Maraknya Jual Beli Organ Akibat Sistem Kapitalis

0
19

Oleh : Endah Ratnasari

HILANGNYA jaminan nyawa tiap individu di negeri ini sangat kentara. Pasalnya, pemerintah yang bertanggung jawab menjamin keselamatan nyawa tiap individu warga serta menjamin kesejahteraannya tidak lagi berdaya, semakin abai dan semakin porak poranda dengan sekian banyak masalah yang tak terselesaikan. 

Salah satunya sebagaimana yang terjadi di Makassar, Sulawesi, melalui laman Bbc.com-indonesia, seorang bocah 11 tahun diculik dan dibunuh oleh dua remaja, karena tergiur uang Rp1,2 miliar dari tawaran jual-beli ginjal di media sosial. Disinyalir faktor ekonomi pemicunya. Para pelaku tergiur melakukan perbuatan tersebut karena jumlah uang yang ditawarkan besar.

Oleh karenanya, guna menyelesaikan masalah tersebut, pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) telah memblokir tujuh laman jual-beli organ tubuh yang menindaklanjuti permintaan Polri.

Laman itu diblokir dengan dasar UU nomor 19 tahun 2016 pasal 40 (2a) dan (2b) tentang Informasi dan Transaksi Elektronik memastikan ketiganya tidak lagi dapat diakses oleh masyarakat luas. Dasar hukum lainnya yang menguatkan penutupan akses ke situs-situs tersebut ialah UndangUndang nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 192 jo Pasal 64 ayat (3) membahas mengenai pelanggaran terkait penjualan organ tubuh manusia.

Endah Ratnasari/Foto : Istimewa

Memang, menurut Wakil Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Mahesa Pranadipa Maikel, transplantasi organ tubuh manusia diperbolehkan tapi selama mengikuti prosedur dan aturan hukum yang berlaku. Apalagi peraturan tentang syarat transplantasi organ tubuh ini dijelaskan secara rinci melalui Peraturan Pemerintah No.53 tahun 2021 tentang Transplantasi Organ dan Jaringan.

Oleh karenanya, transplantansi organ itu tidak bisa dilakukan oleh siapa saja, harus untuk kepentingan medis dan tentunya harus mengikuti prosedur dan aturan hukum yang berlaku. Jika tidak, tentunya akan sangat berbahaya dari segi kesehatan dan di hadapan Allah SWT itu semua merupakan kejahatan dan dosa besar.

Miris tentunya mendengar berita seperti ini. Kemiskinan membuat remaja tersebut buta, rasa empati dan rasa kemanusian hilang. Remaja dirusak oleh banyak hal mulai dari sistem hingga lingkungan pergaulan mereka sehari-hari. Sehingga, remaja yang seharusnya menjadi ujung tombak sebuah peradaban sebuah negeri kini jauh sekali dari yang diharapkan.

Oleh karena itu, pemerintah akan memblokir semua situs jual beli organ manusia secara ilegal melalui media sosial serta menghukum berat para pelakunya. Namun, apakah sudah cukup menyelesaikan masalah yang ada dengan langkah-langkah tersebut?

Ternyata, maraknya jual beli organ akibat sistem kapitalis yang menyengsarakan rakyat. Para remaja dalam himpitan kemiskinan agar bisa bertahan hidup atau  bisa juga karena untuk mempertahankan gengsinya mereka rela mencari uang walaupun didapat dengan cara yang haram.

Padahal hukum Islam menegaskan, apa pun alasannya jual beli organ tubuh hukumnya haram. Karena menurut para fuqaha jual beli itu tukar menukar harta secara suka rela, sedangkan tubuh manusia itu bukan harta yang dapat dipertukarkan dan ditawar-menawarkan sehingga organ tubuh manusia menjadi objek perdagangan dan jual beli.

Menurut mazhab Hanafi dan Dzahiri Islam membolehkan jual beli barang najis yang ada manfaatnya seperti kotoran hewan. Secara tidak langsung (qiyas) mazhab ini membolehkan jual beli darah manusia, karena manfaatnya besar sekali bagi untuk menolong jiwa sesama manusia yang memerlukan transfuse darah karena operasi, kecelakaan, dan lainnya. Selainnya itu tidak diperbolehkan.

Oleh karenanya, agar para remaja tidak tergiur melakukan kejahatan seperti melakukan jual beli organ tubuh manusia demi materi dan kesenangan dunia saja, mereka harus dibina sedari dini. Menanamkan kepribadian Islam sesuai dengan Rasul SAW ajarkan, sehingga akan menjadi generasi yang beriman dan bertakwa. Dan tidak akan tergiur dengan kesenangan dunia fana yang akan menghantarkan kepada kejahatan dan dosa. [*]

*Penulis Adalah Aktivis Muslimah di Depok