OPINI | POLITIK
“Monopoli perusahaan beras dari hulu sampai hilir membuat perusahaan besar sanggup mengendalikan harga beras maupun menahan pasukan beras di pasar akhirnya terjadi kekacauan supply dan demand,”
Oleh : Cutiyanti
PEMERINTAH sudah menetapkan secara permanen harga eceran tertinggi atau HET beras naik permanen per 1 Juni 2024. Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution, Roni P Sasmita menyampaikan kenaikan HIV beras sebetulnya hanya formalitas sebab pada kenyataannya harga beras sudah lama bergerak di level 13 ribu rupiah per kg hingga 15.500 per kg baik untuk jenis premium maupun medium.
Dilihat dari penetapan harga pembelian pemerintah atau HPP gabah dan beras dinilai sangat membantu petani, lantaran sejak harga beras melambung, HPP tidak mengalami kenaikan sehingga petani harus gigit jari tidak bisa ikut menikmati melonjaknya harga beras yang membumbung tinggi sejak akhir tahun lalu.
Hal itu diperparah dengan mahal dan langkanya harga pupuk yang membuat biaya produksi petani semakin mahal dan membuat petani semakin tidak menikmati kenaikan harga beras selama ini.
Realitanya, sekalipun harga beras naik para petani tidak sejahtera dikarenakan pada saat mereka mendapat keuntungan hasilnya juga akan habis untuk kebutuhan hidup. Pada faktanya sekarang bahan-bahan pokok yang juga melambung sementara di pihak konsumen mereka akan semakin kesusahan menjangkau harga beras.
Sesungguhnya masalah kenaikan harga beras bukan terletak pada harga namun rusaknya rantai distribusi beras. Hal ini bisa dilihat dari sektor hulu, yakni petani dilarang menjual langsung kepada konsumen.
Aturan ini membuat para petani pasrah dan akhirnya menjual gabah mereka kepada para tengkulak, sementara di lapangan banyak perusahaan besar yang siap memonopoli gabah dari petani mereka membeli gabah dari petani dengan harga yang lebih tinggi dari para tengkulak kecil sehingga banyak dari mereka yang ambruk karena tidak mendapatkan pasokan gabah.
Sementara di sektor hilir, perusahaan besar tersebut menguasai rantai distribusi setelah mendapat gabah dari petani mereka menggiling gabah tersebut dengan teknologi canggih sehingga menghasilkan padi berkualitas premium.
Selanjutnya mereka menguasai pasar dengan menjual beras merah. Monopoli perusahaan beras dari hulu sampai hilir membuat perusahaan besar sanggup mengendalikan harga beras maupun menahan pasukan beras di pasar akhirnya terjadi kekacauan supply dan demand. Praktik ini jelas merugikan konsumen dan para petani.
Meski sebenarnya fakta ini sudah menjadi rahasia umum, bahkan negara juga mengetahuinya namun tidak mempunyai daya upaya karena praktik monopoli para mafia pangan sudah menjadi hal yang lumrah dalam sistem ekonomi kapitalisme, sistem ekonomi yang menerapkan paham kebebasan kepemilikan yang penting punya modal apa pun boleh dilakukan termasuk monopoli bahan pangan. Jadi sistem ekonomi kapitalisme sudah terbukti tidak bisa menjamin kesejahteraan rakyat.
Berbeda dengan konsumen ataupun petani pada sistem ekonomi Islam yang diterapkan oleh negara Khilafah. sistem ekonomi Islam terbukti mampu menjamin kesejahteraan konsumen maupun petani, keberhasilan ini terwujud karena prinsip sistem ekonomi Islam, yakni setiap individu terjamin kesejahteraannya oleh negara, setiap individu diberi arahan yang merupakan perintah dari hadis Rasulullah SAW yang berbunyi, “Imam atau khalifah adalah rohim atau pengurus rakyat dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya,” (HR Al-Bukhari).
Oleh karena itu, semua yang berhubungan dengan kenaikan harga beras, akan diusut sampai tuntas semua masalah tersebut dari akarnya. Jika pangkal masalahnya terdapat dalam proses produksi seperti petani kekurangan bibit, kekurangan pupuk menjadi sumber masalah sehingga produksi menurun, maka solusinya dengan cara pemberian subsidi bibit pupuk ataupun diberikan semprotan kepada petani secara gratis.
Inilah bentuk periayahan atau pengurusan Khilafah kepada petani sebagaimana yang disebutkan dalam hadits Rasul SAW. Khilafah juga akan memperbaiki dari sisi intensifikasi maupun ekstensifikasi pertanian untuk mengoptimalkan produksi gabah ketika produksi lancar insyaallah suplai beras untuk masyarakat akan tercukupi.
Dalam Islam monopoli perdagangan yang dikuasai pihak tertentu tidak dibenarkan karena akan terjadi penimbunan. Hal ini yang menjadi akar masalah sehingga merusak mekanisme pasar, jika ada yang berusaha melanggar, Khilafah tidak segan memberikan sanksi tegas berupa ta’zir kepada mereka dan mereka wajib mengembalikan kembali barang-barang tersebut ke pasar, dengan begitu konsumen bisa mendapat harga yang terjangkau karna para petani bisa menjual harga beras langsung kepada konsumen.
Peran Khilafah di sini akan memastikan harga barang-barang yang tersedia di masyarakat mengikuti mekanisme pasar serta mamantau produksi dan distribusi supaya sesuai dengan harga yang ditentukan.
Hal ini merupakan pemastian, dan merupakan bukti kepatuhan pada syariat Islam yang meniadakan adanya intervensi harga. Rasulullah SAW bersabda, “Allah-lah zat yang Maha Mencipta menggenggam melapangkan rezeki, memberi rezeki dan mematok harga” (HR Ahmad dari Anas).
Dalam Islam tidak ada larangan negara melakukan intervensi barang ke pasar kondisi ini bisa dilakukan manakala suatu wilayah tidak mampu memproduksi suatu barang karena terjadi bencana atau hal lain yang membuat produksi barang menurun.
Waktu itu, Khalifah Umar pernah melakukan kebijakan tersebut ketika wilayah Syam terkena wabah yakni Khalifah meminta suplai barang dari Irak. Konsep-konsep sistem ekonomi Islam yang diterapkan oleh Khilafah ini akan mampu menjaga agar harga beras stabil dan rakyat mudah membelinya. Tak hanya itu, distribusi beras pun dalam kendali negara bukan perusahaan. [**]
*Penulis Adalah Anggota Komunitas Muslimah Menulis (KMM) Depok