OPINI
“Kesamaan hak laki-laki dan perempuan sudah diatur dalam Islam dan bukan hanya slogan, ‘Islam Wujudkan Hak Kemanusiaan’. Hak-hak manusia yang digaungkan negara Barat justru menjadi problem besar dan tak terhindarkan,”
Oleh : Aktif Suhartini, S.Pd.I
BERSAMAAN dengan milad ke 43 masjid istiqlal, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) dan Badan Pengelola Masjid Istiqlal menandatangani nota kesepahaman (MoU) tentang pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak berbasis masjid yang bertujuan menekan angka permasalahan perempuan dan anak.
Adapun MoU itu terkait program kaderisasi ulama perempuan. Diadakan program tersebut untuk menghilangkan bias kesetaraan gender. Nah, inilah yang harus dikritisi karena bukanlah hal yang tepat. Karena dalam Islam antara perempuan dan laki-laki memiliki sudah setara dalam hal kewajiban yang sama untuk beramar ma’ruf dengan menyampaikan kebenaran sesuai Al-Quran dan As-Sunnah.
Untuk itu perlu dikaji ulang dengan seksama apabila Masjid Istiqlal Jakarta akan mulai menjalankan program kaderisasi ulama perempuan.Mereka akan difokuskan melakukan kajian kesetaraan gender dalam perspektif ajaran Islam.
Sesungguhnya kejadian ini bisa menyudutkan Islam sebagai agama yang tidak berpihak pada perempuan. Kesamaan hak laki-laki dan perempuan sudah diatur dalam Islam dan bukan hanya slogan, ‘Islam Wujudkan Hak Kemanusiaan’. Hak-hak manusia yang digaungkan negara Barat justru menjadi problem besar dan tak terhindarkan, bahkan dilanggar oleh Barat sendiri.
Barat juga benar-benar menunjukkan wajah rasis dan diskriminatif. Peradaban jahiliyah Barat harus banyak belajar bahkan beralih pada Islam dalam memenuhi hak kemanusiaan.
Dalam Surah ali-Imran ayat 19, Allah SWT secara gamblang menjelaskan bahwa agama yang mulia di sisi Allah hanyalah Islam. Untuk itu kita harus melihat bagaimana kedudukan ulama di mata Islam. Bagaimana Islam menempatkan ulama dan bagaimana ulama berkontribusi pada perbaikan kualitas keluarga.
Perbanyak ulama perempuan untuk atasi masalah perempuan dan anak, efektifkah? Ini perlu dikaji ulang. Yang dikhawatirkan perbanyak ulama perempuan untuk menghindari biasnya gender, justru kita terlihat mendukung paham sekularisme. Program Pendidikan ulama perempuan untuk penghapusan bias gender bisa menghantar lahirnya ‘rujukan publik’ yang memperkuat moderasi dan penguatan sekularisme.
Pada prinsipnya negara penanggung jawab untuk lahirnya keluarga ideal dan peran ulama maksimal bila kebijakan negara berbasis aturan syariat. Namun, perempuan yang merupakan ummu warabatul bait dan pendidik pertama anak, wajib pula menuntut ilmu guna mencetak generasi penerus yang Islami. Jangan hidup bagaikan lilin, bisa menerangi sekeliling tapi terbakar yang ada di sekelilingnya. Hiduplah sebagai wanita sebagai benteng bangunan rumah tangga karena ber-ilmu dan sebagai pencetak generasi penerus bangsa. [*]
*Penulis Adalah Anggota Komunitas Muslimah Menulis Depok