“Kapitalisme yang diemban oleh negara ini telah merasuk ke dunia pendidikan. Pendidikan dikomersilkan bak barang dagangan. Bagi yang punya modal bisa memilih sekolah dengan fasilitas yang fantastis,”
Oleh : Siti Masliha, S.Pd
JAKARTA | Lapan6Online : Pandemi corona di negara kita belumlah mereda. Angkanya masih cukup tinggi. Rakyat diminta untuk tetap waspada di tengah kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah yaitu new normal. New normal artinya masyarakat diminta untuk membaur dengan corona.
Pendemi ini juga berimbas ke sektor pendidikan. Pemerintah berusaha semaksimal mungkin agar denyut nadi pendidikan tetap berjalan. Di sektor pendidikan pemerintah mengeluarkan kebijakan PJJ.
PJJ Pendidikan Jarak Jauh adalah pendidikan formal berbasis lembaga yang peserta didik dan instrukturnya berada di lokasi terpisah sehingga memerlukan sistem telekomunikasi interaktif untuk menghubungkan keduanya dan berbagai sumber daya yang diperlukan di dalamnya. (Wikipedia).
Namun faktanya PJJ tak semulus yang direncanakan oleh pemerintah. Hal ini sebagaimana disampaikan oleh Wakil Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudian menilai belum adanya upaya yang signifikan dalam menghadirkan dua hal paling krusial dalam pembelajaran jarak jauh (PJJ) untuk seluruh anak Indonesia seperti internet dan gawai.
Menurutnya bukan hanya kantor dan fasilitas pelayanan publik yang membutuhkan akses internet. Jutaan anak-anak di ribuan desa atau kelurahan yang belum terjangkau internet tidak dapat dibiarkan menunggu terlalu lama.
“Perlu ada pembaruan skema-skema dalam pembangunan infrastruktur telekomunikasi hingga ke pelosok,” ujarnya seperti dikutip akurat. Com,pada Senin (03/08/2020).
Mestinya, kata hetifah, pemerintah dan pemangku kepentingan harus kreatif dan tidak bisa mengandalkan cara-cara lama dalam mengatasi permasalahan di era krisis ini. Apalagi, jika hambatan-hambatan yang ada lebih bersifat birokratis. (Akurat.com senin 03/08/2020).
Keterbatasan fasilitas selama PJJ menjadi kendala yang berarti. Jika kendala ini tidak diselesaikan, maka hal ini tidak akan memberikan hasil yang optimal pada out put pendidikan. Kendala keterbatasan fasilitas itu disebabkan oleh:
Faktor ekonomi yang berbeda-beda setiap orang tua. Banyak orang tua yang tidak mampu menyediakan fasilitas pembelajaran selama PJJ, hal ini disebabkan oleh penghasilan yang minim.
Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari saja para orang tua harus memutar otak. Apalagi harus menyediakan fasilitas pembelajaran berupa smartphone dan kuota internet yang berkekuatan tinggi.
Tak ayal dua fasilitas ini menjadi barang yang mewah bagi mereka yang berpenghasilan pas-pasan.
Sebenarnya orang tua tidak mau anaknya ketinggalan pelajaran dari sekolah jika tidak tersedia kedua fasilitas tersebut.
Orang tua akan berusaha sekuat tenaga agar fasilitas pembelajaran tetap tersedia selama PJJ. Hal ini sebagaimana yang dilakukan oleh seorang ibu di Jombang Jawa Timur.
Ibu tersebut rela menjual kambingnya untuk membelikan anaknya Smartphone agar tetap bisa sekolah. Padalal faktanya ibu dan suami ini hanyalah seorang buruh harian. (Kompas.com kamis 23/07/2020).
Selain itu ada juga seorang bapak yang rela mencuri laptop agar anaknya tetap besa bersekolah. Meski cara yang dilakukan oleh bapak ini salah. (Radarlampung Rabu, 22/07/2020).
Kondisi ini sangat miris, orang tua sampai melakukan tindakan kriminal agar anaknya bisa tetap bersekolah. Selain orang tua ada salah seorang siswa yang rela “jual diri” untuk mencukupi kebutuhan kuota, Naudzubillah Min Dzalik.
Hal ini dilakukan oleh siswa tersebut agar tetap bisa mengikuti pelajaran dari sekolah. Hal ini sebagaimana dilakukan oleh salah satu siswa di Batam.
Siswa SMP di Kota Batam menjual diri melalui penyalur prostitusi online. Untuk sekali kencan, ia bayar Rp 500.000. Ia mengaku menjajakan diri untuk membeli kuota internet. (Kompas.com kamis 30/07/2020).
Sungguh miris kondisi negeri ini. Negeri kaya namun faktanya pendidikan masih menjadi barang langka. Pendidikan yang menjadi hak bagi setiap warga negara kini hanya ilusi semata.
Selain faktor ekonomi, faktor geografis atau daerah juga mempengaruhi PJJ. Pendidikan masih menjadi barang langka bagi mereka yang tinggal di daerah terpencil. Untuk mengenyam pendidikan yang layak mereka harus berjuang sekuat tenaga. Menyusuri sungai, berjalan berkilo meter, menerjang hutan menjadi hal yang biasa bagi mereka yang tinggal di daerah terpencil.
Terlebih lagi saat ini di masa pandemi corona, akses internet tak mampu menjangkau di daerah terpencil. Hal ini membuat banyak sekolah yang meliburkan murid-muridnya karena pembelajaran yang dikeluarkan oleh pemerintah berupa PJJ tak dapat diterapkan di daerah terpencil. Hal ini berakhir para siswa yang ada di daerah terpencil tak dapat menikmati pendidikan yang layak yang menjadi haknya.
