Oleh : Halizah Hafaz Hutasuhut S.Pd
INDONESIA merupakan negara yang kasus peredaran dan penggunaan obat candu atau narkoba yang terus mengalami peningkatan. Seperti yang terjadi di Medan pada Kamis, 29 Desember 2022 lalu bahwa Direktorat Reserse Narkoba (Ditresnarkoba) Polda Sumatera Utara (Sumut) mengamankan 3 pria diduga sebagai pemasok narkoba di tempat hiburan malam Stroom KTV di Gedung Selecta, Jalan Listrik, Medan.
Dan penangkapan ketiga bandar ekstasi tersebut dibenarkan Kapolda Sumut melalui juru bicaranya Kabid Humas, Kombes Pol Hadi Wahyudi, Sabtu (14/1/2023) malam. (Medanbisnisdaily.com)
Upaya menumpas peredaran barang haram narkoba seolah tiada ujungnya. Transaksi bisnis obat candu atau narkoba ini ibarat ruang gelap yang sulit ditemukan jalan keluarnya. Rakyat seolah terbelenggu dengan adanya obat candu atau narkoba ini.
Anehnya, tidak sedikit kasus narkoba justru dikendalikan dari sel tahanan. Masyarakat pun bertanya, mengapa bisnis narkoba ini begitu sulit untuk ditumpas? Padahal, seabrek kebijakan dan aturan dirumuskan untuk memutus rantai peredaran narkoba, ribuan petisi juga dilayangkan dengan dalih memerangi narkoba, tetapi jutaan kasus terus saja berulang.
Bahkan tidak sedikit aparat dan public figure yang juga terlibat dalam bisnis haram ini. Entah karena sudah kecanduan setelah mengecap narkoba atau tergiur dengan keuntungan bisnisnya.
Penyalahgunaan narkoba tidak dimungkiri merupakan masalah global yang mengakibatkan dampak buruk di berbagai sektor kehidupan masyarakat, baik itu aspek kesehatan, pendidikan, pekerjaan, kehidupan sosial, dan keamanan. Peredaran narkoba bukanlah isu baru di Indonesia.
Meski perang melawan narkoba tidak pernah reda, namun para sindikat pemasok narkoba seakan tidak pernah jera. Yang terjadi bahkan modus penyelundupan dan peredaran narkoba selalu dimodifikasi oleh pelaku dan sindikatnya. Mereka tidak pernah kehabisan cara untuk mengedarkan barang haram ini untuk sampai ketengah-tengah masyarakat.
Sayangnya, berbagai upaya pemberantasan peredaran narkoba ini seolah menemui jalan buntu. Begitu satu kasus selesai, kasus-kasus baru bermunculan dengan cara yang berbeda.
Inilah sistem hidup sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan sebagaimana yang diterapkan di negara ini, telah membuat manusia merasa bebas dari aturan Allah. Otoritas Allah hanya dalam lingkup ibadah, sementara dalam mengarungi kehidupan manusia dibiarkan bebas membuat aturan sendiri.
Termasuk dalam mengonsumsi obat candu atau narkoba ini dilakukan tanpa menjadikan standard halal dan haram dalam perbuatannya. Bahkan yang menjadi fokusnya adalah apapun yang mampu menyalurkan dan memenuhi kebahagiaan merekalah yang menjadi standard dalam berbuat.
Maka memberantas peredaran narkoba haruslah bersifat sistemis. Mengajak masyarakat untuk bersama-sama memerangi narkoba yang bukan hanya sekadar ajakan, tapi juga patut didasarkan atas penyadaran paradigma mendasar dalam hidup manusia.
Setidaknya dibutuhkan tiga unsur pokok yang dibutuhkan dalam memberantas narkoba yakni individu yang bertakwa, adanya keterlibatan masyarakat dalam melakukan kontrol antar sesama anggota masyarakat, juga peran negara dalam menjalankan aturan secara tegas dan menerapkan sanksi yang berefek jera hingga ampuh meminimalisasi munculnya kasus-kasus serupa.
Dan Islam bukanlah sebatas agama spiritual, namun Islam adalah ideologi yang lengkap dan paripurna yaitu memuat segala permasalahan manusia mulai dari urusan bersuci (thaharah) hingga urusan pemerintahan dan politik (pengurusan segala kebutuhan umat/rakyat oleh negara).
Sistem Islam juga mengatur tentang sanksi dalam masalah penyalahgunaan narkoba. Seperti yang ada dalam tulisan K.H. M. Shiddiq al-Jawi yang berjudul “Hukum Seputar Narkoba Dalam Fiqih Islam” disebutkan bahwa sanksi bagi mereka yang menggunakan narkoba adalah ta’zir. Hukuman ta’zir yaitu sanksi yang jenis dan kadarnya ditentukan oleh qadhi (hakim) dalam sistem pemerintahan Islam, misalnya dipenjara, dicambuk, dan lain-lain.
Sanksi ta’zir dapat berbeda-beda sesuai tingkat kesalahannya. Pengguna narkoba yang baru berbeda hukumannya dengan pengguna narkoba yang sudah lama. Hukuman itu juga berbeda bagi pengedar narkoba, atau bahkan bagi pemilik pabrik narkoba. Hukuman ta’zir sendiri dapat sampai pada tingkatan hukuman mati bagi pelaku.
Dengan demikian sistem sanksi yang tegas dalam Islam berfungsi sebagai zawajir (mencegah orang lain berbuat pelanggaran serupa) dan jawabir (penebus dosa manusia di kehidupan akhirat kelak). Fungsi ini tidak akan dapat kita temui jika sistem kehidupan dan hukum yang dijalankan adalah sistem sekuler kapitalisme seperti saat ini.
Justru sistem kapitalismelah yang membuat rakyat terbelenggu dengan obat candu atau narkoba. Dan sudah saatnya kita beralih kepada pengaturan Islam yang sempurna agar rakyat mampu terlepas dari belenggu obat candu. Wallahu’alam bisshowwab. (*)
*Penulis Adalah Aktivis Dakwah dan Praktisi Pendidikan