“Puluhan orang ditangkap. Ketiga OTT itu meringkus Bupati Kepulauan Meranti Muhammad Adil, sejumlah pejabat Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kemenhub, dan terakhir Wali Kota Bandung Yana Mulyana sebagai tersangka kasus dugaan suap proyek pengadaan CCTV dan jasa internet terkait program Bandung smart city,”
Oleh : Reni Safira
KASUS korupsi di negeri ini kian hari kian marak dan merajalela seakan tidak ada habisnya. Pejabat negara yang seharusnya menjadi pihak yang diamanahi untuk bertanggung jawab mengatur urusan rakyat, namun kini amanah itu berubah menjadi kecurangan yang tentu membuat rakyat menderita dan tersakiti.
Serta rakyat tidak mendapatkan pengurusan kehidupan terbaik karena hak-hak mereka telah direbut oleh pejabat-pejabat yang tidak bertanggung jawab.
Dalam waktu delapan hari, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah menggelar operasi tangkap tangan (OTT) sebanyak tiga kali. Puluhan orang ditangkap. Ketiga OTT itu meringkus Bupati Kepulauan Meranti Muhammad Adil, sejumlah pejabat Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kemenhub, dan terakhir Wali Kota Bandung Yana Mulyana sebagai tersangka kasus dugaan suap proyek pengadaan CCTV dan jasa internet terkait program Bandung smart city. (Kompas.com)
Belum lagi dokumen hasil penyelidikan KPK yang bocor diperoleh tim KPK saat menggeledah Kantor Kementerian SDM pada Senin 27 Maret lalu. Awalnya penggeledahan tersebut berkaitan dengan penyidikan kasus dugaan korupsi manipulasi tunjangan kinerja (tukin) pegawai di Kementerian ESDM bukan perizinan tambang. (cnnindonesia.com)
Hal-hal seperti ini yang membuat rakyat ragu akan upaya pemberantasan korupsi di negeri ini. Sebab dokumen yang seharusnya bersifat rahasia dan hanya bisa berpindah tangan atas izin ketua KPK malah ditemukan di lembaga yang diduga melakukan praktek korupsi. Permasalahan yang terjadi pada tubuh KPK semakin membayangi buruknya masa depan pemberantasan korupsi. Banyaknya kasus korupsi yang menimpa para pejabat negara hingga persoalan yang menimpa KPK yang merupakan ujung tombak pemberantasan korupsi semakin melengkapi keterpurukan bangsa ini.
Dengan banyaknya praktik korupsi menjadi bukti rusaknya moral individu di negeri ini. Sebab standar kebahagiaan dalam pandangan mereka sebagai masyarakat kapitalis adalah materi. Sehingga mengejar harta sebanyak-banyaknya sekalipun melalui jalan yang haram adalah hal yang mutlak terjadi dalam sistem bobrok ini.
Kemudian penerapan sistem kapitalisme-sekuler yang telah menghilangkan peran agama untuk mengatur negara menjadikan aparat hingga birokrat tidak merasa diawasi oleh Allah SWT. Padahal pengawasan melekat merupakan hal yang sangat penting untuk meminimalisasi terjadinya praktik korupsi. Hal itu akan membuat kesadaran mereka tumbuh karena merasa diawasi oleh Allah.
Dengan demikian sudah saatnya untuk kembali pada solusi yang tepat yaitu penerapan hukum Allah secara totalitas dalam negara Khilafah yang merupakan kunci penyelesaian praktik korupsi di negeri ini. Penerapan sistem dan hukum Islam yang bersumber dari Allah merupakan solusi terbaik dan jalan yang tepat sehingga tidak akan terjadi lagi prakti-praktik korupsi dan suap-menyuap untuk tujuan apapun. Rasulullah Saw, telah melaknat penyuap dan penerima suap seperti yang diriwayatkan dalam hadits riwayat Tirmidzi dan Abu Daud.
Islam memberikan sejumlah hukuman yang berat kepada pelaku korupsi, suap dan penerima komisi haram. Adapun pelaku kecurangan seperti suap pada masa Rasulullah selain harta curangnya disita, pelakunya pun di tasyhir atau diumumkan kepada khalayak. Pada masa Khulafaur Rasyidin kebijakan yang dibuat oleh Khalifah Umar Bin Khattab ra. adalah mencatat harta kekayaan para pejabat saat sebelum dan setelah menjadi pejabat.
Jika Khalifah Umar merasa ragu dengan kelebihan harta pejabatnya ia akan membawa hartanya dan memasukkan harta itu ke Baitul Mal. Selanjutnya pelaku suap atau korupsi akan diberikan sanksi penjara hingga hukuman mati sesuai keputusan qadhi sebagai sanksi ta’zir dalam sistem pidana Islam.
Maka pemberantasan korupsi dalam Islam menjadi lebih mudah dan tegas karena negara dan masyarakatnya dibangun di atas dasar ketakwaan. Hukumnya pun berasal dari wahyu Allah bukan dari hawa nafsu manusia sebagaimana dalam sistem saat ini.
Dengan demikian kembalinya umat pada syariat Islam Kaffah yang datang dari Allah yang Maha Sempurna akan mengantarkan pada keberkahan hidup. Dan penerapan aturan Islam ini hanya akan terwujud dalam institusi Khilafah Islamiyah. Wallahua’lam Bisshawwab. (*)
*Penulis Adalah Mahasiswi