Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2024, Secara Jelas Legalkan Seks Bebas

0
42
Ermah Ermawati/Foto : Ist.

OPINI

“Lalu siapa yang dimaksud dengan kelompok usia subur yang berisiko? Jika diamati yang dimaksud adalah para pelajar dan remaja yang belum menikah, tetapi aktif melakukan seks di luar nikah,”

Oleh : Ermah Ermawati

PERATURAN Pemerintah (PP) No. 28 tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan (UU Kesehatan) pada Jumat, 26 Juli 2024 telah ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo. Namun, PP tersebut ternyata menimbulkan kontroversi.

Salah satunya pada pasal 103 ayat empat (4) tertulis bahwa pelayanan kesehatan produksi selain meliputi diteksi dini penyakit, pengobatan rehabilitasi dan konseling mencakup pula penyediaan alat kontrasepsi bagi warga usia sekolah dan remaja.

Banyak pihak yang menyayangkan ditandatanganinya PP tersebut. Kecamatan pun disampaikan oleh wakil Ketua Komisi X DPR RI, Abdul Fikri Faqih, ia mengecam dan menyayangkan terbitnya PP tersebut yang memfasilitasi penyediaan alat kontrasepsi bagi siswa sekolah atau pelajar.

Bahkan, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) dan advokasi publik pimpinan daerah Muhammmadiyah Grobogan menolak PP tersebut. Pasalnya, menurut Sekretaris LBH Muhammadiyah Grobogan Mukhayatin, tindakan tersebut jelas melanggar bahkan bisa merusak integritas Pancasila dan UUD 45. Seharusnya pemerintah mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang meningkatkan moral remaja dan pelajar demi generasi penerus bangsa ini.

Namun menurut Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI), aturan tersebut tidak berarti ditujukan untuk semua remaja, tapi hanya ditujukan untuk remaja usia subur yang sudah menikah dan memang membutuhkan alat kontrasepsi. Namun demikian, diakui juga oleh POGI bahwa dalam PP no. 28/2024 Pasal 103 memang tidak tertulis secara detail mengenai pelajar yang diberi edukasi tersebut sehingga rawan disalahartikan.

Tapi, pada Pasal 109 ayat 3 diatur bahwa pelayanan kontrasepsi hanya dilakukan terhadap dua kelompok, yakni pasangan usia subur dan kelompok usia subur yang berisiko. Pasangan usia subur pastinya mereka yang telah menikah. Lalu siapa yang dimaksud dengan kelompok usia subur yang berisiko? Jika diamati yang dimaksud adalah para pelajar dan remaja yang belum menikah, tetapi aktif melakukan seks di luar nikah. Artinya, menurut PP ini mereka juga berhak mendapatkan pelayanan pemberian alat kontrasepsi.

Banyak kalangan menilai dengan diterbitkanya PP ini secara jelas melegalkan seks bebas karena pelakunya tidak mendapat sanksi tegas, tetapi, justru diberi fasilitas alat kontrasepsi. Pada faktanya hari ini perzinaan di kalangan remaja dan pelajar sudah dinormalisasi oleh masyarakat. Banyak kalangan yang menganggap bahwa hubungan seks sebelum menikah adalah hal yang wajar.

Bahkan, pada Maret lalu, Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), dr. Hasto Wardoyo, menyampaikan remaja 15-19 tahun yang melakukan hubungan seks untuk pertama kalinnya terus meningkat, yakni sekitar 59 persen terdapat remaja perempuan yang melakukan hubungan seksual, sedangkan pada remaja laki-laki sekitar 74 persen.

Oleh karena itu, maraknya perzinaan di kalangan remaja mengakibatkan naiknya angka kehamilan di luar nikah, aborsi dan penularan penyakit menular seksual termasuk HIV/AIDS. Dalam penelitiannya Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin (PERDOSKI) pada 2017, remaja penderita penyakit kelamin terus meningkat.

