Sikap Kita Terhadap Naiknya BBM

0
9
Eva Arlini, SE/Foto : Ist.

OPINI | POLITIK | EKONOMI

“Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) pun tak terelakkan, yang akan menambah jumlah pengangguran. Peningkatan angka kriminalitas juga akan menjadi kekhawatiran kita bersama, sebagai efek turunan kenaikan BBM,”

Oleh : Eva Arlini, SE

TAK lama negeri kita memperingati hari kemerdekaan, rakyat mendapat kado pahit dari pemerintah. Ya, kenaikan BBM yang terjadi beberapa waktu lalu merupakan kejutan buruk dari pemerintah untuk rakyat. Tiga jenis BBM yakni pertalite, pertamax dan solar harganya naik. Harga pertalite naik dari 7.600 rupiah menjadi 10.000 rupiah, pertamax dari 12.500 rupiah menjadi 14.500 rupiah dan solar dari 5000 rupiah menjadi 6.800 rupiah.

Kita semua sudah bisa memastikan jika kenaikan BBM akan diikuti oleh kenaikan biaya hidup lainnya, seperti ongkos angkot dan harga – harga kebutuhan pokok. Ongkos produksi dari para pengusaha khususnya pengusaha kecil pun akan naik. Alhasil, Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) pun tak terelakkan, yang akan menambah jumlah pengangguran. Peningkatan angka kriminalitas juga akan menjadi kekhawatiran kita bersama, sebagai efek turunan kenaikan BBM.

Sebagai rakyat, kita harus tepat dalam menyikapi masalah ini. Sebab, sikap yang tepat dari kita khususnya umat Islam, bisa menjadi solusi bagi permasalahan tersebut. Setidaknya ada beberapa hal yang harus kita lakukan. Pertama, melakukan muhasabah lil hukam atau menasihati penguasa atas kebijakan zhalim yang dilakukannya.

Aktivitas muhasabah lil hukam merupakan salah satu aktivitas mulia dalam Islam. Bahkan Nabi Muhammad saw menggolongkan perbuatan menasihati penguasa sebagai sebaik – baik jihad. Sabda Rasulullah saw : “Jihad yang paling utama adalah mengatakan kebenaran di sisi penguasa zhalim” [Hr. Abu Dawud, Tirmidzi, dan Ibnu Majah]

Kedua, dalam melakukan muhasabah lil hukam, kita menjelaskan letak kesalahan penguasa menurut syariah Islam. Kenaikan BBM bukan sekedar menyengsarakan rakyat. Namun yang lebih utama adalah, kenaikan BBM merupakan pelanggaran syariah Islam. Dalam pandangan Islam, minyak bumi adalah milik umum, bukan milik negara yang bisa diserahkan secara bebas kepada swasta.

Salahsatu akssi demo penolakan kenaikan BBM/Foto : Net

Rasulullah saw bersabda: “Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api”. (HR. Abu Dawud dan Ahmad)

Jadi ketika Undang – Undang Migas Nomor 22 tahun 2001 disahkan untuk melegalkan swasta asing mengelola minyak bumi Indonesia, sama saja dengan melanggar hadist tersebut. Undang – undang tersebut menandai liberalisasi migas dari hulu hingga hilir. Kini sebagian besar penguasaan sumber – sumber minyak Indonesia, berada di tangan asing. Pertamina sebagai perusahaan anak negeri, hanya mengelola minyak bumi tak lebih dari 20 persen saja.

Di sektor hilir, memang hingga kini sebagian besar penjualan BBM dikuasai pertamina. Disinilah masalahnya bagi perusahaan – perusahaan minyak swasta asing. Mereka juga ingin bermain di sektor hilir. Perusahaan swasta kesulitan menjual BBM karena harga BBM yang masih disubsidi pemerintah. Mereka belum mampu memasarkan BBM merata di Indonesia. Saat ini SPBU swasta seperti Shell, Vivo dan lain-lain hanya ada di Ibu Kota Jakarta.

Hal itulah yang menyebabkan pemerintah menaikkan harga BBM, yakni agar penjualan BBM dari perusahaan swasta bisa ikut bersaing. Tak lama setelah Presiden Joko Widodo mengumumkan kenaikan harga BBM, SPBU milik swasta yakni VIVO viral. Vivo menuai keuntungan karena menjual BBM di bawah harga yang diumumkan Jokowi.

Ketiga, dalam melakukan muhasabah lil hukam, kita juga harus secara tegas menyampaikan akar persoalan kenaikan harga BBM ini. Permasalahan ini bermula dari diterapkannya sistem kapitalis sekuler. Sistem kapitalis sekuler yang melahirkan sistem ekonomi liberal. Di dalamnya tidak ada batasan kepemilikan. Alhasil, kekayaan alam seperti minyak yang sebenarnya milik rakyat pun bisa dimiliki oleh individu.

Terakhir, kita harus menasehati pemerintah agar segera menghentikan kezhalimannya dan kembali pada syariat Islam. Kita rakyat Indonesia yang mayoritas muslim, seharusnya juga menyadari bahwa kehidupan di bawah sistem buatan manusia, akan selalu berdampak buruk bagi dunia maupun akhirat kita. Untuk itu marilah kita bersaama – sama memiliki kesadaran untuk kembali taat pada aturan Allah swt secara kaffah, agar hidup kita sejahtera dan berkah. (*)