“Tidak Rasional dan dalam psikologi sosial dapat menimbulkan ketidak puasan di masyarakat. Terkesan pilpres dan pemilu 2024 sudah diatur,”
Oleh : Muslim Arbi
YUSUF Wanandi (Liem Bian Kie) Pendiri Lembaga Peneliti CSIS sarankan agar capres cukup dua pasang saja.
Video pendek itu cuplikan dari wawancara Rosianna Silalahi presenter Kompas tv beberapa lalu dengan Liem Bien Kie.
Video pendek itu di kirim oleh ketua DPD RI Kakanda La Nyala Mattalitti melalui Japri ke WA saya.
Video itu diserta narasi : Apa pendapat Anda terhadap YUSUF WANANDI (Liem Bian Kie) yang menyarankan capres cukup pasang saja???
Setelah buka video yang berdurasi 1:33 menit itu. Saya tertarik menanggapi nya.
Menurut hemat saya:
Saran Yusuf Wanandi ini tidak mencerminkan kehendak Rakyat dan Anti Demokrasi. Tidak Rasional dan dalam psikologi sosial dapat menimbulkan ketidak puasan di masyarakat. Terkesan pilpres dan pemilu 2024 sudah diatur.
Itu harus di hindari.
Mesti nya tidak usah bangun narasi seperti itu. Biarkan saja Koalisi – koalisi saat ini berjalan. Dan tidak perlu di jegal atau di bonsai menjadi hanya dua saja.
Ya dua pasang saja itu dapat di artikan ada upaya untuk bikin Koalisi besar. Berhadap dengan Koalisi Kecil?
Tapi nampaknya koalisi besar tidak di kehendaki. Karena kalau sudah ada capres Anies (KPP) dan Ganjar (PDIP). Apakah Gerindra, PAN dan Golkar akan manut untuk gabung ke Koalisi yang di bangun Istana?
Sebaik nya. Jika koalisi yang sudah ada dengan capres masing – masing: PDIP – Ganjar dan KPP (Koalisi Perubahan dan Persatuan) biarkan saja lakukan konsolidasi.
Dan jika, kalau Gerindra dan Golkar masih memungkin untuk bikin 2 poros lagi. Maka itu adalah hak demokratis Golkar dan Gerindra untuk bentuk koalisi. Dan jangan ada tekanan terhadap Gerindra dan Golkar untuk gabung dengan koalisi Istana.
Jika Gerindra, Golkar dan PAN di tekan untuk gabung dengan koalisi Istana (PDIP-Ganjara) karena Ketum nya Prabowo dan Airlangga, juga Zulhas adalah anggota Kabinet?
Maka itu tindakan otoriter dan pemaksaan kehendak Istana. Jika itu yang di lakukan oleh Jokowi. Tindakan itu dapat dianggap sebagai Cawe-cawe cara Jokowi?
Tindakan Jokowi seperti itu dianggap anti demokrasi dan pemaksaan kehendak kekuasaan. Jokowi dapat dianggap berpolitik praktis untuk kepentingan nya.
Jadi biarkan saja, Gerindra dan Golkar bentuk poros sendiri. Itu lebih elegan dan demokratis tanpa tekanan dan intervensi.
Jika hanya di desain dua poros saja. Pasti ada tekanan dan intervensi baik terhadap Gerindra maupun Golkar. Demikian juga terhadap PAN. Yang Menterinya jabat sebagai Mendag.
Penekanan terhadap Gerindra dan Golkar dan PAN oleh Istana agar manut adalah pada kepentingan dan keputusan Istana agar hanya ada 2 pasang capres saja seperti usul Liem Bian Kie itu dapat dianggap sebagai wakil Oligarki untuk tekan Istana.
Istana tidak perlu dengarkan pendapat Yusuf Wanandi. Karena. Itu berakibat pada penekanan dan tidak demokratis.
Biarkan saja lebih dari 2 pasang Capres. Bila perlu 3 atau 4 pasangan Capres.
Agar demokrasi lebih berkualitas, berwarna dan bermutu dan sehat serta elegan.
Biarlah Rakyat yang ambil keputusan sesuai hak konsitusi nya tanpa di bonsai menjadi hanya dua pasang Capres saja. Depok, 7 Juni 2023. (*)
*Penulis Adalah Direktur Gerakan Perubahan dan Koordinator Indonesia Bersatu