OPINI
“Selama paham sekularisme dalam sistem kapitalis masih diterapkan praktik pernikahan beda agama akan terus berjalan. Tidak ada yang mencegah mereka meskipun nikah beda agama dinyatakan melanggar undang-undang,”
Oleh : Uci Riswahyu,S.Akun
SEJUMLAH pernikahan beda agama menjadi sorotan publik beberapa waktu terakhir. Pengantin pernikahan beda agama pun berasal dari latar belakang beragam, mulai dari warga biasa hingga staf khusus presiden Joko Widodo.
Pernikahan beda agama pertama yang menyita perhatian publik terjadi di Semarang, Jawa Tengah, awal bulan lalu. Perempuan Muslim menikah dengan pria Katolik di Gereja St. Ignatius Krapyak, Kota Semarang, Sabtu (5/3/2022).
Pernikahan itu dilangsungkan dengan dua tata cara. Pertama, pengantin menjalani pemberkatan di gereja. Kemudian, ada akad nikah dengan tata cara Islam. (cnnindonesia.com/19/03/2022).
Pernikahan beda agama tersebut menuai protes dari masyarakat dan para ulama, pasalnya hal ini merupakan tindakan yang sudah jelas keharamannya. Namun dengan mengatas namakan cinta larangan tersebut tidak dijadikan penghalang bagi mereka untuk menjalin hubungan pernikahan walau beda agama.
Sungguh miris, Indonesia yang merupakan negara dengan mayoritas muslim terbanyak membolehkan pernikahan beda agama. Hal ini tentu menuai tanda tanya besar ditengah-tengah msayarakat, pasalnya dengan memperbolehkan pernikahan tersebut itu berarti telah membiarkan perjinahan dan merusak akidah.
Pernikahan Muslimah dengan lelaki kafir sesungguhnya telah tuntas dibahas oleh para ulama. Hal ini sudah terkategori ma’lûm min ad-dîn bi adh-dharûrah. Dasar pembahasan hukum pernikahan beda agama adalah firman Allah SWT yang artinya:
“Janganlah kalian menikahi wanita-wanita musyrik sebelum mereka beriman. Sungguh budak wanita yang beriman lebih baik dari wanita musyrik walaupun dia menarik hati kalian” (TQS al-Baqarah [2]: 221).
Ormas-ormas Islam di dalam negeri pun telah menyepakati keharaman nikah beda agama, khususnya Muslimah dengan pria kafir, tanpa ada perbedaan di antara mereka. MUI telah mengeluarkan fatwa nomor 4/MUNAS VII/MUI/8/2005 yang menetapkan perkawinan beda agama adalah haram dan tidak sah.
Nahdlatul Ulama (NU) juga telah menetapkan fatwa keharaman nikah beda agama dalam Muktamar ke-28 di Yogyakarta pada akhir November 1989. Demikian pula Muhammadiyah, melalui Sekretaris Umum Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah Abdul Mu’ti, menegaskan pernikahan berbeda agama tidak sah menurut hukum Islam dan undang-undang (UU).
Dalam sistem kapitalis liberal yang mengusung kebebasan tentulah tidak menjadikan standar perbuatan halal dan haram, melainkan malah memisahkan aturan agama dari kehidupan yakni sekulerisme.
Wajarlah jika dalam sistem ini membiarkan adanya pernikahan beda agama. Sebab itulah, selama paham sekularisme dalam sistem kapitalis masih diterapkan praktik pernikahan beda agama akan terus berjalan. Tidak ada yang mencegah mereka meskipun nikah beda agama dinyatakan melanggar undang-undang.
Dalam Islam, negara berkewajiban mendidik dan melindungi umat dari pemahaman yang keliru, seperti pernikahan beda agama. Negara wajib mencegah pernikahan batil tersebut terjadi. Negara juga akan menghukum para pelakunya, juga pihak-pihak yang membelanya.
Pencegahan terhadap nikah beda agama juga bertujuan untuk melindungi akidah kaum Muslim. Allah SWT mengingatkan bahwa orang-orang kafir akan berusaha mempengaruhi pasangannya yang Muslim untuk murtad dari agamanya. Allah SWT berfirman yang artinya:
“Mereka mengajak ke neraka, sedangkan Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Allah menerangkan ayat-ayat (perintah-perintah)-Nya kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran” (TQS al-Baqarah [2]: 221).
Di dalam Islam, pernikahan bukanlah sekadar karena cinta dan kasih sayang, melainkan dengan asas ketaatan pada Allah SWT, lalu bersama menunaikan hak dan kewajiban sesuai ajaran Islam. Itulah pernikahan yang akan mendapatkan keberkahan serta mewujudkan kehidupan sakinah mawaddah wa rahmah.
Oleh karena itu, hanya dengan menerapkan sistem Islam secara kaffah dalam kehidupan bernegara, maka akan mampu menjaga akidah umat Islam dari berbagai pemahaman yang menyesatkan serta dapat mencegah terjadinya praktik pernikahan beda agama. Wallahu’alam. (*)
*Penulis Adalah Aktivis Dakwah