Miris dan Menyayat Hati, Laporan Perampasan Tanah Masyarakat Oleh Perusahaan di Abaikan Oleh Penegak Hukum

0
17
Ketua LBH Herman Hofi Law, Dr. Herman Hofi Munawar (Kiri)/Foto : Ist.

HUKUM | PERISTIWA

“Hal ini terlihat jelas dan nyata, seperti halnya laporan masyarakat Rasau Jaya atas penyerobotan lahan masyarakat oleh perusahaan yakni PT RJP di Kecamatan Rasau Jaya, Kabupaten Kubu Raya. Bertahun tahun tidak ada kepastian,”

Pontianak | KALBAR | Lapan6Online :Miris bahkan menyedihkan sekali ketika rakyat kecil, orang kampung melaporkan perusahan yang telah merugikan masyarakat, tanah mereka di rampas kasus nya bertahun tahun tidak jelas mengambang.

Ketua LBH Herman Hofi Law, Dr. Herman Hofi Munawar menyampaikan masyarakat sangat kenal dengan istilah asas “equality before the law”yang dapat dimaknai bahwa semua warga negara memiliki kedudukan yang sama dimata hukum dan pemerintahan, setiap warga negara harus diperlakukan adil oleh aparat penegak hukum dan pemerintah.

Namun dewasa ini ternyata maknanya telah bergeser menjadi tidak semua orang sama diperlakukan dimata penegak hukum dan pejabat pemerintahan.

“Hal ini terlihat jelas dan nyata, seperti halnya laporan masyarakat Rasau Jaya atas penyerobotan lahan masyarakat oleh perusahaan yakni PT RJP di Kecamatan Rasau Jaya, Kabupaten Kubu Raya. Bertahun tahun tidak ada kepastian,” ujar Herman Hofi kepada awak media, pada Minggu (08/09/2024).

Herman Hofi menceritakan awal mula warga melaporkan ke polres Kubu Raya, namun laporan tidak bergerak selanjutnya waga kembali melaporkan ke Polda Kalbar juga tidak bergerak. Harus kemana rakyat kecil/masyarakat kampung mencari keadilan atas perlakuan zolim yang dilakukan orang kaya dan dekat dengan kekuasaan.

Lebih aneh lagi justru masyarakat Rasau Jaya dilaporkan perusahan RJP pada Polda Kalbar dengan tuduhan telah melakukan perbuatan tidak menyenangkan. Masyarakat diundang klarifikasi atas perbuatan tidak menyenangkan.

“Tiba-tiba pada hari berikutnya masyarakat diundang klarifikasi atas pemalsuan dekumen (SKT/SPT),” kata Dr.Herman Hofi Munawar.

Kata Herman, proses hukum yang sangat kacau. Padahal semua dekumen telah di lihat dan bahkan ada yang sudah di sita sebagai barang bukti. Sampai saat ini sudah sangat lama dokumen masyarakat belum di kembalikan dan kasusnya tidak jelas. “Sangat aneh kami mendapat informasi bahwa SKT/SPT warga akan dilakukan uji forensik. Ini sangat aneh dan mengada-ada,” ungkap ketua LBH Herman Hofi Law

Dengan kondisi seperti itu terkesan sengaja untuk mengaburkan laporan masyarakat atas pencaplokan tanah warga yang dilakukan PT. RJP. Bahkan bertahun tahun laporan masyarakat tidak ada kejelasan alias mengambang dengan berbagai alasan penyidik yang tidak masuk akal.

“Dalam waktu dekat masyarakat akan ke Mabes Polri untuk mencari keadilan atas Kezoliman ini,” kata Herman Hofi.

Lebih lanjut Dr. Herman Hofi menyampaikan perusahaan telah melakukan usahanya pada tempat yang bukan Izin lokasi perusahaan sebagai tempat menanam sawit. Bahkan pemda Kubu Raya mengakui perusahan RJP telah menanam sawit diluar izin lokasi.

