“Asing merupakan objek daripada kolonisasi itu, maka itulah perang peralihan sedari blok barat atau blok timur. Miris situasinya, Lanjut Hendrajit menceritakan saat situasi mantan panglima NATO, Wesley Clark ke Hambalang adakan diskusi ‘global issue’ di kawasan asia pasifik,”
Jakarta – Lapan6Online : Seiring berjalannya nuansa Pilres di Indonesia pada tahun perpolitikan di 2019 ini, tak lekang dari kepentingan baik pihak dari dalam dan luar negeri. Begitupun menghadapi gonjang ganjing politik dalam situasi ketidakpastian bangsa, tentu tak lepas dari konstelasi global itu sendiri, proxy war.
Di kalangan masyarakat umumya wawasan perihal proxy war setidaknya sebanyak tiga (3) lapisan kelompok bila ketidaktahuan,pertama (1) ialah ada yang ‘murni tidak tahu’, ‘sudah tahu’, dan ‘sangat tau’.
Golongan ‘murni tidak tahu’ kategorinya ada yang tidak punya informasi dan tidak punya alternatif keluar dari jalur buntu. Lalu, kelompok yang ‘sudah tahu’ dalam hal ini namun pura pura tidak tahu (oportunis), Karena kepentingan kelompoknya lebih berat maka pura pura tidak tahu.
Sementara, kelompok lainnya yang ‘sangat tahu’ dimana tidak menutup kemungkinan orang dikisarannya Jokowi sendiri bukannya tidak tahu sebenarnya mereka tahu, namun tidak mau tahu.
Mencermati situasi diatas, Hendrajit, selaku pakar Geopolitik Internasional berpandangan terkait jelang Pilpres 2019 April nanti secara konfigurasi pilpres juga merupakan perang proxy. yang terjadi ialah krisis, Ujarnya di sesi diskusi terbuka bertajuk,’Menghadapi Era Gonjang Ganjing Politik, Ekonomi dan Hukum : Mencari Solusi Elegan Dari Situasi Ketidakpastian Bangsa’ di bilangan setiabudi yang diadakan Forjis Syndicate. Pada Jumat (1/3/2019)
Pakar Geopolitik Internasional itu menceritakan, momen pasca jilid kedua pasca pertemuan Kim Jong Un dengan D.Triumph di Hanoi, ketika nanti hasil bila Amerika mencabut sistem pertahanan antirudal, dalihnya menangkal rudal dari Korut ke Korsel, ujarnya seraya flash back konstelasi global kawasan pasifik beberapa bulan lalu itu antara Korut, AS, dan China.
“Ada radar mampu detect radius jangkauan kisaran 300 km kawasan asia pasifik dan global itu milik Korut,” Imbuhnya.
Negeri tirai bambu atau Tiongkok tentu tidak bakal berdiam, maka itulah kembangkan tekhnologi pesawat tempur menangkal itu semua menggunakan pesawat supersonik hiper, Ulasnya.
Sementara, kawasan Eropa perjanjian nuklir intermediate itu dicabut, di sisi lain perjanjian IMF pun dibatalkan sepihak oleh Triumph. Hendrajit katakan bahwa asing merupakan objek daripada kolonisasi itu, maka itulah perang peralihan sedari blok barat atau blok timur
Miris situasinya, Lanjut Hendrajit menceritakan saat situasi mantan panglima NATO, Wesley Clark ke Hambalang adakan diskusi ‘global issue’ di kawasan asia pasifik.
“Mestinya kalau intelijen bacanya terbalik (kontra). Dimana AS tidak bisa masuk lewat depan, bukan pager belakang,” Ulasnya.
Soalnya, Hendrajit menambahkan bila menelisik analis intelijen barat meninjau data dan prosesnya lebih cepat dan tidak bisa dibendung. Karena bila ditinjau rentetan aksi semenjak 411, 212, dan selanjutnya menunjukan kubu Prabowo menang dari pertahanan, hasil penetelusuran pihak intelijen barat.
“Itu bukan chaos, namun bisa people power implikasinya,” Kemukanya mengingatkan.
“Anehnya, di saat muncul issue saracen namun dianggap kelompok radikal Islam. Menapa bisa sampai kesitu ? Padahal memang itu mengarah ke Abu Janda oknumnya,” Ulas Hendrajit kembali.
Kini ada back data, bukan ‘prosentase’ namun membaca ‘gelombang’ dan sudah dapat ditinjau dengan caranya sendiri.”Soalnya kalau survei kan tidak, hanya lapisan luar. Sedangkan ini gunakan lapisan dengan caranya tersendiri oleh pihak Intelijen baik CIA, NSA,” Tutur pengamat global institute itu.
Di dunia Intelijen, ada agen tanam yang mana sudah a1 lalu digelontorkan keluar, Kemuka Hendrajit memaparkan. Tengok saja itu ketika Jokowi lempar issue propaganda rusia , menurutnya tak sesuai data malah bersifat ‘khayalan’.
“Jokowi sudah lontar untuk counter pola propaganda dianggap mengancam. Hanya saja dari Rain Cooperation , bukannya kelompok Triumph namun dari kelompok republik an,” Bebernya.
Kemudian, Urai Hendrajit pandangan seperi inilah konstelasi sebagaimana menelisik situasi ini, yang mendasar dampak cengkeraman kolonisasi serta lini Ipoleksosbudhankam.
“Jadi bukan pilihan Jokowi atau prabowo, namun melihat yang lebih jeli lagi. Bukannya menghindar daripada itu. Kalau tidak, akan ada elite lama itu lagi yang bermain,” Ungkapnya. “Poin itulah yang mesti disikapi, mau jadi penonton pasif saja atau jadi pewarna itu ?,” Pungkasnya. Red/Tim