“Otoritas moneter yang menerbitkan mata uang sudah mendapatkan keuntungan yang sangat besar dari selisih nilai nominal yang tertera dengan nilai intrinsiknya,”
Oleh : Dina Aprilya
PENANGKAPAN Pendiri Pasar Muamalah, Zaim Saidi di Depok, menuai kecaman dari berbagai pihak karena dianggap sebagai bentuk kriminalisasi terhadap ajaran Islam.
Polisi menetapkan Zaim Saidi, pengelola sekaligus penggagas penggunaan dinar-dirham di toko bernama Pasar Muamalah, Depok, Jawa Barat, sebagai tersangka. Zaim diduga bertransaksi menggunakan selain mata uang Rupiah di wilayah NKRI (cnnindonesia.com, 04/02/2021).
Zaim ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan berdasarkan ketentuan pasal 9 UU No 1 tahun 1946 tentang peraturan Pidana dan/atau pasal Pasal 33 UU No 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang.
Terkait hal ini, Wakil Presiden Ma’ruf Amin menyatakan transaksi menggunakan dirham. Nama koin ini adalah koin perak seperti yang tertulis di atas koinnya. Begitu juga yang koin emas, ini koin emas,” paparnya (detik.finance.com/ 31/01/2021).
Ketua PP Muhammadiyah Bidang Ekonomi, KH Anwar Abbas, membandingkan dengan banyaknya penggunaan uang asing termasuk dolar dalam transaksi wisatawan asing di Bali. Padahal, transaksi tersebut membawa dampak negatif terhadap perekonomian nasional karena banyaknya transaksi yang menggunakan mata uang asing akan menurunkan permintaan terhadap rupiah.
Kegagalan sistem kapitalisme dalam menciptakan kesejahteraan dan keadilan, juga volatilitas dan ketidakstabilan yang membelenggu perekonomian, ditambah siklus krisis yang terus membayangi ekonomi negara di dunia, telah menjadi bukti otentik bahwa sistem ekonomi kapitalisme tak layak dipertahankan.
Penyebab utama ketidakstabilan dan tingginya inflasi adalah akibat sistem mata uang yang dipakai dunia saat ini adalah fiat money, suatu sistem mata uang hampa (kertas) tanpa back up emas. Kegagalan dan kezaliman sistem fiat money telah mendorong para pakar ekonomi, baik muslim ataupun Barat seperti William Shakespeare dari United Kingdom untuk mengembalikan kembali sistem mata uang emas yang dulu telah sukses membawa keadilan.
Dinar dan dirham sendiri memiliki banyak keunggulan jika dibandingkan dengan uang kertas fiat money.
Pertama, dinar dan dirham memenuhi unsur keadilan dibandingkan fiat money sebab memiliki basis yang riil berupa emas dan perak. Sebaliknya, fiat money sama sekali tidak dijamin dengan emas dan perak.
Nilai yang tercetak pada uang kertas fiat money tidak akan sama dengan nilai intrinsiknya. Hal ini memunculkan ketidakadilan. Otoritas moneter yang menerbitkan mata uang sudah mendapatkan keuntungan yang sangat besar dari selisih nilai nominal yang tertera dengan nilai intrinsiknya. Sebaliknya, dinar dan dirham jelas adil karena antara angka yang tertera dan nilai intrinsiknya sama.
Kedua, dinar dan dirham lebih stabil dan tahan terhadap Inflasi. Berdasarkan fakta sejarah, emas dan perak merupakan jenis mata uang yang relatif stabil dibandingkan sistem uang kertas fiat money. Bagaimanapun kuatnya perekonomian suatu negara, jika sistem penopangnya menggunakan uang kertas, negara tersebut rentan terhadap krisis dan cenderung tidak stabil.
Bahkan beberapa kejadian yang berkaitan dengan krisis, salah satunya dipicu karena penggunaan sistem uang kertas fiat money. Penggunaan uang kertas bisa dipastikan akan membawa rentetan inflasi. Hal ini berbanding terbalik dengan dinar dan dirham yang berbasiskan riil emas dan perak. Penggunaan dinar dan dirham akan lebih stabil karena nilai nominal yang tertera setara dengan nilai intrinsiknya.
Ketiga, dinar dirham memiliki aspek penerimaan yang tinggi. Termasuk dalam pertukaran antarmata uang atau dalam perdagangan internasional. Dinar dan dirham tidak memerlukan perlindungan nilai karena nilai nominalnya benar-benar dijamin penuh oleh emas dan perak.
Oleh karena itu, jika sistem mata uang dinar dan dirham telah terbukti lebih unggul dari sistem fiat money dan sistem ekonomi Islam akan membawa kesejahteraan dan keadilan bagi seluruh umat manusia, urgen untuk kita berusaha mewujudkannya dalam bingkai Daulah Khilafah Islamiah. Wallahu’alam bishawab. (*)
*Penulis Adalah Mahasiswi, Fakultas Farmasi, Universitas Tjut Nyak Dien