Di beberapa rumah sakit umum daerah pasien usia 12-22 tahun menjalani pengobatan karena mengidap infeksi menular seksual. Bahkan, pada 2022 Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) melaporkan bahwa kelompok usia 15-19 tahun yang dikategorikan sebagai remaja menjadi kelompok paling banyak terinfeksi HIV yakni sebanyak 741 remaja atau 3,3 persen.

Tidak bisa dipungkiri, kerusakan sosial hari ini terjadi akibat penerapan ideologi sekularisme-liberalisme. Dalam negara yang menerapkan ideologi ini, pornografi dibiarkan membanjiri masyarakat, termasuk keluarga Muslim, sehingga mendorong terjadinya berbagai kejahatan sosial. Pria dan wanita dibebaskan bercampur-baur, tidak menutup aurat, termasuk bebas melakukan perzinaan. Tidak ada sanksi sama sekali untuk mencegah kerusakan ini.

Seharusnya negara hadir dengan sejumlah tindakan politik agar potensi berketurunan generasi yang Allah SWT anugerahkan dapat dirawat dan dioptimalkan untuk kemuliaan Islam dan kaum Muslim. Rasulullah SAW menegaskan, “Nikahilah perempuan yang pecinta (yakni yang mencintai suaminya) dan yang dapat mempunyai anak banyak, karena sesungguhnya aku akan berbangga dengan sebab (banyaknya) kamu di hadapan umat-umat (yang terdahulu)” (HR Abu Dawud, Nasa’i, Ibnu Hibban, dan Hakim).

Negara juga harus hadir sebagai pelaksana syariat kaffah pada individu-individu yang mengadopsi Islam sebagai jalan hidupnya. Berupa sistem kehidupan Islam yang terhimpun di dalamnya sistem ekonomi, politik, pendidikan, pergaulan, dan sanksi yang semuanya terpancar dari akidah Islam. Dalam Islam negara membuat kebijakan pelayanan kesehatan Islam bagi terawatnya kesehatan sistem reproduksi dan potensi berketurunan generasi berlangsung di atas sejumlah prinsip sahih.

Beberapa prinsip sahih di antaranya: Pertama, dalam Islam manusia diberikan naluri seks untuk melestarikan keturunan. Sebagaimana yang ditegaskan dalam Al-Qur’an surah an-Nisa ayat 1 yang artinya, “Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Rabbmu yang menciptakan kamu dari seorang diri, dan darinya Allah menciptakan istrinya, dan dari keduanya Allah mengembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak.”

Kedua, aktivitas kehidupan manusia wajib terikat dengan hukum syara dengan dorongan meraih ridha Allah SWT. Kebahagiaan yang diupayakan secara sungguh-sungguh oleh setiap Muslim, salah satunya yang terkait dengan kemunculan dan pemenuhan naluri seks.

Ketiga, menurut Islam kesehatan merupakan puncak kepentingan dan kenikmatan yang akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat kelak. Hal ini ditegaskan Rasulullah SAW, “Mohonlah ampunan dan afiat (kesehatan) kepada Allah karena seseorang tidaklah diberi sesuatu yang lebih baik setelah keimanan dari afiat” (HR Ibnu Majah).

Keempat, Islam menjadikan kesehatan sebagai kebutuhan pokok publik bukan jasa dan komoditas komersial. Rasulullah SAW bersabda, “Siapa saja yang ketika memasuki pagi hari mendapati keadaan aman kelompoknya, sehat badannya, memiliki bahan makanan untuk hari itu, maka seolah-olah dunia telah menjadi miliknya” (HR Bukhari).

Kelima, negara adalah pihak yang berada di garda terdepan, bertanggung jawab langsung dan sepenuhnya terhadap penyelenggaraan pelayanan kesehatan, berikut berbagai pilar sistem kesehatan.

Islam mewajibkan negara membangun kepribadian Islam pada setiap individu. Untuk mewujudkan hal tersebut maka negara akan menerapkan sistem Islam secara kaffah termasuk dalam sistem pendidikan melalui berbagai media. Selain itu penerapan sanksi secara tegas akan mencegah perilaku liberal. [**]

*Penulis Adalah Pemerhati Remaja