Fakfak-Papua, Lapan6online.com : PT. Prabu Alaska kembali melakukan operasi pengelolaan hasil hutan di Distrik Karas Kab. Fakfak. Secara administrasi, tepatnya di kantor Cabang Dinas Kehutanan (CDK) Kab. Fakfak, Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dalam Hutan Alam (IUPHHK – HA) PT. Prabu Alaska sudah melakukan penebangan kayu dan dipastikan telah keluar dari wilayah deliniasi pemerintah Distrik Karas.
Prabu Alaska akan membangun industri mereka, namun diduga belum melakukan ganti rugi atas lahan warga di Distrik Karas, hingga saat ini padahal mereka punya kewajiban membayar kompensasi kepada masyarakat pemilik hak ulayat yang tingal di sekitar area kerja perusahaan.
“Perusahaan sudah tebang kayu di distrik karas terhitung dari Rencana Kerja Tahunan (RKT) 2017 sampai dengan RKT 2020 ini. Kayu-kayu sudah di angkut lewat Kab. Kaimana,” kata Dula, warga masyarakat distrik karas, Rabu (29/1/2020).
Sementara itu, Direktur Operasi dan Komersial PT Prabu Alaska Adi Gunawan menyatakan perusahaannya tidak mengabaikan hak ulayat warga masyarakat Kampung Kaka Kuriyasa.
“Kita disiplin sekali, tidak ada hal hal yang diabaikan dan sebagainya dan pada saat kita kerja di daerah Kaimana, penerima hak ulayat adalah kampung KK atau Kaka Kuriyasa dan rencana tahun ini kami akan buat jalan masuk ke daerah Kab. Fakfak. Kita bangun industri di Distrik Karas dan penebangan kayu kita bawa ke Fakfak.” kata Adi.
Adi mengatakan, perusahaannya akan taat membayar kewajiban, namun pihaknya meminta kejelasan pembayarannya dibayarkan kepada siapa?
“Kita akan taati akan bayar kewajiban dan tidak ada hal hal yang tidak baik, harus ada kepastian hukum, kita bayar kesiapa? kampung mana? dan itu kita taati,” tandasnya.
Namun kabar tak sedap soal adanya oknum Anggota DPRD Fakfak yang diduga telah mengatasnamakan masyarakat pemilik hak ulayat warga distrik Karas, terungkap. Mereka diduga bernama Muh. Amin Samai, Kepala Desa Malakuli, Ibu Kabatia dan seorang lagi bernama Umar Ombair.
Secara terpisah, Raja Atiati, Muh. Syahril selaku pemangku adat menyatakan tidak pernah memberikan Surat Kuasa kepada Muh. Amin Samai, Kepala Desa Malakuli, Ibu Kabatia dan Umar Ombair untuk mewakili masyarakat pemilik hak ulayat di distrik karas.
Diketahui, Pemberian surat kuasa merupakan hak dan kewenangan pemangku adat, dalam hal ini adalah Raja, namun dalam keterangannya, Muh. Syahril, Raja Atiati selaku pemangku adat tidak ikut dilibatkan.
“Saya tidak beri surat kuasa dan menyerahkan wilayah adat petuanan Raja Atiati kepada pihak PT. Prabu Alaska,” Kata Raja Atiati, Muh. Sahril. (*)
(Ibrahim Bay/Lapan6online.com)