“Kita semua paham bahwa melakukan aktivitas usaha diluar zona yang diizinkan atau Izin lokasi (INLOK) merupakan aktivitas yang melanggar hukum apa lagi dilakukan pada tanah masyarakat yang mempunyai legalitas yang jelas,” terangnya.

Perusahaan yang melakukan aktivitasnya di luar INLOK berarti kegiatan perusahaan tersebut tidak memiliki HGU, dengan demikian jelas bahwa kegiatan usaha diluar INLOK yang berarti diluar HGU merupakan kegiatan illegal telah melanggar sebagaimana yang di atur dalam UU. No.5 tahun 1960 tentang UUPA. dan PP No. 40 tahun 1996 tentang HGU dan di revisi dengan PP No.18 tahun 2021 tentang hak pengolahan, hak atas tanah, satuan rumah susun dan pendaftaran tanah. Sementara izin INLOK PT.RJP tercantum dalam SK Bupati KKR No. 278 tahun 2009. Tentang izin lokasi perkebunan kelapa sawit. Namun PT RJP terus melakukan aktivitasnya menanam kelapa sawit di luar INLOK yang sudah ditentukan oleh SK Bupati KKR.

PT. RJP melakukan penanaman sawit pada lahan warga yang tergabung dalam KPSA sejak tahun 1998. Berdasarkan surat bupati tingkat II Pontianak no. 522.11461/IV-BAPEDA Tangggal 25 oktober 1999. Kegiatan perusahaan menanam kelapa sawit secara nyata di luar lokasi perizinan. Namun anehnya tidak ada tindakan apapun dari Pemerintah Daerah Kabupaten Kubu Raya dalam hal ini adalah Dinas Perkebunan.

Masyarakat sudah melaporkan PT.RJP Pada polda Kalimantan Barat, namun belum ada tanda-tanda penyelesaiannya. Malah terkesan mengambang dengan berbagai alasan yang tidak rasional. Sejak tahun 2015 hingga saat ini belum ditentukan tersangkanya, padahal laporan warga sudah pada tahap penyidikan.

PT RJP ini telah merampok tanah masyarakat di Kec. Rasau Jaya. Kab. Kubu Raya ini sepertinya tidak dapat sentuhan baik oleh polda kalbar maupun Pemda KKR Kalimatan Barat. Hingga saat ini terus melakukan aktivitas perkebunannya di atas lahan yang sangat terang benderang pelanggaran hukum dan pelangaran hak atas tanah masyarakat yang dilakukan PT. RJP.

Masyarakat telah melakukan berbagai upaya untuk mempertahankan hak mereka namun apa daya rakyat kecil selalu terlindas oleh perusahaan yang memiliki akses ekonomi dan kekuasaan. Saat ini Masyarakat harus mencari keadilan kemana lagi yang dapat melindungi hak-hak mereka. Melaporkan pada kepolisian namun apa daya hingga detik ini tidak ada kepastian. Masyarakat mohon pada pak Kapolda dapat membantu proses hukum yang mengambang ini.

“Miris sekali ketika rakyat kecil, orang kampung melaporkan perusahan yang telah merugikan masyarakat, tanah mereka di rampas kasusnya bertahun tahun tidak jelas mengambang. Tidak ada kepastian hukum. Namun Ketika ditanya nanti dan nanti bermacam-macam alasan yang tidak rasional,” kesalnya.

Padahal KUHAP dan berbagai ketentuan peraturan perundang-undangan telah jelas menempatkan Hak Asasi Manusia pada porsi yang seharusnya dalam kerangka penegakan hukum. Perusahaan PT RJP di Kecamatan Rasau Jaya, Kabupaten Kubu Raya telah nyata-nyata mencaplok tanah warga, warga telah melaporkan sesuai ketentuan bertahun tahun tidak ada kepastian. (*Saepul)

*Sumber : LBH Dr Herman Hofi Munawar