Warung Makan Buka Siang Hari Ramadhan, Ditunggangi Kaum Liberal

0
18
Afifah Azzahra/Foto : Ist.

OPINI

“Namun, bagi kaum sekuler liberal mungkin Ramdahan menjadi bulan yang biasa-biasa saja, sehingga wajar muncul pro-kontra buka atau tutup warung makan selama Ramadhan,”

Oleh : Afifah Azzahra,

BAHASAN warung makan yang tetap buka di siang hari bulan Ramdahan kembali muncul. Kebijakan yang diterapkan pemerintah di beberapa daerah pun berbeda-beda, ada yang masih membolehkan untuk membukanya dan ada yang mewajibkan untuk menutupnya.

Seperti dikutip dari Solopos.com (3/4/2022), selama Ramadan 2022, pemilik warung makan di Kabupaten Pamekasan, Jawa Timur, tidak boleh buka dan melayani pembeli makan di tempat pada pagi sampai siang hari. Kalau melanggar, warung tersebut akan dikenai sanksi berupa teguran lisan, tertulis, penutupan paksa, hingga pencabutan izin usaha.

Sedangkan dikutip dari detikNews.com (6/4/2022), Pemerintah Kota Depok memberikan perizinan pembukaan usaha selama Ramadhan. Peraturan itu di antaranya ditujukan bagi pemilik restoran, rumah makan, kafe, warung makan, dengan syarat memasang tirai penutup pada siang hari selama puasa. Hal ini sama seperti yang disampaikan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Cholil Nafis saat dihubungi JawaPos.com (29/3/2022).

“Warung tak usah ditutup jualannya, tapi makannya jangan dipamerkan kepada orang yang sedang berpuasa. Yang puasa jangan menutup hajat orang lain tapi yang tak puasa jangan menodai bulan Ramadhan. Ayo saling tenggang rasa dan saling menghormati.”, kata Cholil Nafis.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal (Sekjen) MUI Amirsyah Tambunan meminta tidak ada pihak yang melakukan razia atau sweeping di tempat makan selama Ramadhan karena kegiatan perekonomian harus tetap berjalan.

Dari sini, terlihat bahwa masih banyak pihak terang-terangan merevisi kebijakan tahun sebelumnya yang melarang warung makan buka siang hari pada Ramadhan. Dengan dalih ekonomi dan alasan toleransi seseorang yang berpuasa diharuskan untuk menghormati orang yang tidak berpuasa. Ini tak bisa dilepaskan dari kampanye massif kaum liberal yang menyoal untuk menghormati yang tidak berpuasa dan mencela pihak yang melarang.

Bulan Ramadhan bagi kaum Muslim begitu istimewa dan merupakan bagian dari syiar Islam. Di bulan ini kaum Muslimin dunia serempak menjalankan ibadah puasa dan aktivitas ketaatan lainnya sebagai bentuk mengaggungakan Ramadhan. Namun, bagi kaum sekuler liberal mungkin Ramdahan menjadi bulan yang biasa-biasa saja, sehingga wajar muncul pro-kontra buka atau tutup warung makan selama Ramadhan.

Dalam I’anatu al Thalibin dijelaskan, tidak boleh memfasilitasi kemaksiatan dengan cara apa pun. Ketidakbolehan membuka warung di siang hari bulan Ramadhan karena berpotensi menimbulkan dan membantu kemaksiatan. Jadi sebenarnya, problem ini bukan hanya terkait fikih kebolehan buka warung di siang hari tapi terkait paradigma kebijakan politik.

Dalam sistem sekuler kapitalis sekarang ini kebijakan penguasa seolah hanya berorientasi pada materi. Seharusnya penguasa dan ulama menjadi ra’in, memastikan semua yang wajib puasa tidak meninggalkan kewajibannya dibanding mempertimbangkan opini menyesatkan kaum liberal. Keadaan ini, tentu berbeda jika diterapkannya sistem Islam.

Dalam sistem Islam, daerah yang mayoritas penduduknya Muslim penutupan rumah makan di siang bulan Ramadan adalah wajib sebagai kepatuhan terhadap hukum Islam, bentuk toleransi dan menghargai umat Islam yang sedang menjalankan ibadah puasa. Sehingga syiar Ramadhan tak hanya ditampakkan oleh kaum Muslimin, namun juga non-Muslim.

Suasana Ramadhan pun akan semakin terasa dengan aktivitas-aktivitas ketaatan yang dilakukan kaum Muslim seperti sedekah, tarawih, tilawah dan lainnya. Umat Muslim dapat beribadah dengan tenang, baik secara individu dan di ruang publik saat bulan Ramadhan. Inilah kondisi yang akan terjadi ketika diterapkannya sistem Islam dalam naungan khilafah. Wallahua’lam. [*]

*Penulis Adalah Aktivis Muslimah

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini