OPINI | KEHIDUPAN
“Ada tiga poin yang dikritisi, yaitu, pertama, tidak masalah suami memukul istri. Kedua, istri tidak boleh menceritakan kekerasan yang dialaminya karena merupakan aib rumah tangga. Dan ketiga, tidak mempercayai korban dan menilai dilebih-lebihkan,”
Oleh : Tri Purnama Sari, S.Pd
KEKERASAN dalam rumah tangga kembali menjadi suatu perbincangan yang hangat akir-akhir ini. Lewat video yang beredar di media sosial dari penceramah tanah air kita yaitu Ustadzah ESD (Oki Setiana Dewi) yang sudah disampaikan dua tahun lalu kembali di blow-up ke publik, dimana dalam video tersebut Ustadzah ESD menormalkan KDRT.
Dilansir dari Muslimah News, dalam video ceramahnya tersebut, Oki berbicara soal seorang istri yang baru saja dipukul suaminya. Namun, Oki mengatakan agar istri tersebut tidak menceritakan tindakan suaminya ketika orang tuanya berkunjung ke rumah.
Sontak isi ceramah yang viral tersebut menuai banyak kritikan salah satu kritik datang dari Komnas Perempuan. “Komnas Perempuan menyesalkan ceramah yang berisi anjuran untuk tidak menceritakan kekerasan dalam rumah tangga atau kekerasan terhadap istri yang dialami perempuan kepada orang tuanya.
Dari ceramah itu, ada tiga poin yang dikritisi, yaitu, pertama, tidak masalah suami memukul istri. Kedua, istri tidak boleh menceritakan kekerasan yang dialaminya karena merupakan aib rumah tangga. Dan ketiga, tidak mempercayai korban dan menilai dilebih-lebihkan,” kata Komisioner Komnas Perempuan Siti Aminah, Kamis (3/2/2022).
Tak hanya itu, terkait video yang beredar tentunya ini menjadi sasaran empuk untuk disantap, terutama bagi kaum leberalisme yang menganggap bahwa Islam pun tak mampu melindungi kaum perempuan. Hingga menjadi kesempatan emas bagi kaum Feminisme dalam menggaungkan pemahamannya yang berjuang untuk menuntut hak dan kebebasan diri wanita agar dapat disetarakan dengan hak dan kebebasan layaknya pria.
Tentu hal ini dapat memberi pengaruh buruk terhadap para wanita lainnya terutama bagi wanita yang memiliki pandangan bahwasannya mereka juga memiliki hak untuk bebas, bebas melakukan apa saja yang mereka mau.
Berbicara soal KDRT, bahwa istilah ini bukanlah sesuatu yang baru, namun istilah ini dikeluarkan dan dipopulerkan oleh kaum “feminisme” yang menuntut kesetaraan gender. Tindakan KDRT seperti memukul, menampar, dan sebagainya dipicu dari permasalahan-permasalah yang terjadi didalam rumah tangga seperti masalah ekonomi, perselingkuhan, hubungan yang tidak harmonis juga tidak romantis dan lain-lainnya menjadi polemik yang sering dibicarakan dimata masyarakat.
Persoalan KDRT ini menarik paham kaum “feminisme” dalam mengatas namakan Hak Asasi Manusia (HAM) dalam perwujudannya untuk memperoleh kesetaraan gender, meski sudah berstatus sebagai seorang istri. Feminisme menganggap bahwa KDRT terjadi karna tidak adanya kesetaraan gender dalam rumah tangga. Dimana laki-laki bisa menjadi seorang pemimpin dan perempuan cukup hanya menjadi ibu rumah tangga saja. Inilah yang dianggap oleh kaum feminisme bahwa wanita itu menjadi pihak yang lemah sekaligus menjadi dampak kekerasan bagi kaum lelaki.
Permasalahan KDRT bukan karena kepemimpinan seorang suami, melainkan karena ketiadaan sistem (aturan) Islam yang dapat mengontrol masyarakatnya sekaligus mengatur hubungan antara suami dan istri agar terhindar dari KDRT serta dapat membantu para pasangan suami istri membangun keluarga sakinah mawadah wa rahma.
Terkait hal ini Islam tak hanya sekedar menjadi agama yang mengatur hubungan manusia dengan Allah SWT saja seperti sholat, puasa, zakat, haji dan lain-lainnya, namun Islam juga merupakan bagian dari pengatur kehidupan bermasyarakat dan mengatur hubungan suami istri dalam membangun dan menicptakan keluarga Islami.
Islam memandang bahwa kehidupan pasangan suami istri bagaikan menjalin sebuah persahabatan dan bergaul dengan baik sehingga keduanya dapat memberikan kedamaian dan ketentraman satu sama lain. Islam juga menetapkan kepemimpinan rumah tangga kepada laki-laki.
Apabila seorang istri membangkang (nusyuz) pada suaminya, Allah telah memberikan hak pada suami untuk mendidik istrinya. Allah Swt. berfirman, “Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasihatilah mereka dan pisahkanlah mereka dari tempat tidur mereka dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya.” (QS An-Nisa [4]: 4).
Penerapan hukum Islam tidak bisa dilakukan hanya pada indivudu saja, melainkan juga butuh dalam control masyarakat dan adanya peran Negara untuk menjalakannya. Penerapan Islam secara kaffah sangat penting sekali untuk membangun masyarakat yang sejahtera dan damai serta dapat mewujudkan kehidupan Islam yang sesungguhnya.
Jauh dari pertengkataran dan pertikaian yang kini kian hari merajalela. Serta membuat pelaku menjadi jera dan mencegah siapapun yang juga ingin melakukan tindakan yang serupa. Islam hadir sebagai agama sekaligus pemberi solusi bagi setiap problematika Ummat. (*)