“Kebijakan rezim yang semakin represif nan otoriter serta kental berbau neo liberal, memang diperlukan suara-suara lantang perlawanan. Suara ini tentu tidak berasal dari sembarangan orang,”
Oleh : Fatimah Azzahrah Hanifah
Jakarta | Lapan6Online : Aliansi mahasiswa di seluruh Indonesia kembali turun ke jalan. Mereka menyuarakan protes karena ulah pemerintah yang mengesahkan UU Omnibus Law Cipta Kerja, walaupun telah dikritik oleh berbagai pihak. Mahasiswa mendesak agar pemerintah mencabut kembali omnibus law yang sudah disahkan pada 5 Oktober lalu.
Seperti yang dikutip tirto.id, Koordinator Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) menyatakan, mereka akan berfokus menekan Presiden Jokowi untuk mendengarkan aspirasi mahasiswa dan mendesak untuk mengeluarkan Perppu untuk membatalkan UU Omnibus Law Cipta Kerja.
Di tengah kebijakan rezim yang semakin represif nan otoriter serta kental berbau neo liberal, memang diperlukan suara-suara lantang perlawanan. Suara ini tentu tidak berasal dari sembarangan orang. Hanya mereka bernyali besar yang berani menyuarakan kritikan.
Gerakan aksi mahasiswa bukanlah hal baru di Indonesia. Kita sebut saja gerakan reformasi mahasiswa 1998 yang akhirnya berhasil menggulingkan rezim Soeharto pada saat itu. Atau pada 2019 silam, mahasiswa memprotes revisi UU KPK dan menyatakan reformasi telah dikorupsi.
Semua ini semata-mata karena mahasiswa memang tidak bisa dipisahkan dari urusan politik. Tuntunan peran mahasiswa sebagai agent of change secara alamiah membuat mereka turut terlibat dalam politik.
Keterlibatan mahasiswa dalam politik ini dimaksud untuk memastikan kebijakan yang ada tetap berpihak kepada rakyat, bukan kepada golongan-golongan elit penguasa ataupun pengusaha yang tidak jarang akan menyengsarakan rakyat kecil.
Akan tetapi, tak jarang gerakan ini akhirnya tidak memiliki visi dan misi yang jelas, sehingga mudah ditunggangi oleh berbagai pihak. Malahan gerakan yang ada cenderung emosional dan berujung aksi anarkis. Akhinya malah menghasilkan gerakan-gerakan yang pragmatis semata.
Sebagai contoh, aksi mahasiswa kemarin mengenai omnibus law. Mereka mendesak untuk dicabutnya omnibus law karena dianggap mengancam kesejahteraan buruh dan mengancam lingkungan hidup. Sementara, mereka tidak mengetahui kapitalismelah dalang dari lahirnya omnibus law. Tidak menutup kemungkinan, jika akhirnya omnibus law ini dicabut akan muncul kembali omnibus law lain atau UU lain yang berbau sama dengan cover yang lebih cantik ketika sistem yang digunakan masih kapitalisme.
Atau, ketika aksi 2019 silam mengenai korupsi. Mereka mengkritisi revisi UU KPK yang dianggap bisa melemahkan peran KPK dalam memberantas korupsi. Serta, menuntut untuk menghukum para koruptor. Padahal korupsi merupakan satu dari ribuan masalah yang disebabkan dari lemahnya sistem kapitalisme.
Mahasiswa turun lagi ke jalan, ke mana arah pergerakan? Gerakan mahasiswa saat ini memang cenderung hanya mempersoalkan akibat saja. Tanpa mengkritisi sebab dari permasalahan tersebut.
Mereka mempersoalkan omnibus law karena mengancam lingkungan hidup, tetapi tidak mengkritisi kapitalisme yang memang sejak lama menjadi dalang dari eksploitasi lingkungan. Mereka mempersoalkan omnibus law karena mengancam kesejahteraan buruh, tetapi tidak mengkritisi kapitalisme yang sering kali berpihak kepada pengusaha dan investor.
Pada saat yang sama mereka mengkritisi berbagai macam UU di Indonesia. Tapi di sisi lain mereka luput dari mengkritisi akar permasalahan di negeri ini. Malahan tak jarang mereka tertipu dengan kebijakan-kebijakan berbahaya yang dibungkus cantik, seperti Kampus Merdeka yang nyatanya sangat kental arahnya kepada liberalisasi pendidikan.
Oleh karena itu, gerakan mahasiswa membutuhkan visi dan misi yang jelas. Tidak berhenti sampai mengkritisi kebijakan, mendesak pencabutan UU, atau berhenti ketika berhasil menggulingkan suatu rezim sementara sistem yang digunakan masih sama yaitu kapitalisme.
Maka, sudah saatnya dibutuhkan gerakan yang mengarah kepada perubahan sistem keseluruhan. Bukan malah tetap mempertahankan sistem status quo. ‘Revolusi Islam’ yang dicontohkan Rasulullah SAW merupakan contoh terbaik tentang perubahan yang dilandaskan visi dan misi ideologi yang khas yaitu ideologi Islam. Revolusi yang tidak akan terbeli dengan iming-iming uang dan kekuasaan.
Hanya perubahan kepada sistem Islam yang bisa menghasilkan kesejahteraan dan keadilan untuk semua pihak. Hanya sistem Islam yang bisa menutup celah-celah bagi penguasa dan pengusaha rakus. Hanya Islam yang bisa menyelesaikan problematika-problematika di Indonesia.
Keberhasilan Islam ini telah terbukti mewujudkan peradaban dan kemakmuran yang meliputi dua pertiga dunia. Di bawah naungan Khilafah, keberhasilan ini dinikmati dunia selama 13 abad. Hingga akhirnya runtuh karena makar keji musuh-musuh Islam.
Demikianlah gerakan yang harus dilakukan oleh mahasiwa yang teguh memperjuangkan hak-hak rakyat. Gerakan yang harus dilandaskan pada visi dan misi ideologi Islam.
Gerakan yang akhirnya akan membawa kepada perubahan hakiki. Bukan gerakan-gerakan pragmatis yang hanya memperpanjang umur kapitalisme di Indonesia. Lewat gerakan yang memegang teguh Islam, kemenangan akan diberikan Allah SWT. [*]
*Penulis Adalah Mahasiswi Universitas Indonesia