OPINI | POLITIK
“Masa depan Gaza dan Palestina ada pada tangan mereka sendiri, yakni pada kepemimpinan politik Islam atau khilafah yang sungguh-sungguh harus diperjuangkan,”
Oleh : Bella Lutfiyya
PALESTINA kembali dibombardir sejak hari pertama Hari Raya Idul Fitri oleh Zionis Israel dan telah menewaskan lebih dari 1.200 warga Palestina dan melukai lebih dari 2.000 orang lainnya (international.sindonews.com, 5 April 2025).
Momen hari raya yang seharusnya diisi dengan kebahagiaan dan ketentraman, justru dipenuhi rasa takut. Momen yang seharusnya diisi dengan silaturahmi dan berkumpul bersama sanak saudara justru diisi dengan tangis dan duka.
Menurut Biro Statistik Palestina seperti dilansir Al Mayadeen, Jalur Gaza kini menghadapi krisis yatim terbesar dalam sejarah modern. Dalam pernyataan yang dikeluarkan menjelang Hari Anak Palestina, terkonfirmasi bahwa 39.384 anak telah menjadi yatim sepanjang 534 hari pengeboman.
Dari jumlah tersebut, sekitar 17.000 anak kehilangan kedua orangtua dan kini “menghadapi kehidupan tanpa dukungan atau perawatan.” (liputan6.com, 6 April 2025)
Tidak hanya melakukan kekejaman berupa penyerangan pada Palestina, Israel telah menutup titik-titik penyeberangan perbatasan yang vital dengan melarang masuknya bantuan kemanusiaan yang sangat dibutuhkan, termasuk tepung, bahan bakar, dan pasokan medis ke Jalur Gaza saat melanjutkan serangannya yang sempat terjeda gencatan senjata selama beberapa minggu (katakini.com, 4 April 2025)
Bisa dibayangkan hidup dalam kondisi tersebut, tanah air dirampas, dibombardir, fasilitas dan sarana prasarana dirusak, kehilangan sanak saudara, bahkan bantuan medis pun ikut diserang juga. Kebahagiaan warga Palestina terutama anak-anak dirampas dengan kejam. Anak-anak yang seharusnya bisa bermain, belajar, dan menikmati kehidupan yang damai kini menderita di tanah kelahiran mereka sendiri.
Kebiadaban zionis yang tiada tara, sehingga puluhan ribu anak-anak menjadi korban genosida yang juga meninggalkan kepedihan berupa anak-anak yang menjadi yatim karena kehilangan orang tua dan setiap harinya.
Semua fakta ini terjadi di tengah narasi Hak Asasi Manusia (HAM) dan segala aturan internasional dan perangkat hukum soal perlindungan dan pemenuhan hak anak. Nyatanya, aturan-aturan tersebut tidak mampu menghentikan, apalagi mencegah penderitaan anak-anak Palestina.
Semua ini semestinya menyadarkan umat bahwa tidak ada yang bisa diharapkan dari lembaga-lembaga internasional dan semua aturan yang dilahirkannya. Masa depan Gaza dan Palestina ada pada tangan mereka sendiri, yakni pada kepemimpinan politik Islam atau khilafah yang sungguh-sungguh harus diperjuangkan.
Khilafah berfungsi sebagai rain (penanggung jawab) dan junnah (pelindung rakyat) tidak akan pernah membiarkan kezaliman menimpa rakyatnya. Khilafah terbukti selama belasan abad berhasil menjadi benteng pelindung yang aman, dan memberikan sistem pendukung terbaik bagi tumbuh kembang anak, sehingga mereka bisa menjadi generasi cemerlang pembangun peradaban emas dari masa ke masa.
Genosida di Palestina adalah pembantaian paling terdokumentasikan dalam sejarah, bukti kebiadaban Zionis Israel ada di mana-mana -hal ini tak lekang dari perjuangan para jurnalis yang juga ikut meregang nyawa akibatnya- namun nyatanya, banyak pihak yang tutup mata dan abai. Lebih kejamnya lagi, apa yang terjadi di Palestina justru dinarasikan dengan fakta yang berbanding terbalik.
Sebagai satu-kesatuan umat muslim, apa yang sudah kita lakukan?
Saat ini, batas-batas nasionalisme akhirnya membatasi perjuangan kita membela Palestina. Padahal, umat muslim adalah satu-kesatuan yang utuh. Berita Gaza dan Palestina bukan sekali dua kali terjadi, melainkan sudah berpuluh-puluh tahun dan keadaannya tetap sama.
Gencatan senjata yang bersifat sementara tidak bisa menjamin kebebasan Palestina. Hal ini menjadi bukti bahwa solusi yang hakiki adalah dengan jihad. Namun sekali lagi, batas nasionalisme akhirnya telah membatasi ruang gerak umast muslim. Salah satu hal yang dapat dilakukan adalah dengan bersuara, menyatakan dengan lantang kekejaman Israel, dan meneruskan perjuangan jurnalis Palestina yang juga ikut dihabisi oleh zionis.
Lantas, sudahkah kita bersuara dan memanfaatkan sosial media yang kita punya?
Banyak sekali postingan dan berita Palestina yang bisa kita bagikan. Sosial media yang dapat mencakup khalayak luas harus kita manfaatkan dengan baik. Kebusukan dan tipu muslihat yang dilakukan Zionist Israel sudah sangat keterlaluan, maka kita balikan keadaan dengan menyerukan kebenaran yang terjadi.
Anak-anak Palestina, mengaharapkan dukungan terbaik dari kita sebagai umat muslim. Boikot produk harus tetap dijalankan, bersuara di sosial media harus kita lantangkan, berdoa di setiap ibadah harus terus dilakukan, dan memperjuangkan kembalinya khilafah juga wajib kita perjuangakan.
Hal-hal kecil ini yang mungkin bisa menjadi hujjah kita di akhirat nanti dan menjadi bukti bahwa kita tidak diam berpangku tangan melihat anak-anak Gaza dan orang tua mereka dibantai oleh zionis dan sekutu-sekutunya. Persoalan anak-anak Gaza akan selesai ketika persoalan Palestina juga terselesaikan secara tuntas dan solusi tuntas hanya dapat terwujud dengan jihad dan khilafah. (**)
*Penulis Adalah Aktivis Muslimah
Disclaimer :
Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan Lapan6Online.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi Lapan6Online.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.