Negara Tak Berkuasa Di Hadapan Pengusaha Migor?

0
42
Sutiani, A. Md /Foto : Ist.
“Akar masalah di negeri ini adalah karena masih tertancapnya sistem ekonomi kapitalisme yang mengatur dan menggerakkan penguasa sesuai kehendaknya demi tercapainya cuan yang sebesar-besarnya termasuk salah satunya bagian pangan yaitu minyak goreng,”

Oleh : Sutiani, A. Md

ASOSIASI Peritel Indonesia (Aprindo) kembali menagih utang pembayaran selisih harga atau rafaksi minyak goreng yang sampai dengan saat ini masih belum dibayarkan oleh Kementerian Perdagangan senilai Rp 344 miliar.

Ketua Umum Aprindo, Roy Nicholas Mandey mengatakan, “Apabila Kemendag tak kunjung membayarkan utangnya itu, maka Aprindo akan lepas tangan jika 31 perusahaan ritel yang terdiri dari 45.000 gerai toko di seluruh Indonesia menghentikan pembelian minyak goreng dari para produsen. Adapun 31 perusahaan ritel yang tergabung diantaranya, “ ungkap Roy, Alfamart, Indomaret, Hypermart, Transmart, hingga Superindo. (CNBC Indonesia, 18/08/2023).

Persoalan ini menunjukkan kekeliruan negara dalam menyediakan minyak goreng yang merupakan salah satu kebutuhan pokok rakyat sehingga rakyat pun tidak dapat dilayani dengan baik.

Disamping itu, menunjukkan berkuasanya pengusaha dalam penyediaan pemenuhan kebutuhan rakyat alhasil harga minyak goreng pun tergantung pada korporasi. Solusi pemerintah yang menerapkan HET 14.000 per liter juga tidak memberikan kestabilan harga di pasaran dan malah menjadi masalah baru.

Tidak dipungkiri problem ini merupakan salah satu bukti tidak berdayanya pemerintah dalam menyediakan minyak goreng. Hal ini disebabkan negara dalam pengelolaan minyak sawit mentah atau CPO belum dikatakan baik sepenuhnya, padahal CPO yang diproduksi di Indonesia begitu besar bahkan menjadi pemasukan negara nomor dua setelah pajak.

Penguasa disibukkan ekspor tetapi pasokan dalam negeri terkuras yang akhirnya ekspor turunan kelapa sawit memiliki nilai yang jauh lebih tinggi, sehingga para oligarki memilih ekspor ketimbang harus memikirkan kesejahteraan rakyat. Jadi jelaslah, bahwa semua kebijakan yang diambil atas keuntungan pribadi semata. Negara tidak bisa berbuat apa-apa karena negara saat ini menerapkan sistem kapitalis yang mengusung kebebasan salah satunya kebebasan berekonomi.

Dari sini terlihat jelas bahwa negara tidak bijaksana dalam menyelesaikan problem rakyat dan pemerintah membiarkan para oligarki mengendalikan harga bahkan menutup celah penguasaan dalam mengurusi produksi hingga distribusi. Jadi, setiap kebijakan yang dibuat pemerintah hanya sebatas peredam, tidak sampai pada solusi yang menuntaskan.

Pada hakikatnya, akar masalah di negeri ini adalah karena masih tertancapnya sistem ekonomi kapitalisme yang mengatur dan menggerakkan penguasa sesuai kehendaknya demi tercapainya cuan yang sebesar-besarnya termasuk salah satunya bagian pangan yaitu minyak goreng, berarti negara tidak bertanggung jawab atas pemenuhan rakyat secara universal.

Jauh berbeda dengan sistem Islam, khalifah akan bertanggung jawab perihal masalah pemenuhan pangan sesuai prinsip ekonomi Islam. Lantas rakyat pun dengan mudah memperoleh minyak goreng dengan mudah, murah dan tentunya terjangkau.

Adapun kebijakan yang akan diterapkan Khilafah adalah akan melarang individu asing atau swasta menguasai hutan dengan cara pembakaran lahan untuk dijadikan sebagai perkebunan pribadi sebab lahan hutan tersebut kepemilikan umum maka haram untuk dimikili oligarki apalagi jikalau hutan diperlakukan dengan cara yang salah misalnya pembakaran yang dapat merusak alam dan memberi dampak buruk kepada masyarakat.

Kemudian negara akan menjaga pasokan produksi dalam negeri misalnya, memberikan para petani sawit pelatihan, edukasi, modal, bahkan sarana barang jasa untuk mempermudah jalannya produksi, serta penunjang infrastruktur. Jika pasokan dalam negeri belum tercukupi maka khalifah tidak akan memberikan izin ekspor keluar. Kendati pun dalam negeri kekurangan bahan pokok maka akan mengambil pilihan impor dari luar.

Terakhir Khilafah akan terus memantau penentuan harga pasar supaya tidak ada yang merasa dizalimi seperti penimbunan, penipuan dan tindakan curang yang lainnya.

Kepemimpinan dalam Islam harus berlandaskan akidah yang kokoh tentunya. Setiap kebijakan yang diputuskan atas dasar aturan Allah SWT yang tujuannya hanya untuk menggapai ridha-Nya.

“Imam (Khalifah) yang menjadi pemimpin manusia, adalah (laksana) penggembala, dan hanya dialah yang bertanggung jawab terhadap (urusan) rakyatnya.” (HR Bukhari).

Pengaturan perdagangan ekonomi islam wajib mengikuti syariat Islam, berpegang teguh pada Al-Qur’an dan As-Sunnah dan mengambil kemaslahatan rakyat. Negara sebagai penentu keputusan setiap kebijakan berlandaskan apakah bernilai strategis, nilai guna, dan bermanfaatkah untuk rakyat.

Alhasil, jika negara menjalankan peraturan tersebut, niscaya akan dapat meminimalisir harga minyak goreng di pasaran sehingga dapat dijangkau oleh rakyat. Semua itu bisa terwujud ketika Islam bisa diterapkan secara kaffah kembali di dalam institusi sebuah negara. Wallahualam bissawab. (*)

*Penulis Adalah Aktivis Dakwah Muslimah