Prabowo Segera Saja Bekukan KPK

0
10

OPINI | POLITIK

Catatan 31 Desember 2024.

“Presiden Prabowo segera saja membekukan KPK. Karena KPK periode 2024-2029 di bentuk langgar UU KPK”

Oleh: Muslim Arbi

UU KPK Nomor 30 tahun 2002 mengamanatkan seorang Presiden hanya dapat membentuk KPK hanya sekali. Tidak lebih.

Berdasarkan kewenangan. Maka Jokowi hanya sekali membentuk KPK. Tetap di akhir masa jabatannya. Presiden Joko Widodo membentuk KPK lagi. Ini langgar UU KPK. KPK saat ini harus di bentuk oleh Presiden Prabowo. Maka pembentukan KPK di ujung kekuasaan Presiden Joko Widodo adalah tidak sah karena langgar UU KPK.

Pansel KPK harus di bentuk oleh Presiden Prabowo yang sudah menjabat sejak 20 Oktober 2024. Dan pansel KPK dapat di bentuk setelah Prabowo resmi sebagai Presiden.

Dengan pemaksaan pembentukan KPK di sisa ujung kepemimpinan Jokowi. KPK rentan di manfaatkan untuk kepentingan Politik Jokowi.

Pemanfaatan KPK dalam kepentingan politik Jokowi dapat di lihat dari cara kerja pimpinan KPK menetapkan tersangka Hasto Kristianto, Sekjen PDIP, dan menyasar mantan menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly bahkan berencana mau memeriksa Megawati, Ketum PDIP?

Tindakan Lembaga Anti Rasuah yang di pimpinan oleh Jendral Polisi Aktif itu terlihat sangat gegabah dan terkesan memberi pesan di order oleh Jokowi sebagai balas budi yang merestui Mantan Kapolda Sulawesi Utara itu sebagai ketua KPK.

Tindakan KPK seperti itu sangat berbahaya. Karena menyimpan dari misi utama di bentuknya KPK.

Publik menduga KPK yang di pimpinan oleh Jendral Polisi Aktif itu. Menjalankan perintah Kapolri sebagai atasannya. Bahkan bisa jadi publik anggap Kapolri yang jadi korlap men tersangka kan Hasto dan menyasar para Petinggi bahkan Ketum PDI-P sebagai balas dendam karena telah memecatnya dari Partai berlambang banteng itu.

Tindakan KPK itu jelas bersifat politik praktis. Bukan menjalankan misi utama memberantas korupsi.

Melihat KPK yang dipimpin Setyo Budianto menyimpang jauh dari misi KPK yang sejatinya berbahaya di masa depan. Mungkin saat ini KPK diperintahkan Jokowi untuk balas dendam terhadap PDIP bisa jadi KPK akan di manfaatkan untuk menghantam Prabowo atau orang-orang yang tidak di sukai oleh Jokowi.

Misal nya: Publik tahu saat Pilpres. Isu Pembelian Jet Mirage dari Prancis dan Kasus Food Estate dsb; yang di kaitkan dengan Putera Begawan Ekonomi Prof Soemitro itu. Kasus-kasus ini rentan di manfaatkan Jokowi untuk sandera Prabaowo, malalui KPK sekarang.

Bisa jadi Jokowi juga gunakan KPK baru untuk tekan dan atur-atur Prabowo. Nah ini justru akan mematikan langkah Prabowo untuk berantas korupsi secara serius.

Melihat pembentukan KPK yang langgar UU KPK itu. Maka segera saja Presiden Prabowo membekukan KPK dan membentuk pansel baru untuk pimpinan KPK yang lebih objektif dan lebih amanah dan lebih profesional.

Dalam penetapan tersangka Hasto Kristianto Sekjen PDIP itu oleh KPK itu bukti kuat KPK tidak independen lagi. Karena tidak sah dan itu berakhir hukum bagi penetapan tersangka lainnya.

Jadi sebaiknya KPK segera dibekukan. Agar tidak menimbulkan kecurigaan dan polemik di publik berkepanjangan. Dan bila di biarkan KPK saat tetap jalan sedangkan tidak sah menurut UU. Maka penetapan tersangka kepada siapa saja termasuk terhadap Sekjend PDIP tidak sah.

Atau publik akan curiga. Jika Presiden Prabowo tidak bekukan KPK secepatnya. Dianggap kongkalikong atau berkonspirasi dengan Jokowi untuk hancurkan PDIP. Apa Prabowo mau?

Dengan membekukan KPK yang tidak sah itu, Prabowo dipandang jujur dan iklas berantas korupsi tanpa memanfaatkan KPK untuk tekan lawan politiknya.

Dan, bila Prabowo bekukan KPK yang bawa misi politik Jokowi itu. Publik akan anggap Prabowo memang Presiden yang patut di dukung penuh karena bukan lagi antek Jokowi.

Publik mulai lakukan trust politik, di mana Prabowo tidak ikut cawe-cawe pada pilkada lalu. Dan Prabowo bukan Pelaksana Tugas Kepresidenan. Tetapi Presiden Indonesia yang defenitif yang kewenangan dan berwibawa sebagai Kepala Negara dan kepala pemerintahan yang patut menjadi tauladan dalam berbangsa dan bernegara. (**)

*Penulis adalah : Direktur Gerakan perubahan dan Koordinator Indonesia Bersatu