OPINI | POLITIK
“Ada upaya untuk menyelamatkan Aguan dan proyek PIK-2. Kuat dugaan, kekuasaan lama menindak bukan berfikir untuk menyelesaikan masalah, tetapi berfikir untuk menyusun skenario penyelamatan Aguan dan Anthony Salim,”
Oleh : Ahmad Khozinudin, S.H.
SEBENARNYA, kasus pagar laut dan sertifikat diatas laut adalah perkara sederhana. Pagar dicabut, usut pelaku pemagaran hingga otaknya. Sertifikat dicabut, usut dan pidanakan semua yang terlibat dengan serifikat diatas laut.
Namun, sampai hari ini perkaranya menjadi rumit karena ada skenario penyelamatan. Baik untuk menyelamatkan pejabat dan aparat yang terlibat, lebih khusus untuk menyelamatkan bisnis properti Aguan dan Anthony.
Bacaan tentang adanya upaya sistematis untuk menyelamatkan Aguan dan Anthony Salim, setidaknya dapat kita tinjau dari beberapa indikator sebagai berikut:
Pertama, pagar laut tidak dibongkar tuntas. Metode pembongkaran, juga tidak menggunakan teknik yang praktis dan efektif.
Penggunaan aparat militer dan sipil, tanpa melibatkan alat berat (escavator), menjadikan drama pencabutan pagar layaknya kontestasi kebijakan pemerintah untuk mendapat simpati masyarakat. Euforia pencabutan, tidak menyelesaikan perkara pokoknya yakni tercabutnya pagar secara tuntas.
Ada kesan mengulur-ulur proses, dengan tujuan akhir penyelamatan pagar laut yang sudah dibuat dengan investasi yang mahal. Kalau serius, dengan alat berat yang dikerahkan oleh institusi Negara, tidak sampai satu Minggu perkara pagar laut ini tuntas dibongkar.
Kedua, ada upaya untuk menghindari penindakan hukum pada para pelaku pemagaran, penyedia dana, hingga penerima manfaat pagar. Padahal, nama Mandor Memet, Eng Cun alias Gojali, Ali Hanafiah Lijaya orangnya AGUAN dan proyek PIK-2, adalah satu kesatuan pihak yang terlibat dan mendapat manfaat dari pagar laut ini.
Terbaca, ada upaya untuk menyelamatkan Aguan dan proyek PIK-2. Kuat dugaan, kekuasaan lama menindak bukan berfikir untuk menyelesaikan masalah, tetapi berfikir untuk menyusun skenario penyelamatan Aguan dan Anthony Salim.
Terlihat jelas, sedang dipersiapkan tumbal dalam perkara pagar laut ini. Arsin Kades Kohod, nampak sedang dijadikan kambing hitam, untuk dikorbankan, disembelih untuk sesaji tanggungjawab hukum pagar laut dan sertifikat diatas laut.
Ketiga, fokus pembatalan sertifikat diatas laut hanya di desa kohod. Padahal, pagar laut ini membentang 30,16 KM di sepanjang laut yang meliput sejumlah desa dan kecamatan, yaitu:
- Kecamatan Kosambi: ada Desa Dadap dan Desa Selembaran Jaya.
- Kecamatan Teluk Naga: ada Desa Muara, Desa Lemo, Desa Tanjung Pasir dan Desa Tanjung Burung.
- Desa Paku Haji: ada Kohod, Desa Kramat, Sukawali, dan Desa Surya Bahari.
- Kecamatan Mauk: ada Karang Serang dan Desa Ketapang.
Desa Kohod, dipilih hanya untuk melokalisir isu pagar laut dan serifikat laut seolah-olah hanya ada dan terjadi di desa Kohod. Bahkan, yang ada di Desa kohod pun masih banyak yang diselamatkan.
Menteri ATR BPN – Nusron Wahid sudah mencabut 50 SHGB & SHM Pagar Laut. Padahal, sebelumnya telah dirilis di Desa Kohod ada 263 SHGB dan 17 SHM diatas laut.
Kemana ratusan serifikat lainnya? Diselamatkan? Hanya beberapa biji saja yang dibatalkan, dan dikontestasi didepan Kades Kohod sebagai prestasi pemerintah?
Keempat, sejumlah pejabat sibuk buang Badan, dari dalih tak tahu hingga menyangkal dengan alasan bukan kewenangannya. Lihat saja komentar Hadi Tjahjanto, Raja Juli Antoni hingga AHY. Belum lagi, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang sampai hari ini masih bungkam.
Karena itu, skenario penyelamatan Aguan dan Anthony Salim, dilakukan juga untuk menyelamatkan para pejabat dan aparat yang terlibat.
Miris sekali. Baru menghadapi intervensi Aguan saja, negara sudah kalah. Apalagi, menghadapi intervensi Amerika dan China?
Apakah Presiden Prabowo Subianto akan menjadi macan Asia? Atau tunduk pada pagar laut, dan membiarkan rakyatnya menjadi korban kezaliman proyek PIK-2 milik Aguan dan Anthony Salim? [**]
*Penulis Adalah Advokat [Koordinator Tim Advokasi Melawan Oligarki Rakus Perampas Tanah Rakyat/ TA-MOR PTR]