HUKUM
“Dan dengan adanya peristiwa longsor di lokasi pekerjaan tersebut dapat berpotensi menimbulkan kerugian keuangan Negara,”
Jakarta | Lapan6Online : Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalimantan Barat (Kalbar) tak lama lagi segera menggelar persidangan kasus korupsi berjamaah dalam proyek renovasi kawasan Waterfront Kabupaten Sambas pada Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi Kalbar tahun anggaran 2022.
Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Kalbar, M Yusuf, melalui Kasipenkum Kejati Kalbar, I Wayan Gedin Arianta, membenarkan hal itu.
“Lima tersangka dan barang buktinya sudah diserahkan ke Kejari Sambas dan saat ini sedang disusun surat dakwaannya,” ujar Kapuspenkum, pada Jum’at (23/02/2024).
Adapun kelima tersangka itu adalah ES, HS, JD, SD, MS. Dari lima tersangka ini, hanya empat yang ditahan, sedangkan Tersangka SD tidak ditahan dengan alasan sakit.
Pada kasus ini, kelimanya disangka melanggar Primair Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke- 1 KUHP.
Subsidiair melanggar Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke- 1 KUHP.
“Bahwa pekerjaan Renovasi Kawasan Waterfront Kabupaten Sambas pada Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Provinsi Kalimantan Barat Tahun Anggaran 2022 dilaksanakan oleh CV. Zee Indoartha berdasarkan Kontrak Kerja No. 03.09.03/FS-03/SP/WTF.SMB/CK-PBL/2022/DPUPR tanggal 21 Juni 2022 dengan Nilai Pekerjaan sebesar Rp. 8.826.828.000,- dengan menggunakan dana yang bersumber dari APBD Provinsi Kalimantan Barat,” ujarnya.
Pada pelaksanaannya ditemukan pekerjaan tidak sesuai dengan metode pekerjaan yang ditetapkan dalam kontrak sehingga tanah dan turap existing yang lama longsor dan roboh hingga pekerjaan tersebut diputus kontrak dengan realisasi fisik pekerjaan akhir sebesar 45,53%.
“Dan dengan adanya peristiwa longsor di lokasi pekerjaan tersebut dapat berpotensi menimbulkan kerugian keuangan Negara,” paparnya. (*Kop/BBS/Syamsuri/MasTe/Lpn6)