OPINI
“Ketidakberdayaan ini seharusnya dapat menyadarkan kita akan kegagalan sistem kapitalisme dan demokrasi dalam menciptakan perdamaian dan keadilan. Alih-alih menjadi solusi, demokrasi dan kapitalisme justru menjadi alat yang kerap memperparah ketimpangan,”
Oleh : Aisyah Nurul Afyna
DUNIA kembali menyaksikan tragedi yang memilukan. Situasi Palestina semakin memburuk, tak hanya itu, Zionis juga melakukan penyerangan di Lebanon, Yaman, dan Iran.
Seolah tak merasa puas pasukan Zionis Israel terus meluncurkan sasaran serangan yang tak kenal henti. Serangan brutal ini tidak hanya merenggut nyawa, tetapi juga merusak fasilitas kesehatan, pendidikan, dan tempat tinggal, mengusir warga dari rumah mereka sendiri.
Terhitung hingga saat ini, ratusan korban jiwa, termasuk anak-anak, berjatuhan akibat serangan yang tanpa belas kasih ini. Sementara itu, para pemimpin dunia dan lembaga internasional terlihat tak berdaya menanggapi kebiadaban yang semakin meluas ini.
Dalam kondisi ini, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah berulang kali mencoba campur tangan melalui berbagai resolusi yang mereka klaim untuk meredam konflik Israel-Palestina. PBB, melalui Majelis Umumnya, telah mengeluarkan sejumlah resolusi seperti Resolusi 181/1947, Resolusi 388/1973, dan Resolusi 2334, yang ditujukan untuk menghentikan agresi dan menjamin hak-hak rakyat Palestina.
Majelis Umum bahkan mengeluarkan resolusi tambahan seperti A/RES/ES-10/21 dan A/RES/77/208, sebagai bentuk tekanan moral bagi Israel agar menghentikan tindakannya. Namun, nyatanya PBB masih belum mampu memberikan dampak yang nyata dalam menghentikan kekerasan yang terjadi. (hukumonline.com, 03/10/2024)
Resolusi-resolusi ini hanya memiliki kekuatan moral dan politik, tanpa kekuatan hukum yang mengikat (non-binding). Artinya, resolusi ini tidak dapat memaksa Israel untuk menghentikan serangan maupun mengubah kebijakannya terhadap Palestina.
Bahkan, sering kali, Amerika Serikat—yang memiliki hak veto di Dewan Keamanan—menggunakan hak vetonya untuk membatalkan resolusi yang lebih tegas terhadap Israel, sehingga menghambat upaya PBB dalam menghentikan kekacauan yang ditimbulkan. (hukumonline.com, 03/10/2024)
Keterbatasan ini memperlihatkan kelemahan PBB dalam menerapkan kebijakan yang efektif dan kuat untuk menyelesaikan masalah ini. Terbukti, meskipun telah ada seruan internasional untuk gencatan senjata, serangan Israel terhadap Gaza, Lebanon, bahkan Yaman dan Iran masih terus berlangsung.
Ketidakberdayaan ini seharusnya dapat menyadarkan kita akan kegagalan sistem kapitalisme dan demokrasi dalam menciptakan perdamaian dan keadilan. Alih-alih menjadi solusi, demokrasi dan kapitalisme justru menjadi alat yang kerap memperparah ketimpangan dan ketidakadilan global.
Di tengah seruan untuk menegakkan keadilan, Barat justru tetap gigih memaksakan ideologi demokrasi ke berbagai negeri—yang dalam kenyataannya malah mempertahankan kepentingan segelintir elite dan kekuatan besar.
Sistem ini memfasilitasi ketidakadilan dengan memberi ruang bagi kekuatan besar untuk bertindak sewenang-wenang, sementara rakyat sipil terus menjadi korban. Dunia, yang seharusnya menjadi pelindung, kini terlihat tak berdaya melawan kepentingan segelintir elite yang terus mengokohkan pengaruhnya.
Sudah saatnya umat Islam menyadari bahwa sistem yang ada saat ini pada hakikatnya tidak mampu memberikan keadilan dan perlindungan yang sesungguhnya. Umat membutuhkan solusi mendasar yang benar-benar mampu menegakkan keadilan dan melindungi hak-hak mereka. Hal ini membutuhkan kesadaran kolektif untuk mendukung dan terlibat dalam upaya bersama dengan mengikuti metode dakwah yang ditempuh oleh Rasulullah—melalui pendekatan politik dan pemikiran, tanpa kekerasan.
Rasulullah SAW memulai dakwahnya dengan membangun fondasi keimanan di Mekkah secara sembunyi-sembunyi, kemudian secara terbuka mengajak para pemimpin dan masyarakat luas, tanpa paksaan atau kekerasan. Langkah ini menunjukkan bagaimana dakwah bertujuan menciptakan perubahan pemikiran yang mendasar, sehingga Islam diterima sebagai ajaran yang membawa rahmat.
Rasulullah kemudian membangun negara Islam di Madinah, di mana Islam diterapkan secara menyeluruh, membawa keadilan dan perlindungan bagi semua pihak. Sistem ini telah terbukti menciptakan keamanan dan kesejahteraan, bukan hanya bagi kaum Muslim tetapi juga bagi non-Muslim yang hidup di bawah naungannya. Dengan kembali meneladani langkah-langkah tersebut, umat Islam memiliki peluang besar untuk menghadirkan solusi yang nyata dan mewujudkan kedamaian dan keadilan yang hakiki. (**)
*Penulis Adalah Mahasiswa Universitas Gunadarma