OPINI
“Yang makin memprihatinkan adalah candu judi online dikalangan polisi. Ketika Polri konon sibuk melakukan penindakan terhadap judi online, justru anggotanya sendiri main judi online, padahal itu pun pidana.”
Oleh : Selvi Safitri
Peredaran judi online makin menghawatirkan. Tidak hanya khalayak umum, aparat yang seharusnya menjadi penegak hukum pun tidak luput dari jerat judi online.
Tidak hanya menjadi pelaku judi online, para penegak hukum ini juga melakukan penipuan dan perampokan dengan menggunakan cara jual beli dengan pembayaran ditempat COD (Cash On Delivery,red). Setelah kasus ini tercium oleh media belasan anggota kepolisian itu kini diburu karena melarikan diri. ( Suara.com, 19-06-2024 ).
Kasus serupa juga terjadi pada oknum polisi wanita yang membakar suaminya yang berprofesi sebagai polisi di Mojokerto, dan kasus ini langsung menyedot perhatian publik. Apalagi pelaku dan korban sama-sama merupakan aparat penegak hukum.
Pakar psikologi forensik Reza Indragiri Amriel mengatakan, “ Yang makin memprihatinkan adalah candu judi online dikalangan polisi. Ketika Polri konon sibuk melakukan penindakan terhadap judi online, justru anggotanya sendiri main judi online, padahal itu pun pidana.” ( Republika, 13-6-2024 ).
Perilaku bermasalah yang terjadi pada oknum penegak hukum akibat kecanduan judi online tentu mempengaruhi kualitas pelayanan, perlindungan, pengayoman, dan penegakan hukum. Penting sekali untuk mengetahui, apakah personel polisi juga termasuk kelompok yang rentan judi online ?
Langkah cepat yang diambil oleh pemerintah dengan membentuk satgas judi online pun turut mendapat perhatian dari pakar ilmu hukum pidana. Pakar Ilmu Hukum Pidana khusus dari Universitas Jendral Soedirman Prof. Agus Raharjo mengingatkan pemerintah agar satuan tugas judi online dibentuk bukan reaksi terhadap kasus-kasus viral, seperti polwan membakar suaminya tadi. Jika hanya bersifat reaksi, nanti akan banyak perpres-perpres yang membentuk satgas-satgas. Justru yang harus dilakukan ialah mengevaluasi kembali kinerja aparat penegak hukum dan memberantas judi online. (Tempo,14-6-2024 ).
Buat apa memperbanyak perpres membentuk satgas kalau akar masalah judi online tidak diselesaikan ? jika hanya menyelesaikan dampak judi online, bukan tidak mungkin akan terus bermunculan kasus-kasus yang mengerikan akibat judi online.
Menurut pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan ( PPATK ), sepanjang 2022-2023 perputaran judi online di Nusantara tembus Rp517 triliun. Sebanyak 3,3 juta warga negara Indonesia bermain judi online. Prihatinnya lagi, lebih dari dua juta warga yang terjerat judi online adalah masyarakat miskin, pelajar, mahasiswa, buruh, petani, pedagang kecil, hingga ibu rumah tangga.
Meski judi online ini sudah menjamur di tanah air dan menyengsarakan masyarakat, tetapi baru belakangan pemerintah mulai serius menanganinya.Dimana Presiden Jokowi beberapa waktu lalu menyatakan akan membentuk satgas pemberantasan judi online.
Kementerian Komunikasi dan Informatika ( Kominfo ) melaporkan telah memutus akses atau takedown 60.582 konten terindikasi perjudian online selama periode September 2023. PPATK pun telah menghentikan sementara 3.935 rekening dengan saldo Rp160,6 miliar. Mabes Polri membeberkan Satgas Judi Online itu telah menangkap 1.158 tersangka. Namun faktanya jdui online masih terus marak ditengah masyarakat. Pemerinta melalui Menkominfo Budi Arie Setiadi menyatakan upaya menghadapi judi slot adalah tantangan berat. Ini karena banyak pelaku atau bandar judi online bersembunyi diluar negeri. Ia mengibaratkan pemberantasan judi online seperti hantu. Alasannya, judi online itu lintas negara. Servernya bisa dimana-mana.
Pernyataaan pemerintah ini jelas sulit diterima. Sebabnya, masyarakat sendiri sampai hari ini masih bisa dengan mudah mengakses berbagai situs judi, termasuk yang berkedok permainan. Begitu pula sejumlah selebritis dan actor/aktris nasional masih terus mempromosikan judi online diberbagai platform media sosial. Belum ada satupun dari mereka yang dijerat hukum.
Oleh karena itu, keseriusan pemerintah memberantas judi online hingga ke akarnya jadi diragukan. Apalagi pada tahun lalu Menkominfo pernah mewacanakan untuk memungut pajak dari permainan judi online. Alasannya, agar uang dari Indonesia tidak lari ke negara lain. Sebabnya, di negara ASEAN hanya Indonesia yang tidak melegalkan perjudian.
Selain faktor ketidakbecusan pemerintah menangani kasus judi online, akar dari permasalahan maraknya masyarakat terjerat judi online adalah sistem sekularisme liberalisme yang tumbuh kian subur ditengan kehidupan saat ini. Sekularisme yang menjadikan masyarakat jauh dari agama, nyatanya telah menggerus ketakwaan mereka. Liberalisme pun menjadikan masyarakat merasa bebas menentukan perilakunya. Jangankan halal haram tolak ukur perbuatannya, mereka bahkan bisa melakukan apa saja yang disuka walaupun moderat knsekuensinya.
Kapitalisasi juga menjadikan penguasa seolah tidak bisa berbuat apa-apa, kecuali hanya sedikit upaya. Memberantas konten judol pada sistem sekarang bagai menampung air dibawah atap yang bocor. Selama hulunya tidak diselesaikan, persoalan hilir jelas tidak akan selesai pula. Hulunya adalah buruknya pengurusan negara pada rakyat sehingga kemiskinan kian akut dan media promosi judol kian merebak dimana-mana. Andai negara dapat menyejahterkan rakyat dan mampu tegas terhadap siapapun yang mempromosikan judol, persoalan hulu akan bisa selesai.
Sayangnya, banyak oknum aparat dan pejabat yang terlibat dalam industri judi. Alhasil pemberantasannya pun terlihat setengah hati. Inilah konsekuensi negara dibawah oligarki, walaupun sudah jelas mudaratnya, selama menguntungkan oligarki, semua itu akan dilindungi. Ini pula konsekuensi tata kelola negara yang kapitalistik, negara abai pada nasib rakyat hingga kemiskinan dan kebodohan terus menyelimuti.
Dengan demikian, penerapan syariat islam secara kaffah jelas merupakan perkara urgent yang harus diterapkan. Selain hukumnya wajib, hanya syariat islam yang mampu menyelesaikan persoalan seluruh umat manusia. Ketika syariat islam diterapkan dalam skala negara, negara akan menjadikan akidah sebagai fondasi utama dalam membuat aturan. Aturan daripada islam telah mengatakan judi telah jelas haram, baik online maupun offline sama saja. Allah berfirman, “ Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum ) khamar, berjudi, ( berkorban untuk ) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (Q.S Al-Maidah:90 ). Oleh karenanya, berjuang menerapkan syariat Islam dalam bingkai Khilafah bukan hanya untuk menghilangkan judol, melainkan agar dapat menciptakan kesejahteraan bagi seluruh umat manusia. Waallahhu Alam Bissawwab. (**)
*Penulis Adalah Mahasiswa Sastra Jepang