Permendikbud PPKS : Masalah Kekerasan Seksual Terselesaikan?

0
9
Ilustrasi/Net

OPINI | PENDIDIKAN

“Kampus semestinya menjadi tempat lahirnya insan pembuat perbaikan, bukan malah difasilitasi dengan kebijakan yang menyempurnakan liberalisasi seksual yang sudah mengepung pemuda dari berbagai arah,”

Oleh : Aktif Suhartini, S.Pd.I,

VIRAL seorang mahasiswi yang dilecehkan dosennya saat bimbingan proposal ujian semester akhirnya. Diawali kasus ini, mulailah bermunculan dan dibongkarnya kasus pelecehan seksual yang terjadi pada wanita, khususnya di lingkungan kampus.

Survei membuktikan kekerasan dan pelecahan terhadap wanita tumbuh, berkembang dan menjamur. Kasus ini digoreng sampai memanas untuk dibahas dan dicarikan solusinya.

Aktif Suhartini, S.Pd.I.,

Atas dasar inilah pemerintah melalui menteri pendidikan, membuat hukum perundang-undangan yang bertujuan melindungi kaum wanita melalui Permendikbud PPKS.

Peraturan tersebut digagas sebagai sebuah terobosan karena selama ini korban kekerasan seksual sulit mendapatkan keadilan. Korban seksual tidak bisa memperjuangkan nasibnya bahkan akan balik diserang sebagai orang yang mencemarkan nama baik. Untuk itu jaminan perlindungan untuk korban dan saksi kekerasan seksual harus diperjuangkan.

Selain itu juga terdapat satuan tugas yang berfungsi sebagai pusat pencegahan dan penanganan kekerasan seksual yang melibatan seluruh unsur civitas akademika yang berada di lingkungan perguruan tinggi, serta mekanisme penanganan kekerasan seksual yang jelas, serta evaluasi implementasi terhadap penerapan peraturan ini.

Namun, dengan disahkannya Permendikbud PPKS, apakah masalah kekerasan seksual terselesaikan? Tentu saja tak bisa selesaikan masalah, justru berpotensi menjadi pintu legalisasi zina di institusi perguruan tinggi.

Kalimat yang dipakai dalam pembuatan Permendikbud ini dinilai sebagai peluang kebebasan dan mungkin orang akan bilang, “Silakan berzina bila dinilai tidak adanya keterpaksaan atau dengan ketidakberatan seorang wanita di saat terjadinya kekerasan seksual terjadi karena ini fackor suka sama suka.” Anggapan ini melengkapi kebijakan seksual yang sudah mengundang penolakan.

Padahal, kampus semestinya menjadi tempat lahirnya insan pembuat perbaikan, bukan malah difasilitasi dengan kebijakan yang menyempurnakan liberalisasi seksual yang sudah mengepung pemuda dari berbagai arah. Astaqfirullah. Sebenarnya mau dibawa ke mana arah pendidikan kita oleh kaum liberal?

Keadaan yang ribut antara pro dan kontra menyebabkan Kemendikbud sibuk jawab kritik soal Permendikbud PPKS anti kekerasan seksual di kampus.

Agar meredam kegaduhan pasca Permendikbud PPKS disahkan, pemerintah merespons kritikan dari MUI dengan terus mensosialisaikan dan menjelaskan maksud serta tujuan kebaikan peraturan tersebut. Namun karena buatan manusia setiap undang-undang yang dibuat pasti tidak sempurna dan ada delay.

Terlihatlah dengan jelas manusia tidak akan mampu membuat peraturan hidup tanpa bersandar pada hukum Allah SWT. Mencari solusi untuk satu masalah ternyata malah menambah masalah baru. Hukum yang dibuat Allah SWT melarang mendekati zina bukan memberi peluang untuk berzina. Ini sangat jelas merusak moral anak bangsa.

Bandingkan dengan kedudukan perempuan dalam Islam yang dilindungi, dijauhkan dari kerawanan dan dijaga kehormatannya. Pada saat yang sama perempuan tidak dipandang lemah dan tidak berdaya karena penempatan posisi tersebut.

Namun penolakan peraturan menteri ini, umat tidak boleh hanya mencukupkan mengkritisi dan merubahnya, tapi harus menolak secara menyeluruh semua hukum buatan manusia yang hanya akan menguntungkan segelintir orang dan juga bertentangan dengan syariat. [*]

*Penulis Adalah Anggota Komunitas Muslimah Menulis Depok

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini