“Pendekatan menurunkan derajat, menyempitkan arti, dan monopoli Pancasila adalah berbahaya bagi eksistensi NKRI yang berdasarkan Pancasila,”
Jakarta, Lapan6online.com : Penolakan Rancangan Undang-undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) kian keras dilakukan elemen-elemen bangsa, bahkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) memberikan warning keras dengan menyerukan Umat Islam Indonesia untuk bangkit jika RUU Pancasila dijadikan Undang-undang.
Penolakan utama karena dihilangkannya TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 tentang Larangan Ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme. Isu RUU HIP pun dituding telah ditunggangi kepentingan kebangkitan PKI dan paham Komunis.
Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Din Syamsuddin mengatakan bahwa, RUU HIP menurunkan derajat Pancasila. Ketentuan yang ada di dalam RUU tersebut memonopoli penafsiran Pancasila yang merupakan kesepakatan dan milik bersama.
“Rancangan Undang-undang tentang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) dinilai menurunkan derajat Pancasila untuk diatur dengan Undang-undang, memeras Pancasila ke dalam pikiran-pikiran yang menyimpang,” kata Din, lansir situs nasional, Sabtu (13/6/2020).
UU Berbahaya
Ia berpendapat bahwa keberadaan RUU HIP yang sedang diatur menjadi UU berbahaya bagi eksistensi negara karena akan memecah belah bangsa. Atas dasar itu, Din meminta Presiden Joko Widodo untuk menghentikan pembahasan.
“Pendekatan menurunkan derajat, menyempitkan arti, dan monopoli Pancasila adalah berbahaya bagi eksistensi NKRI yang berdasarkan Pancasila,” ungkap Din.
Di samping itu, Din menilai DPR dan Pemerintah tidak arif dan bijaksana karena membahas sejumlah RUU di tengah keprihatinan bangsa atas pandemi Covid-19. Apalagi, lanjut dia, pembahasan dilakukan diam-diam tanpa melibatkan partisipasi masyarakat.
“Praktik demikian merupakan hambatan terhadap pembangunan demokrasi Pancasila yang berkualitas yang kita cita-citakan bersama,” tandasnya.
Sebelumnya, DPR menyetujui pembahasan RUU HIP sebagai inisiatif DPR. RUU HIP masuk ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2020-2024.
Dalam draft RUU HIP yang diakses pada situs DPR, disebut salah satu fungsi aturan ini adalah sebagai pedoman bagi penyelenggara negara dalam menyusun dan menetapkan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi terhadap kebijakan Pembangunan Nasional di bidang politik, hukum, ekonomi, sosial, budaya, mental, spiritual, pendidikan, pertahanan, dan keamanan yang berlandaskan pada ilmu pengetahuan dan teknologi guna mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang berketuhanan.
Meskipun begitu, Fraksi PKS dan Fraksi PAN menolak pembahasan RUU ini. Alasannya, dalam ketentuan yang diatur tidak memasukkan TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 tentang Larangan Ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme sebagai rujukan atau konsideran.
MUI Minta Polisi Usut RUU HIP
Mereka khawatir terhadap bahaya komunisme apabila TAP MPRS tersebut tak dicantumkan dalam RUU HIP. Kritikan juga disampaikan dari luar Senayan. Majelis Ulama Indonesia (MUI) berujar bahwa kehadiran RUU HIP akan mendegradasi kehadiran pancasila.
Sekretaris Jenderal MUI, Anwar Abbas juga mengkhawatirkan bahwa tidak dicantumkannya TAP MPRS tersebut dapat memicu kebangkitan PKI. Tak hanya itu, pengabaian fakta sejarah dalam pembahasan RUU merupakan sebuah tindakan yang memilukan bangsa.
“Kami pantas mencurigai bahwa konseptor RUU HIP ini adalah oknum-oknum yang ingin membangkitkan kembali paham dan Partai Komunis Indonesia. Dan oleh karena itu patut diusut oleh yang berwajib,” kata Abbas membenarkan Maklumat MUI.
(*/RedHuge/Lapan6online.com)