OPINI | POLITIK
“Kedaulatan tergadaikan karena ada prinsip kebebasan. Kebebasan ini membuat para kapital memiliki kekayaan hingga kekuasaan melebihi negara,”
Oleh : Nusroh
DI PERAIRAN Tangerang, terlihat jelas membentang sekitar 30 km pagar laut misterius. Sampai saat ini belum diketahui siapa yang membangun pagar laut tersebut. Walaupun demikian, ternyata daerah kawasan pagar laut itu sudah bersertifikat Hak Guna Bangunan (HGB).
Sebagaimana yang dikatakan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN Nusron Wahid, jumlah sertifikat hak guna bangunan mencapai mencapai 263 bidang. Sertifikat atas nama beberapa perusahaan, yakni PT Intan Agung Makmur sebanyak 234 bidang, PT Cahya Inti Sentosa sebanyak 20 bidang dan atas nama perserongan sebanyak 9 bidang (CNN Indonesia, 21 2025)
Padahal, para nelayan sekitar pagar laut misterius tersebut sudah melaporkan sejak Agustus 2024, karena pagar tersebut menutup jalur pelayaran nelayan. Sejumlah nelayan mengalami kesulitan dalam mencari ikan.
Jika dilihat, pernyataan pejabat negara terkait pagar laut misterius terkesan aneh, pasalnya pagar laut tersebut bukan sesuatu yang tidak kasat mata, pagar itu terbuat dari bambu dengan ketinggian hingga 6 meter. Dengan potensi negara yang memiliki semua perangkat, seharusnya pemerintah sangat mudah menelisik pelakunya. Namun pemerintah seolah-olah sedang menutupi atau membiarkan sesuatu terjadi begitu saja.
Dugaan ini terkuak dengan sikap pemerintah yang baru menanggapi laporan pagar laut setelah viral, padahal laporan dibuat masyarakat pada Agustus 2024. Sebuah keniscayaan negara yang menerapkan sistem kapitalisme penguasanya tidak bergerak cepat menyelesaikan kesulitan warga negaranya.
Sistem kapitalisme menjadikan negara tidak memiliki kedaulatan mengurus urusannya. Kedaulatan tergadaikan karena ada prinsip kebebasan. Kebebasan ini membuat para kapital memiliki kekayaan hingga kekuasaan melebihi negara.
Dalam sistem kapitalisme negara tidak memiliki kuasa menindak para kapital yang perbuatannya menyengsarakan rakyat, negara hanya menjadi regulator yang bergerak sesuai dengan arahan para kapital bahkan menjadi penjaga kepentingan kapital.
Keberadaan negara kapitalisme membuat kepemimpinan penguasa hal ini menjadi populis otoritarian. Sikapnya jauh dari kata ramah kepada rakyat. Rakyat jelas-jelas mengalami penderitaan namun penguasa abai dan hanya melakukan pencitraan di muka umum.
Berbeda dengan negara yang menerapkan sistem Islam yaitu negara khilafah. Negara khilafah merupakan negara yang memliki kedaulatan penuh mengurus urusan negara dan menyejahterakan rakyatnya. Negara kedaulatan ini membuat negara khilafah tidak akan tunduk di bawah ketiak korporasi atau intervensi negara asing manapun.
Kedaulatan ini niscaya terjadi sebab Asy-Syari’ (Allah dan Rasul-Nya) menetapkan keberadaan sebuah negara wajib menjadi raa’in (pengurus) dan junnah (perisai) bagi rakyatnya sebagaimana hadits Rasulullah SAW, “Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya” (HR al Bukhari).
Dari Abu Hurairah ra, Nabi Muhammad SAW bersabda :”Sesungguhnya al imam (khalifah) itu perisai yang (orang-orang) akan berperang mendukungnya dan berlindung (dari musuh) dengan kekuasaannya (HR. Muttafaqun Alayh dan lain-lain).
Dua peran ini yang membuat negara khilafah kokoh berdiri tanpa intervensi dari pihak manapun sehingga bisa fokus membuat kebijakan yang akan memberikan kemaslahatan dan kesejahteraan bagi rakyatnya.
Di sisi lain baik pemimpin negara khilafah (khalifah) dan pejabat negara diperintahkan untuk tidak melakukan persekongkolan dengan para kapital demi meraup keuntungan pribadi. Dan tidak akan membiarkan sesuatu terjadi yang dapat membuat rakyat dalam kesengsaraan seperti yang dialami oleh warga sekitar pagar laut misterius itu.
Pemerintah bersifat tegas sebagaimana Rasulullah menegaskan dalam haditsnya yang diriwayatkan oleh Aisyah ra, dia berkata, “Saya mendengar Rasulullah SAW berdo’a di rumah ini. Ya Allah siapa saja yang diserahi kekuasaan untuk mengurusi urusan umatku, kemudian ia membebaninya, maka bebanilah dirinya. Siapa saja yang diserahi kekuasaan untuk mengurusi urusan umatku, kemudian ia berlaku lemah lembut maka bersikap lemah lembutlah kepada dirinya” (HR Muslim).
Kepemimpinan demikian mampu diwujudkan sebab As-Syari’pun mewajibkan sosok pemimpin yang menghiasi dirinya dengan sifat-sifat seorang pemimpin.
Seorang pemimpin harus mempunyai kepribadian Islam, ketaqwaan, kelemahlembutan terhadap rakyat dan tidak menimbulkan antipati. Seperti kepemimipinan di dalam negara khilafah negara memiliki kedaukatan penuh sehingga mampu menjauhkan rakyatnya dari penderitaan dan kesengsaraan. [**]
*Penulis Adalah Anggota Komunitas Muslimah Menulis (KMM) Depok
Disclaimer :
Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan Lapan6Online.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi Lapan6Online.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.