OPINI
“Korupsi, riba, pergaulan bebas, bahkan kemaksiatan lainnya seperti penyalahgunaan narkoba, minuman keras, dan perilaku hedonis, seolah menjadi hal yang biasa di tengah kehidupan umat,”
Oleh : Jasmine Fahira Adelia Fasha,
PERINGATAN Maulid Nabi Muhammad SAW selalu disambut dengan semarak oleh umat Islam di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Peringatan ini seringkali menjadi momen bagi kaum Muslimin untuk mengenang sejarah kelahiran Rasulullah dan meneladani akhlak serta ajarannya.
Namun, jika kita renungkan lebih dalam, apakah peringatan Maulid Nabi hanya sebatas seremonial tahunan? Ataukah seharusnya menjadi momentum penting untuk melakukan muhasabah (introspeksi diri), mengukur sejauh mana kita benar-benar telah meneladani beliau dan berjalan di atas sunnahnya?
Realitanya, sebagian besar umat Islam merayakan Maulid Nabi dengan semarak, tetapi tanpa menyentuh esensi yang mendalam dari makna kecintaan pada Rasulullah. Tidak sedikit yang setelah merayakannya, kembali terjebak dalam rutinitas tanpa menghiraukan ajaran dan sunnah beliau.
Kecintaan kepada Nabi yang semestinya menjadi penggerak dalam menjalankan syariat, justru kerap kali tergantikan dengan kecintaan pada dunia dan kesenangan yang bersifat sementara. Korupsi, riba, pergaulan bebas, bahkan kemaksiatan lainnya seperti penyalahgunaan narkoba, minuman keras, dan perilaku hedonis, seolah menjadi hal yang biasa di tengah kehidupan umat.
Ada apa dengan umat ini? Mengapa umat yang mengaku mencintai Nabi malah teralienasi dari syariat yang beliau ajarkan? Apakah kecintaan itu hanya terucap dalam lisan, tetapi tidak tertanam dalam hati dan perbuatan? Seharusnya, Maulid Nabi bukan sekadar perayaan, tetapi menjadi momen bagi setiap individu Muslim untuk bertanya pada dirinya sendiri: sudahkah aku benar-benar mengikuti jejak beliau?
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an surah at-Taubah (9): 24, yang mengingatkan kita bahwa kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya harus lebih besar daripada kecintaan pada apa pun di dunia ini—keluarga, harta, atau bahkan diri sendiri. Kecintaan ini bukan hanya diucapkan, tetapi harus diwujudkan dalam bentuk ketaatan dan jihad untuk menegakkan sunnah serta syariat Islam secara kaffah. Jihad di sini bukan hanya dalam pengertian fisik, tetapi juga perjuangan untuk menjaga dan menghidupkan nilai-nilai Islam dalam kehidupan kita sehari-hari.
Rasulullah SAW sendiri dalam salah satu haditsnya menyatakan, “Barang siapa yang menghidupkan sunnahku, maka ia telah mencintaiku. Dan barangsiapa yang mencintaiku, maka ia bersamaku di surga.” Hadits ini sangat jelas memberikan tuntunan kepada kita sebagai umatnya, bahwa mencintai Nabi berarti berkomitmen untuk menegakkan ajaran-ajaran beliau dalam setiap aspek kehidupan.
Namun sayangnya, banyak di antara kita yang terjebak dalam pola hidup yang justru menjauhkan diri dari nilai-nilai tersebut. Umat Islam seperti terjajah oleh budaya materialisme dan hedonisme, sehingga tidak lagi mengenal syariatnya sendiri. Maulid Nabi seharusnya menjadi momen bagi kita untuk kembali menyadari pentingnya mengikuti Rasulullah secara utuh, bukan sekadar mengenang beliau dalam perayaan seremonial yang kehilangan ruhnya.
Untuk itu, peringatan Maulid harus kita jadikan sebagai ajang untuk memperkuat kecintaan kepada Nabi dengan mengamalkan sunnah-sunnah beliau dan menjalankan syariat Islam dalam kehidupan pribadi maupun bermasyarakat. Muhasabah diri menjadi kunci agar peringatan ini tidak berlalu begitu saja tanpa ada perubahan signifikan dalam cara kita menjalani kehidupan sebagai seorang Muslim.
Sebagai umat Muhammad, mari jadikan Maulid Nabi sebagai momentum untuk membangkitkan kesadaran akan pentingnya jihad dalam menegakkan syariat secara kaffah. Mari tumbuhkan kecintaan yang benar pada Allah dan Rasul-Nya, sehingga kita mampu meninggalkan kecintaan berlebihan pada dunia yang seringkali menyesatkan. Dengan demikian, kita dapat kembali kepada jalan yang diridhai Allah, menuju masyarakat yang benar-benar mengikuti ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. [**]
*Penulis Adalah Anggota Komunitas Muslimah Menulis (KMM) Depok