengalami masalah gizi. Angka tersebut terdiri atas balita yang mengalami gizi buruk sebesar 3,9 persen dan yang menderita gizi kurang sebesar 13,8 persen.
Sekedar informasi saat KLB gizi buruk di Asmat tercatat korban meninggal mencapai 72 anak-anak, yakni 66 karena campak, dan 6 karena gizi buruk.
(Red-Lapan6online.com)