OPINI
“Di satu sisi pemerintah ingin mandiri dalam bidang produk Teknologi Informasi dan Komunikasi dengan kebijakan memproduksi laptop Merah Putih. Dengan alasan mengurangi ketergantungan masyarakat Indonesia terhadap produk impor,”
Oleh : Zhuhriana Putri
PEMERINTAH tengah mempercepat penggunaan produk dalam negeri (PDN) khususnya untuk sektor pendidikan. Diantaranya adalah penggunaan laptop buatan dalam negeri.
Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, mengatakan “Pemerintah berupaya mempersiapkan riset dalam negeri untuk meningkatkan kandungan TKDN agar dapat memproduksi laptop Merah Putih, mulai dari desain hingga pengembangannya. Tujuan utama adalah meningkatkan penggunaan produk TIK dalam negeri di bidang pendidikan melalui pengadaan barang pemerintah yang ditargetkan Rp. 17 triliun pada 2024.” (Dikutip dari Tribunnews, 23/07/2021).
Sebuah kebijakan yang mengejutkan di tengah situasi pandemi saat ini. Alasan pemerintah dalam memproduksi laptop Merah Putih tersebut adalah agar masyarakat Indonesia tidak memiliki ketergantungan lagi terhadap produk impor.
Jika dilihat dari satu sisi, kebijakan ini merupakan satu langkah baik dari pemerintah dalam memfasilitasi sektor pendidikan yang saat ini memang membutuhkan produk TIK terutama laptop dalam kondisi pembelajaran daring.
Begitu juga dinilai baik dalam memajukan produk dalam negeri agar masyarakat Indonesia dapat mandiri. Hanya saja jika kita lihat dari sisi lain, kebijakan ini dinilai sangat tidak bijak jika dilakukan dalam situasi pandemi yang semakin kritis.
Disaat sektor kesehatan lebih membutuhkan biaya yang besar untuk mengendalikan pandemi, pemerintah Indonesia malah menganggarkan Rp. 17,42 triliun untuk belanja produk Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) pada bidang pendidikan sepanjang 2021 hingga 2024.
Seberapa urgen kah investasi besar sejenis ini di tengah pandemi yang makin tidak terkendali ? Penyebaran wabah Covid-19 di Indonesia semakin membara. Angka kasus positif harian juga terus mencapai rekor terbaru. Tentunya dalam pengadaan fasilitas kesehatan di seluruh daerah membutuhkan biaya yang besar. Belum lagi rakyat yang terus menjerit akibat ketidakmampuannya dalam bertahan hidup. Ratusan juta rakyat terkena dampak buruk pada aspek kesehatan dan kebutuhan pokok, yang seharusnya pemerintah bertanggung jawab penuh dalam menjamin kehidupan rakyatnya terutama disaat pandemi. Ditambah lagi pemerintah terus menambah utang negara Indonesia selama pandemi hingga menyentuh angka Rp. 6.000 triliun.
Sebuah ironi di negeri ini. Di satu sisi pemerintah ingin mandiri dalam bidang produk Teknologi Informasi dan Komunikasi dengan kebijakan memproduksi laptop Merah Putih. Dengan alasan mengurangi ketergantungan masyarakat Indonesia terhadap produk impor.
Namun disisi lain, pemerintah Indonesia sampai detik ini tidak mampu terlepas dari jeratan utang luar negeri. Tidak mampu mandiri dan selalu mengandalkan utang dari negara maju. Semakin terlihat jelas bahwa pemerintah tidak serius dalam menentukan prioritas alokasi anggaran negara.
Inilah bentuk lepas tanggung jawabnya negara dalam mengurusi urusan umat. Kesalahan kebijakan dalam penambahan utang ditengah pandemi maupun kesalahan prioritas alokasi anggaran negara terjadi karena semua kebijakan pemerintah didasarkan pada ekonomi sistem Kapitalisme. Sebab sistem Kapitalisme menjadikan sumber keuangan utama negara adalah pajak dan utang.
Padahal konsekuensi utang luar negeri sama saja mempersilakan hegemoni para kapitalis semakin kuat mencekram negara penerima utang. Alhasil Indonesia akan semakin bergantung tangan dengan negara barat. Dan harapan menjadi negara mandiri hanya lah menjadi mimpi semata.
Adakah solusi kehidupan yang bisa menyelamatkan rakyat dari ketidaktepatan kebijakan pemerintah saat ini ? Jika kita melihat akar masalah yang terjadi pada kehidupan kita saat ini adalah akibat diterapkannya sistem kapitalisme.
Dimana sistem Kapitalisme menjadikan kepentingan para kapitalis lebih didahulukan dibandingkan kepentingan rakyat. Sehingga kebijakan yang ditetapkan pemerintah adalah kebijakan yang jauh dari apa yang dibutuhkan rakyat.
Maka tiada solusi yang paling mengakar selain mengganti sistem kehidupan dengan sistem yang telah terbukti menyejahterakan rakyat. Yaitu sistem kehidupan Islam yang berasal dari Sang Pengatur, yang pastinya tidak menjadikan kepentingan sepihak manusia lebih tinggi dari kepentingan pihak lainnya. (*)
*Penulis Adalah Aktivis Mahasiswa USU