Menyoal Hubungan PHK dan THR Dalam Pandangan Kapitalisme?

0
22
Oleh : Sutiani, A. Md/Foto : Ist.

OPINI

“Itulah sistem kapitalisme-liberalisme keuntungan hanya berpihak para pemodal namun merugikan warga maka penerapan sistem inilah kekayaan milik rakyat dinikmati para segelintir oligarki dengan bebasnya,”

Oleh : Sutiani, A. Md

GELOMBANG Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) nasional dilaporkan masih berlanjut. Bahkan, dikabarkan terus meningkat jelang momen pembayaran Tunjangan Hari Raya (THR) Idul Fitri 2024

Kasus maraknya PHK itu kemudian ditengarai sebagai cara yang dilakukan perusahaan untuk menghindari pembayaran THR. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Serikat Pekerja. Namun, mereka menilai tren PHK untuk tidak membayar THR pada tahun ini tak lagi signifikan seperti tahun-tahun sebelumnya.

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) Ristadi mengatakan, tren PHK jelang Lebaran banyak terjadi pada kisaran tahun 2018-2019. PHK tersebut dikemas sedemikian rupa karena manajemen memang mengatur agar masa kontrak pekerja habis mendekat masa bayar THR atau seminggu sebelum Lebaran.

“Tapi kemudian, setelah kami lakukan negosiasi dan ngobrol dengan perusahaan, mereka mengaku kesulitan cash flow. Sehingga, tidak ada cara lain, pemutusan hubungan kerja (PHK) dilakukan. (CNBC.Indonesia, 29/03/2024)

Mendekati hari Raya Idul Fitri baru-baru ini kita dikejutkan dengan Pemutusan Hak Kerja (PHK) secara besar-besaran ditengah himpitan ekonomi yang serba naik ini membuktikan penguasa belum mampu menyelesaikan problem tersebut sehingga angka kemiskinan masyarakat akan terus meningkat.

Pemutusan Hak Kerja (PHK) yang dilakukan perusahaan hari ini tidak lain yaitu diciptakan secara sistemik yang diberlakukan oleh negara atau penguasa. Itulah sistem kapitalisme-liberalisme keuntungan hanya berpihak para pemodal namun merugikan warga maka penerapan sistem inilah kekayaan milik rakyat dinikmati para segelintir oligarki dengan bebasnya. Belum lagi kebebasan tenaga kerja asing yang datang ke Indonesia tentu ini akan menjadi daya saing yang berat karena penguasa mengizinkan kebijakan tersebut sebab terjeratnya utang yang semakin membengkak.

Buktinya, separuh dari aset nasional hanya dikuasai oleh segelintir orang kaya di Indonesia. Dalam laporannya, Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) menyatakan satu persen orang kaya di Indonesia menguasai 50 persen aset nasional. (tempo.co, 10/10/2019).

Negara lepas tangan akan jaminan hidup rakyat. Misalnya, dalam kesehatan warga menjamin dirinya sendiri melalui iuran BPJS yang tiap bulan rutin untuk dibayar. Belum lagi, soal pendidikan ada kalangan masyarakat miskin di bawah umur yang harus bekerja untuk mencari nafkah dan membantu orang tuanya. Padahal, anak seusianya masih dibangku sekolah.

Mustahil kapitalisme menyelesaikan problem buruh alhasil kemiskinan terus menjamur karena hal ini memang disebabkan secara struktural, sebab masih berdirinya sistem kapitalisme yang berlandaskan manfaat yaitu untung atau rugi yang menjadi pilihan penguasa hari ini karena begitu jelas memberikan THR para pekerja sangat merugikan perusahaan.

Maka, Islam menjadi solusi tuntas untuk mengatasi masalah jaminan buruh yang sesuai karena dalam Khilafah kebutuhan pokok baik sandang, pangan, dan papan menjadi tanggung jawab negara maupun kebutuhan dasar seperti pendidikan, kesehatan, dan keamanan yang menjadi hak warganya. Negara juga ikut serta dalam memenuhi kebutuhan sekunder dan tersiernya.

Alhasil itu semua kita dapatkan dalam sistem Islam yang menerapkan sistem ekonomi yang memang sesuai dengan fitrah manusia juga bersandarkan atas kehidupan rakyat yang sejahtera, terpenuhinya kebutuhan pokok, dan dasar yang menjadi tujuan utama. Negara seharusnya sangat dominan pada kesejahteraan hak buruh bukan malah dikuasai oleh para oligarki jadi jaminan tenaga kerja buruh tidak diberlakukan semena-mena seperti PHK yang secara mendadak dengan jumlah yang tidak sedikit.

Rasulullah saw. bersabda:
“Pemimpin setiap manusia adalah pengurus dan ia bertanggung jawab atas rakyat yang dia urus.” (h.r. Al-Bukhari, Muslim dan Ahmad).

Dalam mekanisme tercapainya kebutuhan pokok seperti sandang, pangan, dan papan, penguasa memerintahkan setiap kepala keluarga untuk bekerja demi memenuhi kebutuhan dirinya dan keluarganya karna hukumnya fardu, dan negara akan memfasilitasi hal ini, menciptakan lapangan pekerjaan yang layak.

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
“Dan ibu-ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh, bagi yang ingin menyusui secara sempurna. Dan kewajiban ayah menanggung nafkah dan pakaian mereka dengan cara yang patut.” (TQS. Al-Baqarah [2]: 233).

Negara juga mewajibkan ahli waris yang mampu untuk memenuhi nafkah kerabat yang tidak mampu. Namun, jika tidak memiliki ahli waris dan memiliki ahli waris, tetapi tidak mampu, maka menjadi tanggung jawab negara yang akan memberikan nafkah. Bahkan, jika pemasukan negara kurang, maka mengambil pintas yaitu pengambilan pajak bagi orang kaya.

Islam juga menetapkan pelayanan seperti pendidikan, kesehatan, dan keamanan. Tentunya pemenuhan ini membutuhkan dana yang tidak sedikit. Negara pertama kali mengambil pemasukan dari kepemilikan umum seperti air, api, dan padang rumput yang dikelola oleh negara sehingga tidak boleh dimiliki individu sedikit pun atau bahkan asing dan seluruh hasil keuntungan sumber daya alam dialokasikan kepada rakyat guna memberikan fasilitas pelayanan yang terbaik tentunya sesuai syariat.

Hasil pengelolaan fai, kharaj, ghanimah, jizyah, usyur dan harta milik negara lainnya serta BUMN selain yang mengelola harta milik umum. Selain itu sistem negara Khilafah tidak berbasis riba dan pajak akan tetapi, berbasis emas dan perak sehingga angka inflasinya nol persen. Demikianlah politik ekonomi Khilafah yang menjamin kesejahteraan hak buruh bagi seluruh warga negaranya baik muslim maupun non muslim. Begitu indahnya pemandangan ketika Islam kafah diterapkan dalam kehidupan sehari-hari terkhusus umat islam yang sedang gembira dalam merayakan hari kebesaran Islam yaitu Idul Fitri. Maka, marilah bersegera memperjuangkannya! Wallahualam bissawab. (**)

*Penulis Adalah Aktivis Muslimah