OPINI | HUKUM | POLITIK
“Sejujurnya rakyat sudah sangat lelah melihat segala tindak kejahatan yang dipertontonkan oleh orang-orang yang seharusnya menjadi penegak keadilan, tetapi malah justru merekalah pelaku kejahatan,”
Oleh : Sari Ramadani
“APAKAH kamu hendak memberi keringanan dalam hukum dari hukum-hukum Allah?” Kemudian beliau berdiri dan berkhotbah. Lalu bersabda “Wahai sekalian manusia, sungguh yang membinasakan orang-orang sebelum kalian adalah ketika orang-orang terpandang mereka mencuri, mereka membiarkannya (tidak menghukum).
Sebaliknya, jika orang-orang yang rendah dari mereka mencuri, mereka menghukumnya. Demi Allah, sekiranya Fatimah binti Muhammad mencuri, sungguh aku sendiri yang akan memotong tangannya.” (h.r. Muslim).
Tindak korupsi yang seharusnya dikubur malah tumbuh subur. Mirisnya lagi, tindakan tidak terpuji ini malah dilakukan oleh penegak hukum yang seharusnya berada di garda terdepan dalam menegakkan hukum-hukum agar keadilan senantiasa menyertai negeri ini, malah terjerat tidak korupsi yang secara tidak langsung sudah memberikan contoh tidak baik kepada publik.
Baru-baru ini, kabar dari penegak hukum telah menghebohkan publik.
Bagaimana tidak, hakim agung yang merupakan seorang penegak hukum telah terseret Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK. KPK sendiri telah melakukan OTT di Jakarta dan Semarang pada Rabu 21 September 2022 saat malam hari dan berhasil menjaring 10 orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka. Lima di antaranya adalah pegawai dari Mahkamah Agung (MA, 4 orang) dan seorang hakim agung, Sudrajad Dimyati.
Sudrajad kini sudah ditahan KPK setelah ditetapkan sebagai tersangka dengan kasus dugaan suap pengurusan perkara. Tidak hanya ditahan KPK saja, Sudrajad Dimyati juga diberhentikan sementara oleh Mahkamah Agung (nasional.kompas.com, 25/09/2022).
Penangkapan para penegak hukum tentu secara otomatis telah mencoreng nama lembaga peradilan di negeri ini. Kasus ini pun menjadi sebab memudarnya kepercayaan rakyat terhadap para penegak hukum. Pasalnya, jika para penegak hukum telah melakukan tindakan korup, lantas bagaimana mereka akan menegakkan hukum secara adil?
Hal ini secara tidak langsung menjadi sebuah indikasi bahwa makin menjamurnya tindak korupsi di negeri ini, bahkan yang lebih parahnya lagi, tindakan tidak terpuji ini sudah menjangkiti para penegak keadilan ditingkat tertinggi.
Problem korupsi sendiri adalah problem turunan yang lahir dari sistem buatan manusia yaitu demokrasi, tindakan ini nyatanya juga cacat bawaan yang disebabkan oleh sistem ini, maka tidak mungkin diberantas hingga tuntas walaupun sudah ada lembaga super anti korupsi yang sengaja dibentuk untuk membumihanguskan tindakan ini.
Sungguh negeri ini benar-benar membutuhkan kembalinya sebuah sistem yang mampu memberantas korupsi hingga akarnya. Sejujurnya rakyat sudah sangat lelah melihat segala tindak kejahatan yang dipertontonkan oleh orang-orang yang seharusnya menjadi penegak keadilan, tetapi malah justru merekalah pelaku kejahatan.
Benarlah jika tidak ada yang bisa diharapkan dari sistem buatan manusia. Orang-orang di atas sana akan menjalankan roda pemerintahan berikut dengan aturan-aturannya dengan suka-suka dan semaunya, tanpa pernah memikirkan nasib rakyat yang terlunta-lunta.
Alih-alih memikirkan nasib rakyat, mereka hanya sibuk memperkaya diri dengan melakukan tindak korupsi, sibuk memperkaya diri dan tidak takut mati.
Memang benar jika sistem buatan manusia mudah ditarik ulur berdasarkan kepentingan dan pesanan. Cukup memiliki uang maka hidup akan aman, sebab hukum bisa dijual beli sehingga tidak diadili.
Lain halnya jika tidak punya uang dan kekuasaan, hukum akan tajam dan tidak akan mendapat keringanan, karena hukum pada sistem hari ini tumpul ke atas dan tajam ke bawah. Kalangan bawah menderita, kalangan atas tertawa gembira.
Padahal, Islam melarang keras segala bentuk tindakan maksiat termasuklah tindak korupsi. Korupsi termasuk dalam kategori mengambil sesuatu yang bukan haknya dan ini sama saja dengan mencuri. Hukum Islam bagi pelaku mencuri adalah potong tangan dengan kadar yang telah ditetapkan dan berdasarkan berapa banyak jumlah yang sudah dicuri atau dikorupsi.
Islam dengan segala aturannya sungguh akan memberikan efek jera bagi setiap pelaku kejahatan dan sebagai penebus dosa. Jika para koruptor dihukum dengan potong tangan dan disaksikan di hadapan banyak orang, maka jelas tidak ada yang berani mengulangi dosa yang sama yaitu korupsi atau mengambil yang bukan haknya.
Orang-orang akan takut dan hal ini akan benar-benar memberantas korupsi dari akar hingga daunnya. Berbeda dengan sistem demokrasi yang tarik ulur berdasarkan kepentingan yang punya uang.
Untuk itu, jika benar ingin memberantas korupsi secara tuntas, kembalilah pada sistem Islam kafah yang akan menerapkan hukum-hukum Allah di muka bumi, karena pemberantasan korupsi di dalam sistem demokrasi hanyalah ilusi. Wallahualam bissawab. (*)
*Penulis Adalah Aktivis Muslimah