Pengamat pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Cecep Darmawan mengatakan, selama pelaksanaan pembelajaran jarak jauh (PJJ) lima bulan terakhir, pemerintah masih menerapkan kebijakan yang sama di semua daerah.
Padahal setiap wilayah memiliki masalah yang berbeda-beda.”Pemerintah kita masih pukul rata kebijakannya padahal kasusnya bisa jadi beda-beda,” kata Cecep saat dihubungi Media Indonesia, Minggu (02/08/2020).
Menurut Cecep, pemerintah pusat dan daerah harus meningkatkan kerja sama untuk mengatasi masalah tersebut dengan dengan metode resources sharing.
“Jadi mana yang bisa di cover oleh (pemerintah) pusat, kalau bagi daerah yang tidak aja jejaringnya misal diurus sama pemerintah pusat. Melalui pemerintah daerah memfasilitasi laptop atau handphone, ini yang namanya berbagi sumber daya,” tuturnya. (mediaindonesia.com Minggu 02/08/2020).
Kapitalisme global yang dianut oleh bamgsa ini telah merenggut hak pendidikan bagi rakyat. Pasalnya tidak semua rakyat dapat mengenyam pendidikan secara layak. Kapitalisme membuat kesenjangan semakin menganga. Si kaya makin kaya si miskin makin miskin.
Dengan faham kebebasan kepemilikan para pemidal raksasa bisa menginfestasikan modalnya ke segala bidang. Selain itu para pemodal juga bisa menguasai apa saja yang mereka inginkan, misalnya membeli pulau.
Selain itu kapitalisme yang diemban oleh negara ini telah merasuk ke dunia pendidikan. Pendidikan dikomersilkan bak barang dagangan. Bagi yang punya modal bisa memilih sekolah dengan fasilitas yang fantastis.
Namun bagi yang tidak punya modal mereka harus berjuang sekuat tenaga hanya untuk menyediakan kuota. Terlebih di masa pandemi corona saat ini kapitalisme telah mengamputasi hak rakyat terutama pada masalah pendidikan.
Kapitalisme telah merampok kekayaan negeri ini akibatnya pendidikan yang seharusnya hak seluruh rakyat tak dapat di enyam dengan baik. Hanya merekalah yang punya modal dapat menikmati pendidikan sepuasnya.
Inilah realitas yang terjadi saat ini di negeri kita. Pemerintah harus membuat kebijakan yang realistis agar semua rakyat merasakan manisnya pendidikan.
Jangan sampai pemerintah mengeluarkan kebijakan namun hanya dinikmati oleh segelintir orang. Selain itu kapitalisme yang dianut oleh bangsa ini menjadi biang kerok masalah pendidikan. Selagi negara ini masih mengemban ideologi kapitalisme maka sulit untuk menyelesaikan masalah pendidikan yang ada di negeri ini.
Butuh solusi sistemik agar masalah pendidikan segera terurai dengan baik. Dalam pandangan Islam, pendidikan adalah hak bagi setiap rakyat. Negara wajib menjamin kebutuhan pendidikan bagi setiap warganya. Islam telah menetapkan bahwa yang akan menjamin kebutuhan pendidikan adalah negara.
Pengadaan dan jaminan terhadap pendidikan akan ditanggung sepenuhnya oleh negara, baik muslim maupun non muslim, miskin maupun kaya, muslim maupun non muslim. Baitul Maal akan menanggung pembiayannya.
Selain itu pemimpin dalam Islam akan dimintai pertanggungjawaban jika ia lupa atau lalai terhadap urusan rakyatnya.
Hal ini tidak terkecuali dalam masalah pendidikan. Sebagaimana hadits Rasulullah SAW: “Seorang imam adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyatnya, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban terhadap rakyatnya” (HR. Bukhari dan Muslim).
Dari hadits di atas jelas seorang pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas yang ia pimpin. Jika lalai maka pertanggungjawaban langsung di hadapan Allah SWT.
Sepanjang sejarah Islam sangat memprihatinkan masalah pendidikan. Contoh praktisnya adalah Madrasah Al Muntashiriah yang didirikan khalifah Al Muntahsim di kota Baghdad.
Di sekolah ini setiap siswa menerima beasiswa berupa emas seharga satu dinar (4,25 gram emas). Kehidupan keseharian mereka dijamin sepenuhnya oleh negara. Fasilitas sekolah disediakan, seperti perpustakaan beserta isinya, rumah sakit, dan pemandian.
Selain siswanya yang dijamin dengan fasilitas pendidikan, para guru juga diperhatikan kesejahteraannya. Ad Damsyiqi mengisahkan dari Al Wadliyah bin atha’ bahwa khalifah Umar bin Khatab memberikan gaji kepada tiga orang guru yang mengajar anak-anak di kota Madinah masing-masing sebesar 15 dinar emas setiap bulan (1 dinar = 4,25 gram).
Inilah gambaran pendidikan dalam sistem Islam. Negara sebagai penangung jawab terselenggaranya pendidikan bagi rakyatnya tanpa pandang bulu. Fasilitas pendidikan untuk menunjang pendidikan dijamin sepenuhnya oleh negara agar pendidikan berjalan lancar. Selain itu kesejahteraan guru juga diperhatikan oleh negara. GF/RIN
*Penulis Adalah Aktivis Muslimah Peduli Generasi