OPINI | MANCANEGARA
“Kebebasan yang seperti ini sejujurnya tidak mengherankan di negara sekulerisme yang memisahkan kehidupan dunia dan akhirat, sekulerisme membuat nilai kebaikan dan moral makin terkikis yang membuat kehidupan sosial masyarakat barat sakit dan rusak,”
Oleh : Nilam Sari Lubis
PENEMBAKAN massal terjadi kembali di Amerika Serikat. Teror penembakkan ini terus berulang sepanjang tahun 2022, dari penembakan di Texas yang menewaskan 19 siswa dan 2 guru, penembakan di Buffalo, New York yang menewaskan 10 orang tewas dan 3 lainnya terluka.
Hingga baru-baru ini seorang pria bersenjata melepaskan tembakan ke fasilitas manufaktur di Maryland Utara yang menyebabkan sedikitnya 3 orang tewas dan 4 lainnya kritis pada 9 Juni 2022. Hal ini sudah menambah catatan kelam bagi penembakan massal dalam sejarah Amerika Serikat.
Meskipun kejahatan ini terus berulang di Amerika Serikat setiap tahunnya, Kongres politik AS pada dasarnya berulang kali gagal dalam meloloskan undang-undang pengendalian senjata utama, hal ini tidak mengherankan dimana penggunaan senjata api legal di negara tersebut yang tertuang dalam Amademen Kedua Konstitusi yang tertulis “Milisi yang diatur dengan baik, yang diperlukan untuk keamanan negara yang merdeka, hak rakyat untuk memiliki dan membawa senjata, tidak boleh dilanggar”. Meskipun demikian, para aktivis disana sedang berjuang agar adanya UU baru dalam pembatasan senjata api.
AMERIKA SERIKAT SEBAGAI KIBLAT
Tidak dapat kita pungkiri bahwa Amerika Serikat merupakan negara adidaya yang menjadi kiblat untuk negara lainnya saat ini. Tidak hanya dalam ideologi/ pemikiran, budaya, bahkan dari sisi perekonomian. Adanya kebebasan sebagai salah satu dari adanya Hak Asasi Manusia pada dasarnya menjadi boomerang untuk AS sendiri.
Bagaimana tidak, kebebasan yang selalu di elu-elukan justru dijadikan batu loncatan bagi meraka yang melakukan kejahatan dengan dalih kebebasan berpendapat dan berekspresi. AS adalah negara bebas yang sangat berpegang kepada HAM tetapi justru menjadi salah satu negara yang melanggar HAM, mengakui menghargai kebebasan, nyatanya gagal menjaga keselamatan nyawa warganya.
KEBEBASAN DAN HAM
Akibat adanya kebebasan tersebut melahirkan negara yang sekuler dan freezone seperti melakukan hubungan perkawinan dengan dalih consent, LGBT, rasisme, kebebasan berekspresi sampai-sampai kriminalitas itu semua dilindungi dalam Hak Asasi Manusia.
Kebebasan seharusnya menjadi pegangan bagi ummat dalam menentukan hak beragama, berfikir, bertindak, tetapi nyatanya “kebebasan” yang dimaksud hanya dijadikan dalih untuk menindas yang lemah dan dalih atas keinginan atau hasrat dalam kejahatan atau penyimpangan. Kebebasan yang seperti ini sejujurnya tidak mengherankan di negara sekulerisme yang memisahkan kehidupan dunia dan akhirat, sekulerisme membuat nilai kebaikan dan moral makin terkikis yang membuat kehidupan sosial masyarakat barat sakit dan rusak, diluar memang tampak maju, tetapi dari dalam masyarakatnya rapuh.
SISTEM ISLAM
Mengubah masyarakat tidak cukup hanya mengubah individu. Jika sistem yang diterapkan rusak, individu yang baik pun bisa rusak. Oleh karena itu, upaya membangun masyarakat yang baik, selain memperhatikan aspek individu, juga harus fokus mengubah sistem yang diterapkan atas mereka.
Islam dalam menjaga dan membangun ummat yang sejahtera sejatinya terdapat 3 pilar yang harus ditegakkan ditengah-tengah ummat yaitu
Pertama, Pilar Individu yang bertakwa. Sistem Islam berkewajiban memberikan pembekalan terkait Akidah dan Tsaqafah kepada setiap individu. Yang tujuannya untuk membentuk muslim yang berkepribadian Islam, yaitu pola pikir dan sikapnya sesuai tuntutan Islam.
Kedua, Pilar Masyarakaat yang taat, Islam mengatur secara terperinci tata pergaulan dan sistem sosial di masyarakat. Adanya perbuatan amar ma’ruf nahi mungkar merupakan kehidupan yang sehat dimasyakat. Masyarakat akan menjadi kontrol sosial dalam kehidupan, dimana dalam masyarakat yang taat ini akan senantiasa mengikatkan kebaikan dan mencegah kemungkaran yang terjadi di lingkungannya.
Ketiga, Pilar Negara. Negara merupakan salah satu pilar penting dalam membentuk masyarakat yang ideal. Negara Islam (Khilafah) dalam menjalankan negaranya berpegang teguh kepada Syariat Islam secara Kaffah. Yang dimana dalam pandangan Islam kejahatan adalah perbuatan tercela, sedangkan yang tercela adalah apa saja yang dicela oleh Asy-Syari’. Saat syariat menetapkan suatu perbuatan itu tercela, sudah pasti perbuatan itu disebut kejahatan tanpa menandang lagi tingkat tercelanya.
Dalam Islam pembunuhan dihukum dengan hukuman mati. Sebagaimana dalam firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala
“”Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita”
(QS 2 : 178)
Jika dalam demokrasi hukuman mati adalah salah satu perenggut HAM, dalam Islam adanya hukuman mati justru merupakan salah satu ketegasan negara yang dimana hukuman dalam sistem Islam kaffah selain bisa menimbulkan efek jera bagi pelaku (zawajir) dan mencegah orang lain melakukan kejahatan serupa, juga bisa sebagai penebus dosa pelaku nanti di akhirat di hadapan pengadilan Allah (jawabir).
Sistem demokrasi inilah merupakan sistem yang lemah, hal ini dikarenakan halal haram, baik buruk tidak menjadi standar penilaian. Semua dilihat dari segi manfaat dan keinginan nafsu belaka. Jadi tidak mengherankan hukum akan berubah-ubah sesuai kepentingan para pembuatnya dan yang benar bisa jadi salah, yang salah masih dapat perlindungan di ranah hukum. Jika demokrasi saat ini belum bisa memberikan solusi yang baik, sudah seharusnya kita beralih pada sistem Islam yang menyolusi segala tindak kemaksiatan.
SUMBER :
https://m.facebook.com/MuslimahNewsCom/posts/2163192867191850/
https://dunia.tempo.co/read/1600285/penembakan-massal-terjadi-lagi-di-as-3-tewas-dan-4-kritis
(*)
*Penulis Adalah Aktivis Mahasiswa