OPINI | POLITIK
“Kapitalistik-Sekularistik-Liberalistik menjajah generasi muda saat ini
Paparan media elektronik dengan tayangan tak terbatas yang mengepung para generasi muda saat ini sebenarnya merupakan implementasi nilai serta cara pandang sekular-liberal yang kapitalistik,”
Oleh : Reno Pratiwi,
SAAT ini masyarakat Indonesia semakin sering disuguhkan berita tentang kasus-kasus yang terkait dengan mental health, baik berupa kasus depresi di berbagai kalangan, mulai dari ibu rumah tangga hingga pelajar/akademisi, trend menyakiti diri sendiri (self harm), ataupun bunuh diri dengan berbagai modusnya.
Berita terbaru yang cukup mengagetkan sekaligus miris adalah tentang kasus bunuh diri mahasiswa UI tepat dua hari sebelum hari wisudanya. Beberapa minggu sebelumnya, masyarakat geger dengan trend self harming kalangan pelajar di Bengkulu dan beberapa wilayah lainnya. Dikabarkan para pelajar ini terinspirasi dari tayangan di tiktok yang memang kita ketahui seringkali memberikan ide-ide ‘nyeleneh’ bagi pemirsanya.
Fenomena yang muncul kian marak di tengah masyarakat ini tentu bukan sesuatu yang begitu saja terjadi. Perilaku dan kondisi mental generasi muda yang kian rapuh, emosional, berpikiran pendek, mudah terpengaruh trend, hingga menggampangkan tindakan yang terkategori kriminal, sebenarnya merupakan rangkaian gejala kerusakan generasi yang patut ditanggapi serius.
Pengaruh media dan lingkungan
Sulit dipungkiri, kehidupan kita saat ini tidak bisa terlepas dari media elektronik, baik berupa media sosial, layar lebar, televisi, maupun berbagai tayangan hiburan virtual lainnya.
Namun ibarat pisau bermata dua, selain banyak manfaat positif yang kita dapatkan, dari media tersebut pengaruh negatif tidak kalah gencarnya melakukan penetrasi ke alam pemikiran pemirsanya.
Terutama bagi kalangan generasi muda yang merupakan pengguna mayoritas, mereka seringkali dikatakan berada di masa-masa yang masih mencari jati diri, menampung apa pun informasi yang didapatkan, sehingga dapat menerima begitu saja paparan yang diterima melalui berbagai media tersebut. Tebal tipisnya filter generasi muda terhadap tayangan yang mereka simak bisa bervariasi, tergantung bimbingan-didikan-informasi yang mereka terima sebelumnya dari keluarga dan lingkungan sekitarnya.
Lingkungan keluarga dan pergaulan mempengaruhi cara pandang generasi muda untuk mengambil keputusan dalam kehidupannya. Lingkungan keluarga merupakan lingkungan pertama yang membentuk kepribadian maupun pemikiran seseorang.
Selanjutnya, seiring dengan perkembangan interaksi generasi muda dengan lingkungannya, maka pergaulan bisa mendominasi pemikiran dan akhirnya mempengaruhi cara mereka mengambil keputusan dalam kehidupannya. Permasalahan kemudian muncul ketika lingkungan pergaulan yang melingkupi seorang remaja bukan termasuk yang baik-baik saja, sehingga terbentuk sikap yang problematik, buah pergaulan dan masyarakat yang tidak sehat.
Kapitalistik-Sekularistik-Liberalistik menjajah generasi muda saat ini
Paparan media elektronik dengan tayangan tak terbatas yang mengepung para generasi muda saat ini sebenarnya merupakan implementasi nilai serta cara pandang sekular-liberal yang kapitalistik.
Dikatakan demikian karena apa yang ditayangkan dan dinikmati kita semua saat ini merupakan tayangan yang bebas nilai, tidak memperdulikan batasan norma agama karena dianggap suatu hal yang terpisah dari kehidupan, semata demi perolehan cuan sebanyak-banyaknya. Tayangan diupayakan sesuai permintaan/selera pasar, tidak peduli apakah bertentangan dengan agama, bakal merusak generasi, atau efek negatif bagi pemirsanya, asalkan mempunyai potensi menghasilkan materi yang banyak maka akan terus marak ditayangkan.
Belum lagi ketika materi dianggap sebagai indikator kesuksesan, maka keluarga dan masyarakat akan mengupayakan hal tersebut. Alhasil, orang tua dalam keluarga akan berfokus pada perolehan materi dengan mengenyampingkan kewajiban dalam mendidik anak sesuai nilai agama, atau orientasi mendidik anak semata untuk meraih kesuksesan dalam hal materi.
Parahnya lagi, negara sebagai pihak yang memiliki otoritas penuh dalam pengaturan kehidupan bernegara dan bermasyarakat, justru terkesan mengamini sistem kehidupan kapitalistik-sekular-liberal ini.
Program moderasi beragama yang menjauhkan khususnya umat Islam dari agamanya semakin memperparah kondisi mental spiritual masyarakat. Kurikulum pendidikan serta sistem ekonomi kapitalis yang berorientasi materi, melahirkan kerusakan dan kelemahan mental generasi muda.
Padahal, sejatinya negara dengan segala kekuasaannya memegang kendali penuh untuk memperbaiki kerusakan yang ada, bila memang menyadari amanah yang diembannya sebagai pengurus umat. Wallaah u a’lam bishawwab. (*)
*Penulis Adalah Dosen Perguruan Tinggi Swasta dan Mahasiswa Program Doktoral FTUI)