OPINI
“Pembangunan ekonomi yang terus digaungkan ini alih-alih memberikan dampak positif justru malah berbalik menjadi dampak yang negatif,”
Oleh : Azizha Nur Dahlia
INDONESIA negara yang berada dalam negara tropis justru tak sesejuk kelihatannya. Berdasarkan data Global Footprint Network tahun 2020, Indonesia mengalami defisit ekologi sebanyak 42%. Angka ini menunjukkan konsumsi terhadap sumber daya lebih tinggi daripada yang saat ini tersedia dan akan menyebabkan daya dukung alam terus berkurang.
Saat ini indeks modal alam Indonesia masih rendah yaitu diurutan 86. Padahal negara tropis umumnya ada di peringkat 10 besar urutan indeks modal alam.
Dari fakta ini kita bisa melihat bahwa keadaan alam Indonesia sedang tidak baik-baik saja. Kerusakan cukup besar di sini dan salah satunya disebabkan oleh alih fungsi lahan.
Pembangunan ekonomi yang terus digaungkan ini alih-alih memberikan dampak positif justru malah berbalik menjadi dampak yang negatif. Pasalnya pembangunan ekonomi memang tidaklah bisa dilepaskan dari kelestarian lingkungan.
Mirisnya. Direktur Utama PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum)/Mining Industry Indonesia (MIND ID) Orias Petrus Moedak mengusulkan izin usaha pertambangan (IUP) berlaku seumur tambang.
Seperti yang diberitakan Liputan6.com (11/02/2020), menurut Orias, hal ini bakal memberikan kepastian usaha bagi para penambang. Selama ini, kegiatan usaha tambang diatur dalam jangka waktu tertentu. Ketika penambang selesai mengelola wilayah yang dimaksud, maka penambang harus mencari wilayah kerja yang lain.
Ini menambah deret panjang pengelolaan sumber daya alam secara semerawut yang akan terus berulang kembali. Padahal alam itu akan diwariskan kepada generasi berikutnya.
Jika alam hari ini sudah rusak. Apa yang akan diwariskan kepada generasi berikutnya? Tentulah kita tidak mau hal itu terjadi. Inilah wajah hitam pengelolaan alam hari ini.
Lalu bagaimanakah seharusnya alam dikelola? Apabila kita mencari solusi maka carilah solusi yang mengakar dan menyeluruh. Apakah mengganti undang-undang sudah cukup? Merubah orang yang di dalamnya bisa? Atau apakah sistem yang harus diubah? Ya. Sistemlah yang seharusnya diubah.
Sistem hari ini bukanlah sistem yang berakar dari Islam, namun sistem kapitalis yang memiliki semboyan ‘Modal sedikit untuk sebanyak-banyaknya keuntungan’. Dan ini sudah bisa kita indera sendiri sebagaimana yang terlihat. Kerusakan lingkungan yang diakibatkan privatisasi lahan ini memang tak menjadi fokus utama dari kapitalis dalam meraup keuntungan dari alam Indonesia. Alam hanyalah faktor produksi yang harus diekploitasi.
Berbeda dengan cara Islam mengatur. Sistem ekonomi Islam membagi kepemilikan menjadi tiga bagian: kepemilikan individu, kepemilikan umum dan kepemilikan negara. Sistem ekonomi Islam memberikan ruang antar individu pada kepemilikan individu. Adapun kepemilikan umum dan negara masuk ke baitul mal dan dikelola negara.
Kepemilikan umum merupakan izin pembuat syariat (Allah SAW) kepada suatu komunitas masyarakat untuk sama-sama memanfaatkan benda atau barang. Berbagai benda yang termasuk kategori kepemilikan umum adalah benda-benda yang dinyatakan pembuat syariat memang diperuntukkan bagi suatu komunitas masyarakat dan Allah SWT melarang benda tersebut dikuasai oleh hanya seorang saja (privatisasi).
Benda-benda tersebut terwujud dalam tiga hal berikut: Pertama, sesuatu yang termasuk fasilitas umum, ketika tidak tersedia di suatu negeri atau suatu masyarakat, maka bisa menimbulkan kekacauan dan sengketa dalam mencarinya. Seperti: air, padang rumput dan api. Rasulullah SAW bersabda: “Kaum Muslim mempunyai kepentingan bersama dalam tiga perkara, yaitu: Padang, Air, dan Api.” (HR. Abu Dawud, no. 3479)
Kedua, barang tambang yang depositnya tidak terbatas. Misalnya: tambang emas, perak, minyak bumi, fosfat dan sebagainya. Dalilnya adalah riwayat Abyadh bin Hamal al-Maziniy, bahwa Abyadh meminta kepada Rasul SAW untuk mengelola tambang garam. Lalu Rasulullah memberikannya. Setelah ia pergi, ada seseorang yang berkata kepada Rasul, ‘Wahai Rasulullah, tahukah engkau apa yang telah engkau berikan kepadanya? Sesungguhnya engkau telah memberikan sesuatu yang bagaikan air mengalir.’ (HR. At-Tirmidzi, no. 1301).
Rasul bersikap demikian karena garam adalah barang tambang seperti air mengalir yang tidak terbatas depositnya. Adapun bila sebuah komoditi jumlahnya sedikit dan terbatas maka dapat saja menjadi kepemilikan individu, artinya boleh dimiliki pribadi.
Ketiga, segala fasilitas yang secara alami tidak bisa dimiliki dan didominasi individu. Seperti: jalan umum, sungai, teluk, laut, danau, masjid, sekolah-sekolah negeri dan lapangan umum, Rasul SAW bersabda: “Tidak ada proteksi (terhadap fasilitas umum) kecuali oleh Allah dan Rasul-Nya.” (HR. Al-Bukhari, Abu Dawud, Ahmad, dan Al-Hakim)
Dari paparan di atas, tampak jelas sekali Islam adalah rahmatan lil ‘Alamin, berkah bagi seluruh alam. Tak hanya manusia saja yang diperhatikan namun juga alam tak luput dari aturan Islam. [*]
*Penulis Adalah Alumni Univ. Bina Sarana Informatika