OPINI | POLITIK | HUKUM
“Akibat tidak komprehensifnya aturan kehidupan umat. Korupsi yang merupakan musuh bersama semua masyarakat, sistem, dan ideologi. Serta dianggap sebagai salah satu musuh besar kemanusiaan,”
Oleh : Halizah Hafaz Hutasuhut S.Pd
KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) mengantongi sebanyak 3.708 laporan dugaan korupsi sejak Januari hingga November 2021. Dari 3.708 laporan tersebut, sebanyak 3.673 telah rampung diproses verifikasi oleh KPK.
Berdasarkan hasil penelusuran dari laman resmi KPK, laporan dugaan korupsi terbanyak berasal dari DKI Jakarta. KPK mengantongi sebanyak 471 aduan dugaan korupsi dari wilayah DKI Jakarta. Kedua, wilayah Jawa Barat sebanyak 410 aduan; disusul Sumatera Utara 346 aduan; Jawa Timur 330 aduan; dan Jawa Tengah dengan 240 aduan. (SindoNews, 17/12/2021)
Begitu pula sepanjang tahun 2021, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menangani berbagai kasus korupsi yang melibatkan para pejabat kepala daerah yang meliputi gubernur dan bupati/wali kota. Diantaranya ada Mantan Gubenur Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah, Mantan Bupati Nganjuk Novi Rahman Hidayat, Mantan Bupati Probolinggo Puput Tantriana Sari, Mantan Bupati Musi Banyuasin Dodi Reza Alex Noerdin, dan lain-lain.
Menurut Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri bahwa penanganan perkara korupsi yang ditangani lembaga antirasuah pada tahun ini lebih banyak dari tahun 2020 sebelumnya. Inilah prestasi korupsi di tahun 2021 yang tidak kunjung ditemukan solusi yang solutif dalam memberantas korupsi.
Perilaku korupsi yang hari ini membudaya, mulai dari pejabat level rendah hingga pegawai negara, juga termasuk di perusahaan, kantor swasta, sekolah, dan sebagainya, adalah akibat tidak komprehensifnya aturan kehidupan umat. Korupsi yang merupakan musuh bersama semua masyarakat, sistem, dan ideologi. Serta dianggap sebagai salah satu musuh besar kemanusiaan. Bahkan di negara mana pun, pemberantasan korupsi menjadi salah satu agenda besar negara. Korupsi juga dianggap sebagai kejahatan luar biasa.
Karena itu memberantas korupsi tentu memerlukan upaya yang juga luar biasa. Di antaranya memerlukan sistem yang benar-benar antikorupsi. Pemberantasan korupsi sangat ditentukan oleh sistemnya. Pemberantasan korupsi akan terus menjadi harapan kosong di dalam sistem politik sekuler demokrasi yang korup saat ini. Maka pemberantasan korupsi harus dimulai dengan meninggalkan sistem yang terbukti korup dan gagal dalam memberantas korupsi.
Lalu diikuti dengan mengambil dan menerapkan sistem yang benar-benar antikorupsi. Sistem itu tidak lain adalah sistem Islam. Dalam sistem Islam tidak akan ada politik biaya tinggi. Celah bagi kolusi dan upeti dalam pemilihan pejabat juga akan tertutup sama sekali.
Tidak seperti sistem sekarang ini. Dalam sistem Islam, hukum juga tidak bisa diutak-atik. Apalagi ditetapkan sesuka hati oleh penguasa. Sebab, hukumnya adalah hukum Allah Swt yang bersumber dari Al-Qur’an dan Sunah yang diistinbat dengan istinbat syar’i yang sahih.
Adapun secara praktis, pemberantasan korupsi dalam sistem Islam dilakukan melalui penanaman iman dan takwa, khususnya kepada pejabat dan pegawai. Sebab ketakwaan akan mencegah pejabat dan pegawai melakukan kejahatan korupsi.
Lalu sistem penggajian yang layak sehingga tidak ada alasan untuk berlaku korup. Serta hukuman yang bisa memberikan efek jera dalam bentuk sanksi ta’zîr. Hukuman itu bisa berupa tasyhir (pewartaan/ekspos), denda, penjara yang lama bahkan bisa sampai hukuman mati, sesuai dengan tingkat dan dampak korupsinya.
Alhasil, pemberantasan korupsi hanya akan berhasil dalam sistem Islam. Sebaliknya, sulit sekali bahkan mungkin mustahil terwujud dalam sistem sekuler seperti sekarang ini. Karena itu, tegaknya penerapan syariat Islam secara menyeluruh dan totalitas harus segera diwujudkan. Wallahu’alam bisshawwab. (*)
*Penulis Adalah Aktivis Dakwah dan Praktisi Pendidikan