“RUU Cilaka berakibat kepada hilangnya uang pesangon dan upah minimum, serta hilangnya jaminan sosial buruh,”
Jakarta, Lapan6online.com : Ada 9 alasan bagi Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) untuk tegas menolak Omnibus Law RUU Cipta Kerja. Penolakan didasarkan atas hilangnya upah minimum, hilangnya Pesangon dan menguntungkan Tenaga Kerja Asing (TKA).
Berikut adalah 9 alasan KSPI menolak RUU tersebut:
- Hilangnya upah minimum,
- Hilangnya pesangon,
- Penggunaan outsourching yang bebas, semua jenis pekerjaan dan waktu yang tidak terbatas,
- Penggunaan karyawan kontrak yang bebas,
- Jam kerja yang ‘eksploitatif’,
- Potensi Penggunaan TKA buruh kasar,
- PHK yang dipermudah,
- Hilangnya jaminan sosial bagi pekerja buruh, khususnya jaminan kesehatan dan jaminan pensiun,
- Sanksi pidana dihilangkan.
Parahnya, menurut KSPI, Draf RUU Omnibus Law Cipta Kerja (Ciptaker) telah diserahkan pemerintah kepada DPR RI, sekalipun kelompok buruh getol melakukan penolakan.
“Omnibus law ini akan mengurangi kesejahteraan dan menghancurkan anak bangsa,” ungkap Deputi Presiden dan Ketua Harian KSPI, Mohammad Rusdi saat melakukan konferensi pers di Hotel Mega Proklamasi, Jakarta Pusat, seperti dikutip dari RMOL, Minggu (16/2/2020).
Menurutnya, banyak hak dari para buruh yang dikurangi dari pemberlakukan UU tersebut. Tak ayal, kaum buruh menyebut rencana itu sebagai “RUU Cilaka” yang sangat dipaksakan.
Sebelumnya, RUU itu bernama RUU Cipta Lapangan Kerja yang kerap diplesetkan sebagai RUU Cilaka. Atas dasar itu, pemerintah kemudian merubah RUU itu menjadi draft RUU Cipta Kerja.
“RUU Cilaka berakibat kepada hilangnya uang pesangon dan upah minimum, serta hilangnya jaminan sosial buruh,” jelasnya.
Tak hanya itu, RUU Cilaka juga akan menyudutkan buruh lokal. Sebab, tenaga kerja asing (TKA) bebas bekerja bukan hanya yang berkaitan dengan keahlian, namun juga untuk pekerjaan kasar.
“TKA semakin dipermudahkan. Jadi kami bertanya, RUU Cilaka ini sebenarnya buat siapa?” tegasnya.
Sementara itu, Presiden KSPI, Said Iqbal berpendapat RUU ini berpotensi untuk memperdagangkan manusia. Dia juga menyebut RUU ini justru menguntungkan tenaga kerja asing (TKA) yang akan bebas masuk ke Indonesia dengan adanya RUU ini.
“RUU ini jelas bahwa agen outsourcing resmi diberikan negara, bayangin gila agen outsourcing berarti memperdagangkan manusia. Itu diberi ruang resmi sama konstitusi. Agen outsourcing nggak ada otaknya itu, pemerintah dan pengusaha itu, saya nggak tahu ya siapa yang dimaksud pemerintah dan pengusaha. Tapi kalau baca RUU itu nggak ada otak, memberi ruang orang memperjualbelikan dalam bentuk agen itu dikasih, dibenarkan oleh konstitusi,” tandasnya.
(*/Redhuge/Lapan6online.com)