OPINI | POLITIK
“Hal ini disebabkan oleh sistem sekularisme kapitalisme yang menjadikan masyarakat tidak mengkaitkan pola konsumsi mereka sesuai syariat Islam,”
Oleh : Meilani Afifah
BELAKANGAN viral di media sosial video yang menceritakan banyaknya Bocil (bocah cilik,red) yang melakukan cuci darah atau Hemodialisis di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta.
Meluruskan berita tersebut, pihak RSCM yang diwakili oleh konsultan netrologi anak dr Eka Laksmi Hidayah, SpA (K) menyatakan ” Jadi kita cukup kaget ya karena ada berita-berita terkait ini, padahal di RSCM kita tidak mengalami lonjakan”.
Ia pun menambahkan saat ini disebutkan ada sekitar 60 anak yang menjalani terapi pengganti ginjal di RSCM. Sebanyak 30 diantaranya menjalani Hemodialisis rutin sementara lainnya datang sebulan sekali. (detikHealth, pada Sabtu (27/7/2024).
Melalui survei Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) ditemukan kondisi hematuria dan proteinuria pada urine anak-anak, yaitu adanya darah dan protein dalam kencing mereka. Menurut salah satu pakar ginjal yang membuat survei pada anak-anak remaja usia 12-18 tahun. Hasilnya 1-5 anak dicek urinenya terdapat darah dan protein dalam urine.
Hal tersebut diungkap oleh ketua umum dokter anak Indonesia dr Piprim Basarah Yanuarso, SpA (K) seperti dilansir dari detikHealth pada Selasa, 23/7/2024.
Ia pun menambahkan “Ini salah Satu indikator awal kerusakan ginjal, ini menunjukkan gaya hidup anak-anak kita di usia 12-18 tahun sangat memprihatinkan. Dari pola makan, pola gerak, pola tidur, sering begadang dan malas gerak olahraga”. Dia pun menekankan pola makan dan minum anak kurang baik dan sehat, anak-anak lebih suka mengkonsumsi makanan dan minuman yang manis-manis.
Sungguh fakta tersebut sangat meresahkan, pola konsumsi masyarakat saat ini tergiur dengan makanan dan minuman yang viral, makanan siap saji, minuman dengan kadar gula tinggi, makanan bergluten tinggi, makanan pengawet dan makanan yang dimodifikasi dengan bahan kimia. Makanan seperti inilah yang menjadi konsumsi masyarakat sehari-hari.
Begitupun pola konsumsi pada anak-anak tak jauh berbeda, khususnya terhadap anak-anak yang susah makan, dengan jargon “yang penting anak mau makan” tak pikir panjang orang tua memberikan makanan yang disukai anak sekalipun makanan tersebut tidaklah baik dan menyehatkan.
Anak-anak hari ini sangat jarang menyukai dan mengkonsumsi makanan real yang sehat seperti buah dan sayur. Yang ada justru mereka lebih mengkonsumsi makanan dan minuman perasa, pengawet yang rentan berbahaya bagi tubuh.
Pola konsumsi seperti ini tidak lepas dari pola konsumtif dan permisif mengikuti tren. Hal ini disebabkan oleh sistem sekularisme kapitalisme yang menjadikan masyarakat tidak mengkaitkan pola konsumsi mereka sesuai syariat Islam. Mereka hanya berpikir bisa menikmati dan mengikuti tren tanpa memperhatikan makanan tersebut halal dan thoyyib (sehat).
Begitupun produsen hanya memikirkan keuntungan saja tanpa memperhatikan kehalalan dan kesehatan makanan yang diproduksinya. Ditambah negara yang abai dan berlepas tangan dari urusan ini, alhasil anak-anak menjadi korban akibat pola konsumsi yang tidak sehat.
Ini berbeda dengan Islam, Islam adalah sistem kehidupan yang sempurna yang datang dari Al Khaliq Al Mudabbir yakni Allah SWT. Islam mengatur pola konsumsi masyarakat khususnya anak-anak. Standar makanan dan minuman harus halal dan thoyyib. Sebagaimana firman Allah SWT:
وَكُلُوْا مِمَّا رَزَقَكُمُ اللّٰهُ حَلٰلًا طَيِّبًا ۖوَّاتَّقُوا اللّٰهَ الَّذِيْٓ اَنْتُمْ بِهٖ مُؤْمِنُوْنَ
Artinya: Dan makanlah dari apa yang telah diberikan Allah kepadamu sebagai rezeki yang halal dan baik, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya. (QS. al Maidah :88)
Halal yaitu bebas dari segala bentuk zat yang telah diharamkan dalam Islam seperti bangkai, darah, daging babi, dan hewan yang disembelih tidak menyebut nama Allah (Al Maidah:3)
Thoyyib artinya bagus (al-hasan), sehat (al-mu’afa) dan lezat (al-ladzidz) yaitu makanan harus baik untuk kesehatan, tidak boleh merusak tubuh, akal dan kehidupan manusia.
Dalam Islam ada beberapa kebijakan yang harus dilakukan, seperti pertama, negara mengedukasi masyarakat melalui sistem pendidikan Islam. Masyarakat dididik memiliki kepribadian Islam yakni pola pikir dan pola sikap sesuai dengan syariat Islam. Mereka memahami segala perbuatannya terikat dengan hukum Islam.
Sehingga ketika menjadi produsen dan konsumen mereka akan memastikan makanan yang diproduksi dan dikonsumsi harus sesuai standar syariat Islam yakni halal dan thoyyib. Masyarakat juga memahami tujuan konsumsi yaitu membuat badan sehat dan terpenuhinya gizi sehingga akan optimal dalam beribadah.
Kedua, negara menetapkan Undang-undang yang berkenaan produksi makanan dan akan memberikan sanksi yang tegas bagi yang melanggar.
Negara Islam menjamin rakyatnya khususnya anak-anak dapat mengkonsumsi makanan yang halal dan thoyyib agar menjadi anak-anak yang sehat, cerdas dan hebat. Hal ini akan menjamin anak-anak mengkonsumsi makanan yang tidak sehat yang mengakibatkan berbagai penyakit seperti gagal ginjal, diabetes dan lainnya. Wallahu a’lam bi ashhowab. (**)
*Penulis Adalah Ibu Rumah Tangga dan Aktivis Dakwah